Laba Perbankan Tertekan, Ini Penyebabnya
JAKARTA – Tingginya biaya dana berdampak pada penurunan laba di sejumlah perbankan nasional. Mahalnya biaya dana atau cost of fund di satu sisi dan rendahnya pertumbuhan pendapatan bunga di sisi yang lain telah menjadi biang kerok dari tekanan terhadap laba sejumlah bank tersebut.
Hal itu tercermin dalam kinerja sejumlah bank papan menengah hingga sembilan bulan pertama tahun 2024. Sebagai contoh, bank yang masih bertengger di posisi 10 terbesar dari segi aset, yakni PT Bank Danamon Indonesia Tbk, mencatat penurunan laba bersih sebesar 8,96 secara tahunan (year-on-year) menjadi Rp2,33 triliun pada akhir September 2024.
Jika ditilik dari pendapatan bunga, Danamon masih membukukan pertumbuhan sebesar 18,48 per kuartal III-2024. Namun, beban bunganya meningkat lebih tinggi, yakni 51,11 yoy, sehingga pendapatan bunga bersihnya (net interest income) hanya tumbuh sebesar 4,89.
Hal serupa terjadi pada PT Bank Maybank Indonesia Tbk, yang berada di peringkat 14 terbesar dari segi aset. Pada kuartal III-2024, Maybank Indonesia mencatat penurunan laba bersih sebesar 55,2 menjadi Rp558 miliar.
Bank berkategori KBMI III tersebut masih mampu membukukan pertumbuhan pendapatan bunga sebesar 10,2 menjadi Rp9,65 triliun per akhir September 2024. Hanya saja, beban bunganya mencuat sebesar 29,1 menjadi Rp4,32 triliun, sehingga menekan pendapatan bunga bersihnya yang menurun 1,5.
Sementara, PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) mencatatkan perolehan laba bersih secara bank only sebesar Rp1,80 triliun per Agustus 2024. Jumlah ini turun 10 secara tahunan (year on year/yoy) dari Rp 2 triliun pada periode yang sama tahun lalu.
Sejumlah pengamat telah menyebutkan faktor-faktor yang menjadi penyebab penyusutan laba di sejumlah bank di Indonesia. Selain karena suku bunga acuan yang belum turun banyak pada tahun ini, beberapa tekanan eksternal seperti kondisi geopolitik yang memanas, inflasi global, dan nilai tukar rupiah yang melemah masih terus memengaruhi kinerja laba perbankan.