Apa Arti Nuwun Sewu dan Kaitannya dengan Denda Rp1000 Keraton Yogyakarta untuk PT KAI?
YOGYAKARTA - Arti nuwun sewu dan kaitannya dengan denda Rp1000 Keraton Jogja untuk PT KAI menarik disimak. Secara singkat kasus PT KAI dengan Kasultanan Yogyakarta tersebut muncul karena perusahaan tersebut dianggap mengklaim kepemilikan lahan yang disebut Sultan Ground, atau milik kesultanan.
KAI seyogyanya taat dengan status keistimewaan Yogyakarta. Secara hukum lahan tersebut memang milik Kasultanan Yogyakarta namun didaftarkan PT KAI sebagai aset milik perusahaan tersebut.
Dilansir dari berbagai sumber pada Senin (11/11/2024), Okezone telah merangkum arti nuwun sewu, sebagai berikut.
Arti Nuwun Sewu
Nuwun sewu adalah bahasa Jawa yang berarti permisi, tergolong dalam satu kesatuan frasa di mana kedua kata di dalamnya saling melengkapi. Apabila salah satu katanya dikurangi atau diganti, bisa menimbulkan makna baru atau diistilahkan camboran.
BSN Dukung Kemajuan AI Berstandar SNI
Uniknya, masih banyak masyarakat yang mengganti kata nuwun dengan nyuwun atau meminta yang pada akhirnya menjadi nyuwun sewu yang bermakna meminta seribu. Hal tersebut tentu melesat jauh dari maksud semisal untuk meminta permisi saat berbicara dengan orang lain.
Apa Hubungannya dengan PT KAI dan Keraton Yogyakarta?
Ganti rugi sebesar Rp1000 yang diminta Keraton Yogyakarta kepada PT KAI dinilai mempunyai makna lain. Nuwun sewu disebut-sebut memiliki simbol kearifan lokal yang disampaikan secara sederhana dan santun. Terkait gugatan terhadap PT KAI, Kuasa Hukum Kasultanan Yogyakarta, Markus Hadi Tanoto menjelaskan bahwa hal tersebut sebenarnya bukan masalah perebutan lahan. Intinya tanah milik kasultanan yang diklaim oleh PT KAI.
Pihaknya sebenarnya hanya ingin PT KAI tertib administrasi. Selain itu, hal tersebut sudah tertuang dalam aturan Perundang-undangan yang berlaku. Perkara tersebut terdaftar dengan nomor 137/Pdt.G/2024/PN Yyk tertanggal 17 Oktober 2024. Dibuat oleh Penghageng Kawedanan Hageng Panitrapura Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat Gusti Kanjeng Ratu Condro Kirono.