Direktur Eksekutif Poltracking Indonesia: Putusan Dewan Etik Persepsi Cacat Hukum
JAKARTA - Direktur Eksekutif Poltracking Indonesia, Hanta Yuda menyebutkan, keputusan Dewan Etik Perkumpulan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) atas hasil survei Poltracking berkaitan Cagub-cawagub pada Pilkada Jakarta 2024 sejatinya cacat hukum, baik formil maupun materil.
"Putusan dewan etik cacat hukum baik formil maupun materiil. Dewan etik tidak bisa memverifikasi kesahihan implementasikan metode survey karena adanya perbedaan dua set raw data. Ini menyesatkan ada dua set raw data yang berbeda," ujarnya pada wartawan, Jumat (8/11/2024).
Menurutnya, set data yang dikirimkan Poltracking tidak ada perbedaan alias sama saja. Persepi justru yang dianggap tak bisa menilai dan memverifikasi sahih atau tidaknya data tersebut.
"Tidak berbeda, sama. Jadi, tidak bisa menilai, tidak bisa memverifikasi sahih atau tidak sahih, SOP atau tidak SOP. Kalau tidak SOP bilang dong, tapi tidak disebutkan kita tidak memenuhi SOP, tidak sahih, tapi diberi sanksi, aneh," tuturnya.
Dia menyebutkan, seolah Poltracking dituduhkan, tapi tak disebutkan pelanggaran pasalnya dalam kode etiknya. Akibatnya, Poltracking menerima dampak atas ketidakmampuan Persepi tersebut.
Karena itu, Hanta Yuda meminta Dewan Etik Persepi meminta maaf atas putusannya atas hasil survei Pilgub Jakarta 2024 karena tak bisa melakukan verifikasi data dengan benar.
"Tentu saja ini sudah mengalami dampak secara publik, ketidakmampuan dewan etik menyimpulkan. Kan tadi kan kalimat mereka sendiri kan, tidak bisa memverifikasi dan tidak bisa menilai, tapi memberi sanksi, melemparkan berbagai hal," ujarnya.
Menurutnya, dalam kode etik Persepi disebutkan saat ada pelanggaran berat, dikeluarkan, lalu diumumkan ke publik. Sementara pihaknya boro-boro melakukan pelanggaran berat, pelanggaran ringan pun tidak disebutkan, tapi diberi sanksi dan diumumkan kepada publik, yang mana sangat merugikan Poltracking.
"Saya mengimbau, mengetuk hati nurani para dawan etik harusnya meminta maaf kepada publik karena menyampaikan dengan tegas orang punya kesalahan, melanggar kode etik yang mana, dan lain sebagainya, tetapi memberi sanksi, bahkan diumumkan kepada publik. Di saat yang sama ada lembaga survei yang juga identik hasilnya, tapi tidak dipanggil," tuturnya.
Dia menambahkan, hingga saat ini pihaknya belum ada pertimbangan untuk menempuh secara jalur hukum. Ia lebih berharap Dewan Etik Persepsi terketuk hatinya dan menyampaikan permintaan maafnya pada publik.
"Karena itu saya berharap mengetuk nurani untuk meminta maaf kepada publik karena itu telah merugikan kami secara terutama nama baik kami," katanya.