BPIP Godok Rekomendasi Pengelolaan SDA untuk Kesejahteraan Rakyat
JAKARTA - Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) akan menyusun rekomendasi mengenai pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) yang akan disampaikan ke Presiden terpilih Prabowo Subianto. Sehingga, bisa meningkatkan kesejahteraan rakyat.
"Kita akan bawa ini untuk disampaikan kepada Presiden terpilih. Pak Prabowo itu bapaknya pahlawan. Saya yakin darah patriotiknya masih terjaga untuk mengurai persoalan ini," ujar Anggota Dewan Pengarah BPIP, M. Amin Abdullah dalam keterangannya, dikutip Jumat (4/10/2024).
Dalam Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945 mengamanatkan bahwa "bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat." Namun, implementasi dari pasal ini kerap menghadapi tantangan besar mulai dari ketidakadilan dalam distribusi hasil, kerusakan lingkungan, hingga adanya praktik korupsi.
Hal itu diungkap dalam diskusi kelompok terpumpun (FGD) bertema Kerapuhan Etika Penyelenggara Negara dalam Berbangsa dan Bernegara : Kedaulatan Sumber Daya Alam yang digelar BPIP di Universitas Tanjung Pura, Pontianak, Kalimantan Barat, Rabu 3 September 2024. Hasil diskusi ini menjadi kajian dalam bentuk rekomendasi nantinya.
Menurut Guru Besar Hukum Pidana Universitas Pancasila Agus Surono, dalam pengelolaan SDA, tantangan terbesar adalah masalah deforestasi, pasca-tambang, dan kemiskinan di daerah yang kaya SDA. Deforestasi menjadi isu yang terus terjadi. Belum lagi lubang-lubang tambang yang terbengkalai.
Ketidakadilan distribusi hasil SDA juga menjadi perhatiannya. Daerah-daerah kaya SDA, seperti Papua, menurut Agus, justru memiliki angka kemiskinan yang tinggi.
Kemiskinan di daerah kaya SDA masih menjadi persoalan besar bangsa," ujarnya dalam diskusi tersebut.
Regulasi seperti UU tentang pertambangan dan lingkungan hidup, menurutnya, masih kurang relevan dengan tantangan sekarang. Ia juga menyinggung kepemilikan saham pemerintah sebesar 55 persen di Papua terkait kedaulatan pangan. "Apakah kepemilikan saham kita di Papua benar-benar bermanfaat untuk masyarakat Papua dan Indonesia?" katanya.
Agus menambahkan, oligarki dan korupsi juga merupakan hambatan utama dalam menuju keadilan pengelolaan SDA. Masyarakat perlu berperan aktif dalam melakukan pengawasan.
Sementara itu, persoalan stunting disorot Dosen Teknik Lingkungan Universitas Tanjungpura Aji Ali Akbar. Misalnya di daerah kaya SDA seperti Papua yang angka stuntingnya tinggi, berbanding terbalik dengan SDA yang melimpah.
"Stunting terbesar terjadi di Papua, padahal di sana ada minyak, gas, emas, dan segala macam sumber daya alam," katanya.
Persoalan lainnya seperti bencana alam, banjir dan tanah longsor juga harus menjadi perhatian karena sebagian besar disebabkan oleh alih fungsi lahan yang terjadi puluhan tahun lalu.
Masalah korupsi disorot Pakar Lingkungan dari IPB University, Bambang Hero dalam pengelolaan SDA, contohnya kasus pertambangan timah yang menimbulkan kerugian negara triliunan rupiah. "Kasus timah di Babel menyebabkan kerugian lingkungan sebesar Rp 271 triliun. Ini adalah salah satu contoh bagaimana SDA kita dikelola dengan sangat buruk," ujarnya.
Sementara itu, Pakar Hukum Lingkungan Universitas Brawijaya Rachmad Safaat, mengungkapkan, kerusakan SDA sebagian besar disebabkan oleh ulah manusia. Misalnya, eksploitasi SDA besar-besaran.
Eksploitasi SDA kita luar biasa, tapi hasilnya untuk siapa?" katanya.
Rachmad menilai, masyarakat khususnya masyarakat lokal tidak dapat menikmati kekayaan alam mereka sendiri. Sebab, adanya oligarki dan dominasi perusahaan asing dalam sektor SDA.