Kampanye Pilkada, Titi Anggraini: Kampus Tak Boleh Bias dan Berpolitik Praktis

Kampanye Pilkada, Titi Anggraini: Kampus Tak Boleh Bias dan Berpolitik Praktis

Nasional | okezone | Senin, 16 September 2024 - 17:59
share

JAKARTA - Pengajar Hukum Pemilu Fakultas Hukum Universita Indonesia (UI) Titi Anggraini mengapresiasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memperbolehkan kampanye Pilkada di kampus. Namun, menurutnya putusan tersebut harus diikuti aturan kampanye yang harus berorientasi politik dan dialektika gagasan.

"Saya mengapresiasi adanya putusan MK Nomor 69 Tahun 2024 karena telah membuka ruang politik gagasan menjadi lebih luas dan substantif.
Namun, putusan MK juga harus diikuti dengan pengaturan dalam Peraturan KPU seperti tadi disampaikan tentang kampanye yang memastikan hadirnya kampanye di kampus yang memang benar-benar berorientasi pada politik dan dialektika gagasan," kata Titi dalam diskusi secara daring, Senin (16/9/2024).

Titi menekankan bahwa kampus harus berimbang serta memberikan kesempatan yang adil setara dan sama kepada semua peserta pilkada. "Kampus tidak boleh bias, kampus tidak boleh berpolitik praktis atau menjadi alat politik Paslon atau kelompok politik tertentu," kata Tito.

"Nah, ini harus dipastikan di dalam Peraturan KPU bahwa kampanye di kampus bukan berarti tanpa nilai tanpa prinsip-prinsip yang harus dipenuhi Prinsip yang paling utama kampanye di kampus harus seizin penanggung jawab perguruan tinggi tanpa ada atribut dan memperlakukan secara adil setara semua peserta pemilu serta berorientasi pada politik dan berdialektika gagasan," sambungnya.

Titi menambahkan, kampus dengan segala sumber daya dan kepakarannya merupakan wadah yang tepat untuk menguji visi dan misi program Paslon. Kupas tuntas gagasan Paslon bersama civitas akademika kampus, katanya, bisa jadi instrumen bagi pemilih untuk memastikan pemimpin yang terukur kapasitas dan arah kebijakannya.

 

"Jadi kan ada tiga Paslon. Kalau tuh debat terbuka pasangan calon KPU bisa menggandeng untuk optimalisasi pencapaian tujuan debat publik atau debat terbuka antar pasangan calon ini. Kampus kan punya sumber daya kepakaran keilmuan dari berbagai cabang yang bisa dioptimalkan untuk membedah visi misi dan gagasan para calon," ungkapnya.

Paslon Pilkada, kata Titi, harus berani diuji gagasannya di kampus untuk memastikan visi misi. Dan programnya benar-benar dapat menjawab permasalahan di suatu daerah secara tepat

"Serta menunjukkan kepada publik bahwa meraka dapat diandalkan untuk kepemimpinan daerah, bukan sekedar bermodal kekuatan politik tapi juga mumpuni dari sisi kapasitas dan visi pembangunan daerah," kata Titi.

Selain itu, lanjut Titi, KPU perlu melibatkan kampus terutama di daerah bercalon tunggal agar dukungan mayoritas yang di dapat calon tunggal juga berbanding lurus dengan kapasitas dan kompetensi Paslon dalam memimpin.

"Karena kan ketika dia mendapatkan mayority support mayority tiket artinya kan bisa dikatakan secara sepintas memang dia adalah pilihan terbaik yang membuat tidak ada pilihan lain. Oleh karena itu, mestinya di uji secara optimal dan tidak perlu takut calon tunggal untuk datang ke kampus. Dan ini bisa menjadi peluang betul-betul meyakinkan di tengah calon tunggal versus kotak kosong bahwa memang calon tunggal tidak lahir dari sebuah rekayasa tapi memang lahir dari proses yang alamiah yang ditopang oleh kepemimpinan yang kredibel dan punya kapasitas," ungkapnya.

Topik Menarik