Mahfud MD Sebut Negara Hukum Lemah karena Oligarki dan Kleptokrasi

Mahfud MD Sebut Negara Hukum Lemah karena Oligarki dan Kleptokrasi

Nasional | okezone | Sabtu, 14 September 2024 - 20:49
share

JAKARTA - Belakangan ini muncul gejala pembalikan arah dalam hukum dan politik. Politik menjadi cenderung otoritarian. Demokrasinya menjadi demokrasi main-main. Pembentukan peraturan perundang-undangan menjadi konservatif dan sepihak.

Demikian ditegaskan Guru Besar Hukum Tata Negara yang juga mantan Menko Polhukam RI, Mahfud MD, dalam Kuliah Perdana tahun 2024 pada Program Magister dan Doktor, Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Sabtu (14/9/2024).

"Kalau (penguasa ingin), undang-undang dibahas hari ini, sore jadi, besok disahkan bisa. Tapi kalau penguasa tidak ingin, undang-undang bertahun-tahun tidak dibahas," ucap Mahfud yang juga disaksikan dalam tayangan live Kanal Youtube Fakultas Hukum UII.

Hal tersebut, menurut Mahfud, berakibat pada pelemahan atas lembaga-lembaga politik dan penegakan hukum.

"Lembaga-lembaga dikoptasi semua, maka terjadi degradasi atas negara hukum," tambah Mahfud yang juga mantan Ketua Mahkamah Konsitusi RI ini.

Dalam paparannya, Mahfud menjelaskan terkait daya tahan negara hukum dan demokrasi di Indonesia. Melemahnya negara hukum, lanjut Mahfud, salah satunya disebabkan oligarki, kleptokrasi dan kartelisasi.

"Kemudian muncul oligarki, negara yang dikuasai oleh sekelompok kecil orang yang punya modal. Bahkan ada juga yang mengatakan Indonesia sekarang menjadi negara kleptokrasi, negara yang penuh korupsi, negara para pencuri namanya. Ingin mencuri meski sudah punya," lanjut Mahfud.

Jika oligarki dan kleptokrasi dibiarkan berkembang, menurut Mahfud bisa melemahkan negara hukum.

"Saya mengingatkan bahwa tugas akademisi dan profesi hukum adalah menjaga dan menegakkannya, selama sistem ketatanegaraan dan konstitusi masih berlaku. Para profesional dan penegak hukum menegakkan etika profesi, dan tidak melakukan kolusi serta manipulasi," pungkas Menteri Pertahanan era Presiden Gus Dur tersebut.

Topik Menarik