SPECIAL REPORT: Potret Utang Pemerintah yang Menggunung

SPECIAL REPORT: Potret Utang Pemerintah yang Menggunung

Terkini | okezone | Minggu, 7 Juli 2024 - 08:46
share

JAKARTA - Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan segera berakhir pada 20 Oktober 2024. Jabatan Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin akan digantikan oleh Presiden dan Wakil Presiden Terpilih, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.

Sudah banyak capaian pembangunan selama 10 tahun masa kepemimpinan Presiden Jokowi. Hal ini terlihat dari kinerja APBN dalam 10 tahun terakhir. Di bidang infrastruktur, APBN telah mampu menciptakan penambahan Jalan Tol sepanjang 1.938 km dan Jalan Nasional non-Tol sepanjang 4.574 km.

APBN juga mendukung penyediaan air baku dan irigasi untuk mendukung ketahanan pangan dan energi, telah didukung dengan pembangunan 37 bendungan serta peningkatan pembangkit listrik sebesar 36,3 gigawatt.

Selain itu, APBN juga berfungsi dalam peningkatan kualitas SDM dengan membiayai peningkatan infrastruktur sekolah yang berkontribusi terhadap peningkatan partisipasi kasar dari seluruh jenjang pendidikan.

Untuk pendidikan tinggi, APBN melalui pemupukan Dana Abadi Pendidikan telah memberikan Beasiswa LPDP kepada 45.496 putra-putri terbaik bangsa, sehingga mampu meraih pendidikan terbaik di berbagai universitas di dalam maupun di luar negeri.

Melalui anggaran di bidang Kesehatan, APBN menunjang pada sektor kesehatan seperti menurunkan angka prevalensi stunting dari 37,2 persen di tahun 2013 menjadi 21,5 persen pada 2023.

APBN juga berperan meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui penurunan tingkat kemiskinan dari 11,25 persen pada 2014 menjadi single digit 9,36 persen pada 2023.

Selain hasil pembangunan dalam 10 tahun terakhir, masa kepemimpinan Presiden Jokowi juga menyisakan pekerjaan rumah (PR) yang harus diselesaikan, salah satunya utang.

Data Utang

Hingga Mei 2024, utang pemerintah mencapai Rp8.353,02 triliun. Angka utang ini naik Rp14,59 triliun dibandingkan April 2024 yang tercatat Rp8.338,43 triliun.

Jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu, utang pemerintah naik Rp565 triliun dari posisi Rp7.787,51 triliun.

Kenaikan utang di era Presiden Jokowi naik drastis jika dibandingkan utang pada era Presiden SBY. Sebagai catatan, pada akhir tahun 2014 atau masa peralihan dari pemerintahan Presiden SBY menuju pemerintahan Presiden Jokowi, jumlah utang pemerintah masih tercatat sebesar Rp2.608.78 triliun dengan rasio utang terhadap PDB 24,7 persen.

Utang pemerintah setiap tahun di era Presiden Jokowi naik terus terutama saat era pandemi Covid-19. Pada 2015, utang pemerintah mencapai Rp3.165,1 triliun dengan rasio utang 26,84 persen. Utang pemerintah 2016 mencapai Rp3.706,5 triliun dengan rasio utang 26,99 persen.

Kemudian pada 2017, utang pemerintah naik menjadi Rp3.938,7 triliun dengan rasio utang 29,22 persen. Utang pada 2018 mencapai Rp4.418,3 triliun dengan rasio 29,98 persen, utang pemerintah 2019 menjadi Rp4.779,2 triliun dengan rasio 29,80 persen, utang pemerintah 2020 naik menjadi Rp6.074,5 triliun dengan rasio 38,68 persen.

Utang pemerintah kembali naik menjadi Rp6.908,8 triliun pada 2021 dengan rasio 41 persen. Utang pemerintah naik lagi menjadi Rp7.554,2 triliun pada 2022 dengan rasio 38,65 persen.

Pada 2023, utang pemerintah naik lagi menjadi Rp8.144 triliun dengan rasio 38,59 persen. Kemudian hingga Mei 2024, utang pemerintah naik menjadi Rp8.353 triliun. Tidak menutup kemungkinan, utang akan terus meningkat hingga akhir 2024.

Meski demikian, rasio utang per akhir Mei 2024 mencapai 38,71 persen terhadap PDB itu tetap konsisten terjaga di bawah batas aman 60 persen PDB sesuai UU Nomor 17/2003 tentang Keuangan Negara.

"Terus menunjukkan tren penurunan dari angka rasio utang terhadap PDB 2021 yang tercatat 40,74, 2022 di 39,70 dan 2023 di 39,21, serta lebih baik dari yang telah ditetapkan melalui Strategi Pengelolaan Utang Jangka Menengah 2024-2027 di kisaran 40," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam Buku APBN KiTA yang dikutip, Selasa (2/7/2024).

Adapun mayoritas utang pemerintah berasal dari dalam negeri dengan proporsi 71,12.

Menurut Menkeu, hal ini selaras dengan kebijakan umum pembiayaan utang untuk mengoptimalkan sumber pembiayaan dalam negeri dan memanfaatkan utang luar negeri sebagai pelengkap.

Topik Menarik