Melihat Peran Mantan Laskar Pangeran Diponegoro Dalam Penyebaran Islam di Malang Raya

Melihat Peran Mantan Laskar Pangeran Diponegoro Dalam Penyebaran Islam di Malang Raya

Nasional | sindonews | Rabu, 2 April 2025 - 18:00
share

Penyebaran Islam di Nusantara kian meluas usai kekalahan Pangeran Diponegoro di Perang Jawa. Saat itu, Pangeran Diponegoro yang membubarkan laskar atau prajuritnya membuat setiap individu laskar menyebar ke beberapa daerah di Pulau Jawa dan luar Jawa.

Di Malang Raya, ada beberapa catatan sejarah pasukan Pangeran Diponegoro yang turut berjuang memperjuangkan penyebaran agama Islam. Sebagai bekas prajurit perang melawan Belanda membuat mereka juga turut berjuang memberikan perlawanan ke Belanda.

Sejarawan Universitas Negeri Malang (UM) Najib Jauhari mengatakan, memang sebelum Perang Jawa berakhir sudah ada beberapa penyebar agama Islam yang masuk ke Malang Raya. Mereka juga berperan menyebarkan agama Islam, tapi begitu Perang Jawa di bawah komando Pangeran Diponegoro berakhir pada 1830-an bekas laskar Diponegoro ini menyebar ke beberapa wilayah.

"Sejak Diponegoro menyerah tidak lagi ribut masalah Perang Jawa. Begitu perang berakhir tahun 1835 semua perwiranya fokus menyebarkan agama Islam terutama ke pedalaman, termasuk ke Malang Raya," ujar Najib, belum lama ini.

Menurut dia, ada perubahan pola dari sejak Perang Jawa berakhir dan para perwira pasukan Pangeran Diponegoro berkelana ke beberapa daerah. Mereka yang sebelumnya hanya fokus berperang melawan Belanda juga menyebarkan agama islam.

Apalagi pasukan ini ternyata juga mendapat ilmu agama dari Diponegoro yang merupakan ulama dan pejuang.

"Sebelumnya nggak ngurusi, tapi ngurusi perangnya saja, tapi setelah itu strategi perjuangannya berbeda," ucapnya.

Di Malang diidentifikasi ada setidaknya beberapa titik bekas laskar Pangeran Diponegoro yang ikut menyebarkan agama Islam, mulai dari Eyang Djoego atau nama Kyai Zakaria II di kawasan Gunung Kawi, Kiai Hamimuddin di Bungkuk, Singosari, serta makam di daerah Bantur, Kabupaten Malang.

Dari tiga sosok itu, dua sosok diketahui merupakan perwira atau petinggi pasukan, sedangkan sisanya pasukan biasa.

"(Para eks laskar Pangeran Diponegoro) Mereka juga punya level pengetahuan agamanya masing-masing untuk mengajarkan Islam yang secara kaffah apakah hanya prajurit yang tingkat bawah saja, beda-beda jadi yang di atas juga bisa," ujar dosen Program Studi Sejarah UM Malang ini.

Karena berdasarkan tingkatan pangkat di pasukan Diponegoro itulah yang membuat terjadi perbedaan pemahaman agama Islam yang diajarkan juga oleh Pangeran Diponegoro. Mereka yang dekat dengan Pangeran Diponegoro karena menjadi pemimpin pasukan atau berbeda dengan yang pasukan biasa secara ilmu yang didapat dari sang pangeran.

"Sama-sama laskar Diponegoro, kan laskar Diponegoro banyak, yang tampil juga beberapa saja. Tapi laskar itu juga ada yang tingkat perwira tinggi, menengah, serta prajurit biasa," tuturnya.

"Yang di Bantur itu dia prajurit biasa, menyebarkan agama Islam semampunya. Tidak bisa mendetail, hanya belajar syariat, bukan thoriqohnya, ngajarin salat seperti apa, nggak detail ke syariat lainnya," tambahnya.

Topik Menarik