Misteri Nisan Abad 15 Penyebar Pertama Agama Islam di Malang Raya
Islam konon masuk ke Malang Raya sejak abad 15 Masehi selepas Kerajaan Majapahit meredup. Saat itu bersamaan dengan mulai melunturnya pengaruh Kerajaan Majapahit dan kian berkembangnya Kesultanan Demak.
Wali Songo yang jadi penyebar agama Islam juga mulai tampak mengambil perannya dalam penyebaran Islam di Pulau Jawa. Periode awal masuknya Islam di Malang Raya ditandai penemuan batu nisan di daerah Ngantang yang diidentifikasikan sebagai salah satu tokoh penyebar islam.
Sejarawan Universitas Negeri Malang (UM) Najib Jauhari mengatakan, batu nisan itu diidentikkan dengan Situs Pandarejo di mana oleh masyarakat dikenal sebagai makam Mbah Sentana di Dusun Gagar, Desa Pandarejo, Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang.
"Punden ini berupa timbunan batu kali setinggi 0,79 meter dengan nisan kepala dan kaki dari batu andesit berorientasi utara-selatan. Makam tersebut terletak di dataran tinggi, di bawah sebuah pohon besar yang dikenal sebagai pohon prih ficus relegiosa," ujar Najib Jauhari, Selasa (1/4/2025).
Menurut dia, makam diduga penyebar Islam pertama di wilayah Malang Raya itu terlihat dari karya ilmiah disertasi Moehamad Habib Mustopo yang tersimpan di perpustakaan UM. Dari kajian keilmuan diduga kuat seseorang yang dimakamkan di sana merupakan satu zaman dengan Wali Songo.
"Itu yang masih sezaman dengan Wali Songo di Ngantang. Periode awal cuma nisan satu saja. Itu makam tertua abad 15, tapi belum ada komunitasnya (warga)," ucapnya.
Makam itu memang identik dengan seseorang beragama Islam. Sebab, saat itu pengaruh Hindu Buddha masih kuat. Kedua agama itu tidak mengenal manusia yang meninggal dikebumikan atau dikuburkan.
Maka, asumsi berdasarkan catatan sejarah yang ada, makam sepanjang 2,19 meter dengan tinggi nisan 0,79 meter, lebar atas 0,44 meter, lebar bawah 0,40 meter, dan ketebalan nisan 0,20 meter, identik dengan makam seseorang.
"Pada nisan ini terdapat angka tahun 1371 Saka atau 1449 M lalu berhuruf Jawa Kuno serta hiasan segi tiga sama kaki berjumlah 10 buah. Tinggi ragam hias tumpal 0,44 meter dan lebar 0,9 meter. Angka huruf Jawa kuno dipahat dengan gaya timbul (relief)," ujar akademisi yang juga dosen Sejarah UM ini.
"Sedangkan ragam hias di bawah angka tahun berupa deretan 10 segi tiga sama kaki (tumpal) dengan teknik pahat goresan (incised). Pada bagian kanan bawah terdapat inskripsi yang dipahat vertikal, berlawanan dengan angka tahun nisan yang dipahat secara horizontal," tambahnya.
Meski demikian, penjelasan dan catatan sejarah itu masih menjadi misteri sosok siapa makam tersebut. Najib menduga bisa saja pendatang dari daerah lain di luar Malang Raya yang kemudian meninggal dunia di sekitar sana dan dimakamkan di sana.
"Di situ (Ngantang) belum ada komunitasnya. Kalau komunitas di Troloyo, Mojokerto, banyak makam dan periode tahunnya juga jelas. Kalau di Ngantang nggak jelas periodenya," ucapnya.
Selain di Ngantang, ada dua makam serupa yang jadi saksi penyebaran Islam di Malang Raya era Jawa Kuno. Satu makam dikaitkan dengan penyebar agama Islam berada di wilayah Sengguruh, selatan Kepanjen, Kabupaten Malang, dan satu lagi di Pujon, Kabupaten Malang.