Kisah Serangan Brutal Gabungan Kerajaan Majapahit dan Pasukan Tartar Mongol ke Kediri
JAKARTA - Daha di bawah pimpinan Jayakatwang mendapatkan serangan mendadak dari dua pasukan gabungan. Pasukan Tartar dari Mongol Cina dan Majapahit, menyerang Daha Kerajaan Kediri bersama-sama. Keduanya menyerang Daha dari dua arah berbeda.
Pararaton mengisahkan, Ibukota Daha diserang dari utara oleh pаsukan Tatar dan dari timur oleh pasukan Majapahit. Patih Kebo Mundarang bersama para menteri Daha menghadapi pasukan yang menyerang dari timur.
Dalam pertempuran itu, Panglet tewas melawan Sora, Mahisa Rubuh tewas melawan Nambi, sedangkan Kebo Mundarang tewas melawan Rangga Lawe. Sebelum meninggal, Kebo Mundarang berwasiat agar putrinya diserahkan kepada Sora sebagai ganjaran atas keberaniannya.
"Rupanya Kebo Mundarang terkesan pada kehebatan Sora yang pernah mengalahkan dirinya saat pertandingan sudukan dalam perayaan Galungan beberapa waktu sebelumnya," sebagaimana dikutip dari buku "Pararaton : Biografi Para Raja Singhasari - Majapahit", Jumat (14/3/2025).
Kidung Rangga Lawe lebih rinci dalam menceritakan pertempuran di Kota Daha. Dikisahkan bahwa Gajah Pagon, yang dulu terluka dan ditinggalkan di Desa Pandakan, ikut hadir dengan diantar Macan Kuping dan Kancil Bang.
Kemudian ia dikisahkan terjun ke medan perang hingga akhirnya gugur dikeroyok para prajurit Daha. Tokoh Majapahit lainnya yang tewas adalah Banak Kapuk, yaitu gugur melawan Drawilaka. Sementara itu, para menteri Daha yang terbunuh antara lain, Jaran Guyang mati lawan Wirot, Kanigara mati lawan Pamandana, Parung Sari mati lawan Medang.
Selanjutnya, Pangelet mati dipanah Nambi, Mahişa Rubuh mati lawan Mahisa Wagal, Demang Walika mati lawan Dangdi, Rangga Semi dan Rangga Wayang mati lawan Jagawastra, Sagara Winotan mati dipenggal Rangga Lawe, Rangga Janur mati lawan Arya Wiraraja, dan Patih Kebo Mundarang mati di tangan Lembu Sora.
Berbeda dengan versi di atas, Kidung Harsawijaya mengisahkan Gajah Pagon tidak gugur dalam pertempuran di Daha, melainkan tetap hidup dan memperoleh kedudukan di Kerajaan Majapahit.
Tidak hanya itu, pasukan Tumapel yang dulu dikirim menyerang Malayu di bawah pimpinan Kebo Anabrang juga telah kembali dan ikut bergabung melawan Daha.
Namun kisah ini berbeda dengan Pararaton dan Kidung Rangga Lawe, yang mengisahkan pasukan tersebut baru tiba di Jawa setelah perang usai.