Kuasa Hukum Hasto Kristiyanto Ungkap Kejanggalan Dakwaan KPK
JAKARTA - Kuasa Hukum Sekjen Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto, Febri Diansyah mengungkapkan tim penasihat hukum telah mempelajari dan membedah secara rinci kata demi kata pada dakwaan. Pihaknya pun menemukan adanya beberapa bagian dari dakwaan yang menyimpang dari fakta hukum yang telah tertuang di putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
Dakwaan menggunakan data yang salah terkait perolehan suara Nazarudin Kiemas misalnya. Pada dakwaan disebutkan Nazarudin Kiemas memperoleh 0 suara. Padahal pada faktanya, Nazarudin Kiemas memperoleh suara terbanyak, yakni 34.276 suara.
“Posisi Nazarudin Kiemas yang memperoleh suara terbanyak adalah fakta penting yang mendasari PDIP melakukan rapat pleno dan menjadi dasar Hasto Kristiyanto memerintahkan Donny Tri Istiqamah untuk mengajukan gugatan ke Mahkamah Agung,” ujar Febri dalam keterangan resminya, dikutip Jumat (14/3/2025).
Febri mengatakan, dakwaan Hasto Kristiyanto berdasarkan putusan no. 18/Pid.Sus-Tpk/2020/PN.Jkt.Pst. (terdakwa: Saiful Bahri) disebutkan Nazarudin Kiemas disebut memperoleh suara 0. Padahal, seharusnya pemegang suara terbanyak. (1) Nazarudin Kiemas dengan fakta sebenarnya memperoleh suara terbanyak, 34.276 suara, namun yang bersangkutan meninggal dunia sehingga PDIP melakukan Rapat Pleno membahas siapa pengganti Nazarudin Kiemas.
Pada dakwaan Hasto Krisityanto putusan no 18/Pid.Sus-Tpk/2020/PN.Jkt.Pst. (terdakwa: Saiful Bahri) perolehan suara 0; (2) Darmadi Djufri dengan perolehan suara sah 26.103 suara; (3) Riezky Aprilia, dengan perolehan suara sah 44.402 suara; (4) Diah Oktasari dengan perolehan suara sah 13.310 suara; (5) Doddy Julianto Siahaan, perolehan suara sah 19.776 suara; 6) Harun Masiku dengan perolehan suara sah 5.878 suara dan seterusnya.
Dari hasil pemungutan suara yang berlangsung pada 17 April 2019, ternyata almarhum Nazarudin Kiemas memperoleh suara terbanyak meskipun yang bersangkutan sudah meninggal dunia, yaitu mendapatkan sekitar 34.276 suara dan menduduki peringkat I perolehan suaranya untuk partai PDIP di wilayah Dapil Sumsel I.
“Dakwaan membuat tuduhan seolah-olah Hasto Kristiyanto pernah menemui Wahyu Setiawan dalam kunjungan tidak resmi. Hal ini bertentangan dengan fakta hukum yang telah diuji di persidangan dan dituangkan pada Putusan 28/Pid.SusTpk/2020/PN.Jkt.Pst. dengan terdakwa Wahyu Setiawan dan Agustiani Tio F,” ujarnya.
Dakwaan Hasto Krisityanto berdasarkan putusan 28/Pid.Sus-Tpk/2020/PN.Jkt.Pst dengan terdakwa Wahyu Setiawan dan Agustiani Tio F, Hasto Kristiyanto menemui Wahyu Setiawan pada 31 Agustus 2019 di Kantor KPU RI untuk mengajukan permohonan penggantian Caleg Dapil Sumsel-1 di luar kunjungan resmi.
Pada 31 Agustus 2019, bertempat di ruang kerja Wahyu Setiawan di Kantor KPU RI, terdakwa bersama-sama Donny Tri Istiomah menemui Wahyu Setiawan dan dalam pertemuan tersebut Terdakwa menyampaikan informasi bahwa PDIP keterangan saksi di bawah sumpah menegaskan bahwa kedatangan Hasto Kristiyanto ke KPU adalah pertemuan resmi pada saat rekapitulasi suara pada April dan Mei 2019. Saat itu, masing-masing partai politik menyampaikan sikapnya. Selain itu, tidak ada pertemuan lain.
Keterangan saksi Rahmat Setiawan Tonidaya di bawah sumpah pada pokoknya menerangkan bahwa terkait keterangan saksi yang menyatakan “pernah Pak Hasto ini ke mengajukan 2 usulan ke KPU RI, salah satunya permohonan penggantian Caleg Terpilih Dapil Sumsel-1 dari Riezky Aprilia kepada Harun Masiku, kemudian terdakwa juga memohon agar KPU RI dapat mengakomodir permintaan terkait Harun Masiku tersebut.
KPU menemui terdakwa I (Wahyu Setiawan), berapa kali, artinya apakah itu merupakan dinas setahu saksi, jawaban saksi: setahu saksi, saat itu saat rekapitulasi perhitungan suara sekitar bulan April, bulan Mei, perwakilan masing-masing partai politik menyampaikan terkait perwakilan, jadi saat istirahat siang makan, Hasto datang ke ruangan beserta tim PDIP, artinya resmi, selain itu tidak ada berkunjung di lain waktu.
“Membuat tuduhan tanpa dasar dan menyimpang dari Fakta Hukum di persidangan seolah-olah Hasto Kristiyanto menerima laporan dari Saiful Bahri dan menyetujui rencana pemberian uang pada Wahyu Setiawan. Fakta hukum yang sebenarnya dan telah diuji di persidangan adalah Saeful Bahri tidak pernah melaporkan permintaan Wahyu Setiawan dan tidak pernah menyetujui rencana pemberian uang untuk Wahyu Setiawan N tersebut,” tuturnya.
Dakwaan Hasto Kristiyanto Putusan 28/Pid.Sus-Tpk/2020/PN.Jkt.Pst. dengan terdakwa Wahyu Setiawan dan Agustiani Tio F. Saeful Bahri menyampaikan perihal permintaan uang dari Wahyu Setiawan pada Hasto Kristiyanto dan menyetujuinya.
Bahwa pada 5 Desember 2019, Saeful Bahri menghubungi Agustiani Tio Fridelina untuk menanyakan biaya operasional yang diperlukan Wahyu Setiawan untuk meloloskan penggantian Anggota DPR RI Dapil Sumsel-1 dari Rieky Aprilia kepada Harun Masiku. Selanjutnya sekitar pukul 13.13 WIB, Agustiani Tio F menyampaikan pesan dari tidak ada fakta hukum di persidangan yang menyebutkan Saeful Bahri melapor pada Hasto terkait permintaan Wahyu Setiawan, Hasto tidak pernah menyetujui rencana pemberian uang pada Wahyu Setiawan.
238 Narapidana di Lapas Bojonegoro Terima Remisi Hari Raya Idul Fitri 2025, 4 Diantaranya Bebas
Bahwa benar komisioner KPU yang dihubungi oleh Terdakwa II (Agustiani Tio F) adalah terdakwa I (Wahyu Setiawan) lalu dilakukan pertemuan antara Saeful Bahri dengan Agustiani Tio F di salah satu tempat di Jakarta yang menginfokan Dakwaan Hasto Krisityanto Putusan 28/Pid.Sus-Tpk/2020/PN.Jkt.Pst. dengan Terdakwa Wahyu Setiawan dan Agustiani Tio F. Saeful Bahri kepada Wahyu Setiawan bahwa telah disiapkan biaya operasional untuk Wahyu Setiawan sebesar Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah) namun Wahyu Setiawan meminta biaya operasional sebesar Rp1.000.000.000,00.
Selanjutnya Agustiani Tio F menyampaikan Saeful Bahri tentang permintaan Wahyu Setiawan sebesar Rp1.000.000.000, Kemudian Saeful Bahri melaporkan permintaan Wahyu Setiawan tersebut kepada terdakwa dan terdakwa menyetujui.
Bahwa Wahyu Setiawan butuh biaya-biaya operasional, untuk Komisioner KPU ada 7 yakni sejumlah Rp1.000.000.000,00,- maka Saeful Bahri sempat melakukan penawaran Rp950.000.000,00,- (sembilan ratus lima puluh juta rupiah) namun tidak direspon sehingga disetujui sebesar Rp1.000.000.000,00,- (satu miliar rupiah).
“Hasto Kristiyanto dituduh memberikan dana Rp400 juta melalui Kusnadi & Donny Tri Istiqamah. Hal ini bertentangan dengan Putusan Pengadilan 18/Pid.SusTpk/2020/PN.Jkt.Pst. Berdasarkan Fakta Hukum yang telah diuji dan diputus pada perkara dengan Terdakwa Saeful Bahri, jelas tertuang sumber dana Rp400 juta adalah berasal dari Harun Masiku, yang kemudian dimasukan di dalam tas, dan tas dititipkan pada Kusnadi,” katanya.
Dakwaan Hasto Kristiyanto putusan. 18/Pid.Sus-Tpk/2020/PN.Jkt.Pst. (Terdakwa: Saeful Bahri) Kusnadi menyerahkan uang titipan dari Hasto sebesar Rp400 juta pada Donny Tri Istiqamah. Selanjutnya bertempat di ruang rapat DPP PDIP, Kusnda selaku Staf DPP PDIP menemui Donny Tri Istiomah, kemudian Kusnadi menyerahkan titipan uang dari Terdakwa sebesar Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah) Harun Masiku menitipkan uang pada Kusnadi sejumlah Rp400 juta, dan kemudian Kusnadi memberikan pada Donny Tri Istiqamah (Berdasarkan Putusan ini, sumber dana bukan dari Hasto Kristiyanto, melainkan dari Harun Masiku).
Bahwa dana operasional tahap pertama tersebut berasal dari Harun Masiku yang yang dibungkus amplop warna coklat di dalam tas ransel warna hitam dengan mengatakan “Mas ini ada perintah Pak Sekjen untuk menyerahkan duit operasional 400 juta ke Pak Saeful, yang 600 juta Harun Masiku,” diterima oleh Terdakwa secara bertahap yakni pada tanggal 16 Desember 2019, sebesar Rp400.000.000,00,- (empat ratus juta rupiah) yang dititipkan oleh Harun Masiku kepada Kusnadi untuk diberikan kepada Donny Tri Istiqomah untuk kebutuhan operasional sebesar Rp100.000.000,00,- (seratus juta rupiah) lalu diserahkan kepada terdakwa di Metropol Megaria sejumlah Rp.300.000.000,00,- (tiga ratus juta rupiah) selanjutnya uang sejumlah Rp200.000.000,00,- (dua ratus juta rupiah) yang telah ditukarkan dalam bentuk dolar senilai SGD 19.000.00,- (Sembilan belas ribu dollar Singapura) diserahkan oleh Agustiani Tio Fridelina kepada Wahyu Setiawan dan sisanya sebesar Rp100.000.000,00,- (seratus juta rupiah) digunakan untuk kepentingan operasional terdakwa.
“Empat perbandingan antara dakwaan dengan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap di atas adalah sebagian kecil dari begitu banyak catatan tim penasihat hukum terhadap dakwaan terhadap Hasto Kristiyanto ini. Selain itu, kami juga menemukan banyak campur-aduknya fakta dan opini atau bahkan Imajinasi sehingga terkesan di-oplos pada sejumlah dokumen yang Kami terima. Hal ini tentu saja berbahaya dan sangat riskan dapat menjauhkan kita dari upaya menemukan kebenaran materil,” ujarnya.
“Oleh karena itu, dengan pradigma berpikir penghormatan terhadap forum pengadilan yang akan berlangsung mulai Jumat, 14 Maret 2025 nanti, kami akan membedah satu persatu tuduhan-tuduhan keliru terhadap Hasto Kristiyanto,” pungkasnya.