Korupsi Pertamina, IPW: Kejagung Jangan Tebang Pilih!

Korupsi Pertamina, IPW: Kejagung Jangan Tebang Pilih!

Nasional | okezone | Sabtu, 8 Maret 2025 - 04:57
share

JAKARTA - Indonesian Police Watch (IPW) menyoroti penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi Tata Kelola Minyak Mentah dan Produk Kilang pada PT Pertamina (Persero), Sub Holding dan Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) tahun 2018-2023. IPW menduga Kejagung telah melakukan praktik tebang pilih. 

Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso mengatakan, penetapan tersangka terhadap Muhammad Kerry Andrianto Riza, Dimas Werhaspati dan Gading Ramadhan Joedo dinilai sebagai unprofessional conduct atau maladministrasi.

“Penyidik mendalilkan terjadi kerugian negara pada ekspor minyak mentah dalam negeri sekitar Rp 35 triliun, impor minyak mentah melalui DMUT/Broker sekitar Rp 2,7 triliun, dan impor BBM melalui DMUT/Broker sekitar Rp9 triliun,”ujar Sugeng, Sabtu (8/3/2025).

Namun anehnya kata dia, dalam cluster pelaku impor dan ekspor minyak tidak ada satu orang pun dari pihak swasta yang ditetapkan sebagai tersangka.

Demikian pula pada cluster kerugian negara dalam Pemberian Kompensasi Rp126 triliun dan Pemberian Subsidi Rp 21 triliun tidak ada tersangka dari unsur pihak swasta.

“Padahal roh tindak pidana korupsi Pertamina ada pada cluster-cluster itu. Penyidik malah  menyimpangkan arah penyidikan, dengan menyasar Muhammad Kerry Andrianto Riza, Dimas Werhaspati dan Gading Ramadhan Joedo yang tidak bersalah,” ungkapnya.

Dikatakannya, tidak ada fakta hukum yang diumumkan penyidik mengenai nama-nama orang dan perusahaan swasta yang mendapat kontrak dari Pertamina yang terlibat dalam kegiatan impor dan ekspor minyak pada rentang waktu tempus delicti 2018 hingga 2023.

“Tidak ada penetapan tersangka untuk cluster pelaku impor dan ekspor minyak sejak 2018 hingga 2023. Padahal penyidik menyatakan terdapat kerugian negara total pada cluster ini sebesar Rp 46,7 Triliun.

“IPW menemukan tidak ada penetapan tersangka dari unsur swasta untuk cluster dalam peristiwa hukum yang mengakibat terjadinya Kerugian Pemberian Kompensasi (2023) sebesar  Rp 126 triliun,”sambungnya.

Demikian pula, tidak ada penetapan tersangka dari unsur swasta untuk cluster dalam peristiwa hukum yang mengakibatkan terjadinya Kerugian Pemberian Subsidi (2023) sekitar Rp 21 triliun.

“IPW mengkritisi  sikap plintat-plintut jaksa dalam membangun konstruksi pidana dengan pemakaian frasa oplosan sebagai korupsi. Ibarat lirik lagu dangdut, kau yang mulai, kau yang mengakhiri”,sindirnya.

 

Menurutnya, dengan menyebutkan minyak oplosan telah menimbulkan kepanikan dalam masyarakat meninggalkan SPBU Pertamina, serta beralih ke SPBU milik asing.

“Dalam perkembangan selanjutnya, baik Jaksa Agung maupun Jampidsus menarik kembali pernyataan tentang oplosan,” ucapnya.

Dijelaskannya, peristiwa yang terjadi memang bukan pengoplosan, melainkan blending, sebuah praktik dalam industri migas yang diatur oleh hukum. Dalam industri migas, proses pencampuran atau blending BBM adalah praktik umum dan sah secara hukum. Blending bertujuan untuk meningkatkan nilai produk, berbeda dengan pengoplosan yang merupakan tindakan ilegal.

“Blending merupakan praktik yang diperbolehkan dalam industri migas dan diatur dalam berbagai regulasi, termasuk Peraturan Menteri ESDM Nomor 32 Tahun 2008 dan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004,” kata Sugeng.

 

Oplosan dan blending adalah dua hal yang berbeda. Oplosan adalah istilah pencampuran yang tidak sesuai dengan aturan. Sedangkan blending merupakan praktik umum (common practice) dalam proses produksi bahan bakar.

“Dalam konteks penyewaan kapal, tidak ada cluster kerugian negara  yang diumumkan oleh jaksa, karena 13 sampai 15 itu merupakan marging keuntungan perusahaan anak Pertamina,"ujarnya.

"Hal ini menambah kacau penyidikan dugaan Tindak Pidana Korupsi Tata Kelola Minyak Mentah dan Produk Kilang pada PT Pertamina (Persero), Sub Holding dan Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) Tahun 2018 sampai dengan Tahun 2023,” tutup Sugeng.

Topik Menarik