Istana: Danantara Lahir untuk Akhiri Paradoks Indonesia
JAKARTA – Kepala Komunikasi Kepresidenan atau Presidential Communication Office (PCO), Hasan Nasbi menyatakan pembentukan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) sebagai ikhtiar pemerintah untuk menyelesaikan paradoks Indonesia. BPI Danantara diketahui dibentuk pemerintah sebagai salah satu instrumen percepatan pembangunan yang akan mengakhiri situasi paradoks di Indonesia.
Kepala Komunikasi Kepresidenan atau Presidential Communication Office (PCO), Hasan Nasbi mengungkapkan, Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, pemilik garis pantai terpanjang di dunia, dengan 17 ribu pulau, dan tutupan hutan tropis salah satu terbesar di dunia. Sumber daya alam yang dimiliki berlimpah, memiliki deposit nikel terbesar di dunia.
Kemudian, penguasa pasar sawit dunia, dan kaya akan produk laut dan perikanan. Sehingga, kata Hasan, bangsa Indonesia harus bisa makmur dan berhak menjadi negara yang kaya.
“Ini ikhtiar pemerintah untuk menyelesaikan paradoks Indonesia, seperti yang dituliskan Presiden Prabowo Subianto dalam buku beliau. Tidak perlu didebat lagi, bangsa kita kaya, harusnya kita lebih makmur. Tetapi kenyataannya, sampai 80 tahun Indonesia berdiri masih ada ketimpangan, masih ada masyarakat yang miskin, masih ada yang belum bisa makan, masih ada wilayah yang tertinggal pembangunan. Ini semua harus segera diselesaikan. Jadi paradoks Indonesia harus diselesaikan,” kata Hasan, dalam siaran persnya, dikutip Selasa (25/2/2025).
Hasan menambahkan, lahirnya Danantara merupakan sebuah badan investasi yang mengkonsolidasikan kekuatan dan kekayaan negara, Indonesia akan lebih fokus menguasai industri strategis. Penguasaan sumber daya alam, kata Hasan, merupakan mandat dari Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33, di mana pada Ayat (3) disebutkan, “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
Hasan menyayangkan karena selama ini sebagian besar sumber daya alam Indonesia diekspor secara mentah, sehingga nilai tambah dan keuntungannya tidak maksimal dinikmati oleh Bangsa Indonesia sendiri.
“Danantara nanti akan membiaya sendiri bidang industri strategis, antara lain untuk hilirisasi nikel, kobal, untuk mengembangkan kecerdasan buatan, untuk pembuatan kilang-kilang minyak dan industri pendukungnya, yang akan menopang bangsa Indonesia melompat sebagai negara maju dengan pertumbuhan ekonomi 8 persen,” katanya.
Peluncuran Danantara merupakan hadiah ulang tahun ke-80 Indonesia yang jatuh tahun ini. Hadirnya Danantara, maka kekayaan dan kekuatan Badan Usaha Milik Negara dikonsolidasikan dalam satu entitas badan pengelola investasi.
Danantara akan mengelola aset Indonesia mencapai Rp14 ribu triliun. Setidaknya menjadikan lembaga ini bukan sekadar lembaga pengelola investasi, namun menjadi instrumen pendorong pembangunan tercapainya cita-cita Indonesia Emas 2045, negara yang maju dengan kesejahteraan merata.
“Hilirisasi adalah penunjang kemajuan, ini instrumen percepatan pembangunan yang banyaknya atau titik beratnya ada pada sektor hilirisasi,” pungkasnya.