Hormati Putusan MK Hapus Presidential Threshold, Yusril: Final dan Mengikat

Hormati Putusan MK Hapus Presidential Threshold, Yusril: Final dan Mengikat

Nasional | sindonews | Jum'at, 3 Januari 2025 - 09:40
share

Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra menghormati putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus syarat ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden atau presidential threshold. Adanya putusan tersebut setiap partai politik peserta Pemilu dapat mencalonkan presiden dan wakil presidennya masing-masing.

"Sesuai ketentuan Pasal 24C UUD 45, putusan MK adalah putusan pertama dan terakhir yang bersifat final dan mengikat (final and binding)," ujar Yusril, Jumat (3/1/2025).

Menurut dia, pemerintah secara internal akan membahas implikasinya terhadap pengaturan pelaksanaan Pilpres 2029.

"Jika diperlukan perubahan dan penambahan norma dalam UU Pemilu akibat penghapusan presidential threshold, maka pemerintah tentu akan menggarapnya bersama-sama dengan DPR," katanya.

"Semua stakeholders termasuk KPU dan Bawaslu, akademisi, pegiat Pemilu, dan masyarakat tentu akan dilibatkan dalam pembahasan itu nantinya,” sambungnya.

Sebelumnya, MK mengabulkan gugatan nomor 62/PUU-XXI/2023 soal persyaratan ambang batas calon peserta Pilpres. Putusan dilaksanakan di ruang sidang Gedung MK, Jakarta, Kamis (2/1/2025).

"Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Suhartoyo.

Norma yang diujikan oleh para pemohon yakni Pasal 222 UU 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, yang menyatakan pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya.

Namun, karena gugatan itu dikabulkan, MK menyatakan Pasal 222 bertentangan dengan UUD 1945. "Menyatakan norma Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," ujar Suhartoyo.

"Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam berita Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana mestinya," tambahnya.

Topik Menarik