Taktik Bung Karno Mengotak Nasution dan Menaikkan Ahmad Yani

Taktik Bung Karno Mengotak Nasution dan Menaikkan Ahmad Yani

Nasional | okezone | Rabu, 11 Desember 2024 - 05:56
share

JAKARTA – Presiden Soekarno atau Bung Karno “mengotak” Letjen TNI Abdul Haris Nasution, dan pada saat yang sama memberi jabatan baru kepada Letjen TNI Ahmad Yani.

Jelang akhir tahun 1963. Ahmad Yani diangkat menjadi Menteri Panglima Angkatan Darat (Menpangad) yang tugas formalnya memimpin pasukan TNI AD.

Sementara tugas Nasution sebagai Kepala Staf Angkatan Bersenjata dibatasi pada urusan administrasi, dilarang mengurusi operasional pasukan.

Langkah politik diambil Presiden Soekarno setelah Nasution diketahui terlibat pembentukan Dewan Banteng dan Dewan Gajah di Sumatera Selatan yang bertujuan merongrong pemerintah.

Dikutip dari buku Kesaksianku Tentang G30 S, Yani mendapat misi khusus dari Presiden Soekarno untuk membatasi desakan kubu Nasution kepada pemerintah.

Tugas yang diemban Yani semacam operasi intelijen. Akibatnya hubungan Nasution dan Yani memburuk.

Awalnya konflik antara dua orang pimpinan angkatan darat itu hanya diketahui kalangan elit. Namun kemudian dalam perjalanannya semakin kentara.

Hal itu setelah Yani melakukan penggantian sejumlah Panglima Daerah Militer (Pangdam) yang diketahui orang-orang Nasution.

 

Pada saat yang hampir sama Presiden Soekarno bersama Wakil Perdana Menteri I Soebandrio mengganti jabatan Nasution yang semula Kepala Staf Angkatan Bersenjata menjadi Penasihat Presiden.

“Tentu saja Nasution harus tunduk pada perintah Presiden,” tulis Soebandrio dalam Kesaksianku Tentang G30 S.

Pada awal Tahun 1964 Presiden Soekarno membubarkan PARAN (Panitia Retooling Aparatur Negara), sebuah lembaga penyelidik anti korupsi yang didirikan Nasution.

Sebagai gantinya, Bung Karno membentuk Komando Tertinggi Retooling Aparatur Revolusi (KOTRAR) yang dipimpin Soebandrio dengan Ahmad Yani sebagai Kepala Staf KOTRAR.

Sejumlah pimpinan Angkatan Bersenjata mencemaskan konflik yang terjadi antara Yani dengan Nasution akan meluas ke kalangan prajurit.

Kekhawatiran itu disampaikan kepada Presiden Soekarno dan langsung memerintahkan sejumlah perwira senior, termasuk Mayjen Soeharto dan Pangdam Jawa Timur Basuki Rahmat untuk menemu Nasution.

 

Tugasnya menyarankan Nasution menyesuaikan diri dengan jalur yang sudah digariskan Presiden Soekarno. “Jangan sampai ada pembangkangan”.

Pada dasarnya Yani dan Nasution sama-sama anti PKI. Yani meski berpihak kepada Bung Karno, tetap tidak menyukai PKI terlalu akrab dengan Bung Karno.  

Sementara Mayjen Soeharto yang mendapat tugas sebagai juru damai, lebih condong kepada Nasution. Konflik Yani dan Nasution realitasnya sulit didamaikan.

Pada pertemuan penting awal tahun 1965 yang dihadiri 12 Jenderal AD di Mabes AD, Yani dan Nasution juga sama-sama tidak hadir.

Pada April 1965 dalam pertemuan yang lebih besar yang dihadiri 200 perwira AD, lagi-lagi keduanya juga enggan hadir hingga meletus Peristiwa G30S PKI pada 30 September 1965.

Topik Menarik