Kabinet Gemuk Prabowo-Gibran Dinilai Kelemahan Pemerintahan Baru
Pengamat Politik Ray Rangkuti menganggap banyaknya calon menteri, wakil menteri, hingga kepala badan dalam pemerintahan yang akan datang, justru menggambarkan kelemahan kepemimpinan Prabowo Subianto.
"Lemah dari aspek apa? Pertama adalah lemah di bawah tekanan partai, ini kabinet yang disebut paling banyak partai politiknya, satu partai aja bisa dapat 8 kursi, partai baru saja bisa dapat 2 hingga 3 kursi, itu partai baru," kata Ray dalam Program Interupsi di iNews, Kamis (17/10/2024).
"Oleh karena itu menurut saya, ini salah satu kelemahan pak Prabowo berhadapan dengan partai partai politik," sambungnya.
Baca juga: Prabowo Keluar dari Rumdin Widya Chandra di Tengah Kabar Pertemuan dengan Megawati
Kedua, Prabowo tidak hanya berhadapan dengan banyaknya partai politik yang telah mendukung dalam pilpres, namun juga berhadapan dengan pemerintahan sebelumnya.
"Kelemahan Pak Prabowo berhadapan dengan pemerintahan yang sebelumnya, dalam hal ini Pak Jokowi, kan ada sekitar 16 katanya ya menteri yang ada di zamannya Pak Jokowi itu juga sekarang ikut lagi kemungkinan akan menjabat sebagai menteri kembali," ucapnya.
Baca juga: Ketum Parpol Bertemu Prabowo di Kemhan, Bahlil: Bahas Pascapelantikan
Menurut Ray Rangkuti, tidak semua kementerian dapat diajak bergabung kembali dalam kabinet pemerintahan selanjutnya. Bahkan, kementerian tersebut harus dievaluasi kinerja sebelumnya.
"Kalau mungkin soal ekonomi kita mengerti, mungkin bagian dari kelanjutan, tapi kalau misalnya Menteri Pemuda dan seterusmya itu ada evaluasi enggak, baik kinerja, moral, maupun peristiwa peristiwa," katanya.
Ketiga, kelemahan Prabowo berada di filosofi kepemimpinannya yang mengatakan harus selalu harmoni. "Disebabkan terlalu dominan kata harmoni dalam dirinya itu lah yang mengakibatkan adanya keinginan merangkul semua kelompok yang mengakibatkan sekarang begitu besar," katanya.
"Yang keempat, kepemimpinan Prabowo itu tidak diorientasikan menghadapi kekinian dan masa depan, mengapa saya mengatakan begitu model kepemimpinan dengan banyak kabinet itu, itu sebetulnya mengandaikan engga ada teknologi," sambungnya.
Menurutnya, banyak kinerja kementerian yang bisa dibantu dengan perkembangan teknologi saat ini, sehingga tidak memerlukan jumlah pemimpin yang banyak.
"Dulu kenapa banyak menteri, karena memang harus ditangani oleh orang, sekarang dengan pertumbuhan teknologi, macam macam, orang mengarah dengan efisiensi dan efektivitas, banyak pekerjaan manusia yang bisa digantikan oleh teknologi," ucapnya.
"Sangat unik di tengah begitu banyak sekali perkembangan teknologi yang dapat membantu efisiensi dan efektivitas pemerintahan, Pak Prabowo malah membesarkan," sambungnya.