Sejarah Baru Kerja Sama Pertahanan Indonesia-Australia
INDONESIA-AUSTRALIA sepakat menandatangani Perjanjian Kerja Sama Pertahanan (Defence Cooperation Agreement/DCA). Prosesi yang digelar di Aula Graha Utama, Akmil, Magelang pada Kamis (29/8/2024) menjadi kado terindah peringatan 75 tahun hubungan diplomatik sekaligus menjadi tonggak sejarah perjalanan hubungan negara bertetangga ini.
Perjanjian terbaru ini membuka lembaran baru kerja sama pertahanan agar semakin kokoh ke depan. Baik Indonesia maupun Australia meyakini DCA ini (selanjutnya disebut DCA 2024) akan mampu secara signifikan membantu mengantisipasi ancaman keamanan di kawasan Asia-Pasifik pada masa mendatang, terutama melalui upaya kerja sama pertahanan kolaboratif demi terjaganya perdamaian dan stabilitas di kawasan secara berkelanjutan.
Dalam ranah hubungan bilateral, DCA 2024 bisa mendukung kerja sama pertahanan Indonesia-Australia semakin kuat dan kokoh dengan memperdalam dialog, memperkuat interoperabilitas , dan meningkatkan pengaturan praktis untuk keuntungan bersama. Sebelumnya, kedua negara telah diikat Perjanjian antara Australia-Indonesia tentang Kerangka Kerja Sama Keamanan (Lombok Treaty) yang diteken pada 2006 dan Deklarasi Bersama tentang Kemitraan Strategis Komprehensif yang disepakati pada 2018.
Penandatanganan DCA 2024 dilakukan Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto dan Deputy Prime Minister and Minister for Defence of Australia The Hon Richard Marles. Kesepakatan atas naskah DCA 2024 telah melalui serangkaian pertemuan di Jakarta pada bulan Mei dan Desember 2023, termasuk di Canberra pada Agustus 2023. Momen final diwarnai dengan kunjungan Prabowo ke Canberra bertemu dengan Perdana Menteri (PM) Australia Anthony Albanese (20/8/2024).
Langkah yang diambil kedua perwakilan negara ini jelas memiliki spektrum jauh ke depan untuk kepentingan kedua negara. Posisinya kian strategis karena Prabowo adalah presiden terpilih pada Pemilihan Presiden 2024 dan akan memimpin Indonesia untuk periode 2024-2029.
Prabowo dalam sambutan usai penandatanganan DCA 2024 menyatakan kesepakatan ini merupakan suatu tonggak bersejarah kelanjutan dari Perjanjian Lombok. Tujuan yang ingin diraih lewat perjanjanjian adalah kesamaan sikap dua negara bertetangga untuk meningkatkan kerja sama saling membantu mengatasi berbagai ancaman keamanan dan mempromosikan perdamaian dan stabilitas berkelanjutan di kawasan Asia Pasifik.
Ini menandakan bahwa kita ingin meneruskan dan memelihara hubungan erat dan hubungan persahabatan yang sangat baik. Saya bertekad untuk menjaga hubungan Indonesia-Australia untuk menjadi lebih baik di masa yang akan datang, sambung Menhan RI, seperti dikutuip dari situs kemhan.go.id .
Richard Marles menyebut DCA 2024 sebagai perkembangan paling signifikan dalam sejarah hubungan bilateral kedua negara. Perjanjian ini bersifat mengikat secara hukum, sehingga menunjukkan komitmen serius kedua negara meningkatkan dan memperkuat hubungan pertahanan dalam kerangka kemitraan strategis dan komprehensif. Kami menghormatinya. Kami adalah sahabat dekat dan itu terlihat dalam perjanjian yang telah kami tandatangani hari ini, jelasnya.
Di antara pertimbangan meningkatkan status DCA 2024 menjadi perjanjian yang mengikat secara hukum adalah intensitas peningkatan kegiatan kerja sama militer kedua negara dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, khususnya di bidang pendidikan dan pelatihan.
Beberapa kegiatan dimaksud antara lain pengiriman Taruna TNI untuk belajar diAustralian Defence Forces Academy(ADFA) dan Royal Military College, di Duntroon; rencanaJointUNMissionantara TNI dan Australian Defence Force (ADF); serta peningkatan intensitas latihan gabungan (latgab), baik antar-matra maupun gabungan tiga matra kedua negara.
Peningkatan status DCA 2024 juga menunjukkan kian kuatnya kepercayaan Indonesia-Australia. Kedua negara telah menjalin kerja sama pertahanan selama hampir 60 tahun sejak tahun 1967. Tahun demi tahun kemitraan RIAustralia semakin kuat dan telah memberikan manfaat yang jauh lebih luas bagi kedua negara, bahkan di masa-masa sulit.
Kokohnya hubungan Indonesia-Australia diakui Prabowo saat berada di Canberra. Kepada wartawan yang menemuinya di Gedung Parlemen Australia, ia menyatakan Indonesia selalu mengingat peran Australia sebagai salah satu negara pertama yang mendukung perjuangan meraih kemerdekaan. Karena itulah ia menyampaikan tekadnya melanjutkan hubungan bertetangga yang sudah berjalan baik. Dalam pandangannya, Australia memainkan peran yang sangat penting bagi Indonesia.
Adapun PM Albanese menyatakan komitmen pemerintah Australia bekerja sama dengan Indonesia untuk membentuk tipe "kawasan yang damai, stabil, dan makmur, serta menghormati kedaulatan." Lantas, peningkatan kerja sama pertahanan seperti apa yang bakal dilakukan kedua negara?
Wakil Perdana Menteri, Hon Richard Marles MP seperti dikutip dari ABC News dalam kesempatan sama merinci poin kerja sama pertahanan antara Australia dan RI yang lebih kuat dan semakin dalam, di antaranya membangun kemampuan inter-operasional lebih besar di antara kekuatan pertahanan Australia-Indonesia.
Melihat dinamika yang selama ini mewarnai relasi kedua negara, terutama keterlibatan Negeri Benua Hijau ini dalam aliansi Australia, Inggris, dan Amerika Serikat (AUKUS), skeptisme akan kekuatan fondasi DCA 2024 ini masih muncul. Apalagi Australia memiliki track record buruk, yakni mengkhianati Perjanjian 1995 karena keterlibatannya dalam pemisahan Timor Timur. Karena itu patut ditelisik sejauh mana hubungan kedua negara terbangun dan memberi fondasi keberlanjutan hubungan di masa depan? Dan langkah apa saja yang perlu dilakukan untuk memperkuat komitmen kerja sama pertahanan?
Dinamika dan Perspektif Hubungan
Pada 28 Maret 2024 lalu, Indonesia memperingati 75 tahun hubungan bilateral Indonesia-Australia. Perayaan yang dihadiri Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri Indonesia, Abdul Kadir Jailani, dan Duta Besar Australia untuk Indonesia, Penny Williams ditandai peluncuran logo resmi Peringatan ke-75 Hubungan Bilateral RI-Australia. Dikutip dari kemlu.co.id, logo berdesain Garuda dan Kanguru, bercorak merah, putih, biru melambangkan ciri masing-masing negara. Logo ini digunakan sepanjang setahun perayaan di 2024.
Pada kesempatan itu, Abdul Kadir Jailani menyampaikan bahwa dalam hidup tidak dapat memilih tetangga, dan hubungan Indonesia-Australia adalah takdir. Oleh karena itulah, Indonesia dan Australia sudah selayaknya bergandengan tangan meraih kemajuan bersama. Dalam pandangannya, 75 tahun hubungan diplomatik telah menciptakan banyak kolaborasi dan membuka kesempatan luas dan menguntungkan antar-masyarakat kedua negara. Dia meyakini, ke depan masih banyak peluang potensial lainnya yang bisa dieksplorasi.
Sebagai negara bertetangga, persinggungan Indonesia-Australia memang tidak terhindarkan, dengan segala dinamika yang terjadi di dalamnya. Secara historis, hubungan keduanya sudah terjalin di era kemerdekaan 1945. Australia adalah pendukung utama kemerdekaan Indonesia dan menjadi negara pertama yang mengirimkan misi diplomatik untuk bertemu Presiden Soekarno.
Laporan Hubungan Indonesia dan Australia Capai Titik Balik yang Strategis Meski Banyak Kesalahpahaman yang ditulis Tasha Wibawa menyebut tonggak sejarah hubungan bilateral Indonesia-Australia dimulai saat Soekarno memilih Negeri Kanguru mewakili Indonesia dalam diskusi-diskusi di tingkatPBB, yang berujung pada pengakuan kemerdekaan Indonesia pada 27 Desember 1949.
Dalam perjalanan, kedua negara telah berusaha mendekatkan satu sama lain lewat ikatan kerja sama. Tercatat, sejumlah perjanjian telah diteken pemerintah kedua negara. Sejak 1995, sudah ada lima perjanjian resmi telah ditandatangani. Masing-masing Perjanjian 1995, Perjanjian Lombok 2006, dua Perjanjian Kerja Sama Pertahanan yang berkaitan dengan Perjanjian Lombok, dan Pemahaman Bersama tentang Keamanan 2014.
Pada perjanjian 1995 yang ditandatangani Menteri Luar Negeri Australia Gareth Evans dan Menteri Luar Negeri Indonesia Ali Alatas di Jakarta pada 18 Desember 1995 di antaranya menegaskan kembali kedaulatan dan integritas wilayah masing-masing dan komitmen kedua negara terhadap Piagam PBB yang akan memastikan Indonesia-Australia menyelesaikan setiap potensi perselisihan dengan cara damai.
Sayangnya, krisis Timor-Timur pada 1999 yang menyeret keterlibatan Australia menghancurkan ikatan tersebut. Indonesia tidak hanya menganggap Australia tidak konsisten dengan isi dan semangat Perjanjian 1995, tapi juga resmi membatalkan perjanjian tersebut. Hubungan Indonesia-Australia kembali pulih yang ditandai dengan Perjanjian Lombok (Lombok Treaty/Agreement between the Republic of Indonesia and Australia on the Framework for Security Cooperation) yang diteken pada 2006.
Tragedi Bom Bali pada 2002 dan Forum Menteri Indonesia-Australia Keenam pada 2003 juga dianggap sebagai katalisator terajutnya kembali hubungan baik itu. Selanjutnya, Perjanjian Lombok diperkuat melalui Deklarasi Bersama Australia dan Indonesia mengenai Kemitraan Strategis Komprehensif.
Seperti termuat dalam artikel Kemitraan Pembangunan dengan Indonesia yang dimuat situs indonesia.embassy.gov.au , kemitraan menetapkan agenda ambisius untuk memperdalam dan memperluas kerja sama di segala aspek, termasuk komitmen bekerja bersama membangun wilayah Indo-Pasifik yang makmur dan stabil. Selain itu kemitraan juga diarahkan secara menyeluruh untuk mendorong kemakmuran, stabilitas dan ketahanan Indonesia, dan ikatan kuat antara dua negara.
Selain menelusuri perjalanan sejarah dan dinamika kerja sama yang dibangun Indonesia-Australia, kekuatan fondasi dan masa depan relasi yang terbangun juga perlu memahami perspektif kedua negara dalam memandang masing-masing counterpart mereka.
Dari sisi Indonesia, misalnya. Buku Pertahanan Indonesia 2015 melihat realitas Australia sebagai tetangga yang berdekatan secara geografis, dan menempatkannya pada posisi penting secara geopolitik untuk menjalin hubungan bilateral dan berkontribusi menciptakan stabilitas dan perdamaian kawasan.
Bagaimana dengan persepsi The Land Down Under terhadap Indonesia? Buku Putih Pertahanan (Defence White Paper) yang dirilis berturut-turut pada 1976, 1987, 1994, 2000, 2009, 2013, dan 2016 selalu menempatkan Indonesia pada prioritas hubungan dan menjadi bagian penting kebijakan negara tersebut. Pada Buku Putih Pertahanan 1976 yang dirilis setelah 30 tahun hubungan diplomatik kedua negara, Indonesia dipandang memiliki posisi geopolitik strategis dalam setiap strategi militer ofensif terhadap Australia.
Variabel ini memberi Australia kepentingan abadi dalam keamanan dan integritas Republik Indonesia dari pengaruh eksternal. Pada sudut pandang berbeda, Australia memandang Indonesia memiliki keuntungan besar keberadaan tetangga bersahabat di selatannya, yang memiliki kepentingan strategis dasar sama, dan mampu memberikan kontribusi militer signifikan untuk mencegah dan membendung setiap ancaman yang mungkin terjadi di masa mendatang.
Australia juga memahami bahwa Indonesia adalah negara besar dengan banyak masalah nasional yang mendesak. Di sisi lain kekuatan militer yang efektif merupakan elemen penting dalam ketahanan nasional. Untuk itu, meski terbatas, Australia dapat bekerja sama dan membantu mempertahankan dan mengembangkan keterampilan dan kapasitas untuk mendukung kepentingan tersebut.
Untuk tujuan itu, pada era 1970-an kedua negara menjalankan program kerja sama pertahanan seperti pengembangan kemampuan Indonesia untuk pengawasan maritim, pelatihan prajurit Indonesia, dan sesekali menggelar latihan gabungan. Perspektif demikian secara garis besar terus menjadi roh dalam periode selanjutnya seperti termaktub dalam Buku Putih Pertahanan 1987, 1994, 2000, 2009, 2013, dan 2016.
Dalam Buku Putih Pertahanan 2016, Indonesia menempati sub pembahasan khusus setara dengan kawasan Asia Tenggara. Pada buku putih pertahanan teranyar ini, Australia menegaskan Indonesia sebagai negara tetangga dekat dan sangat vital. Negara yang namanya dipopulerkan Matthew Flinders dari bahasa latin terra australis atau Tanah Selatan itu telah memprediksi Indonesia menjadi negara ekonomi besar pada 2035, dan pertumbuhan ini menghadirkan peluang untuk membangun kesejahteraan bagi Australia dan Indonesia.
Selain itu, dengan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, Australia melihat Indonesia memiliki potensi meningkatkan pengaruh regional dan global, serta akan menjadi pembelanja pertahanan terbesar di Asia Tenggara. Bagi Australia, modernisasi angkatan bersenjata Indonesia dan pengaruh Indonesia yang semakin besar merupakan perkembangan positif yang akan menambah keamanan Indonesia, dan keamanan kawasan.
Disebut pula, keamanan Indonesia merupakan kepentingan Australia dan peningkatan kemampuan militernya akan memberikan peluang bagi Australia dan Indonesia untuk bekerja sama secara lebih efektif guna merespons berbagai dinamika tantangan. Karena itu, Australia akan terus memperluas kerja sama pertahanan dengan cara yang menguntungkan kedua negara.
Sedangkan dalam kerja sama pertahanan, hubungan kuat dan produktif dengan Indonesia sangat penting bagi keamanan nasional Australia. Kedua negara yang berbagi perbatasan maritim memiliki kepentingan bersama dan abadi dalam keamanan dan stabilitas, pergerakan bebas perdagangan dan investasi, penanggulangan terorisme, dan penyelundupan manusia.
Australia pun menyambut baik peningkatan fokus Indonesia pada urusan maritim dan Australia akan mengupayakan kerja sama yang lebih besar dalam kegiatan keamanan maritim yang berkontribusi pada kawasan yang stabil dan makmur.
Perkokoh Kerja Sama Berkelanjutan
Hubungan Indonesia-Australia sesungguhnya diawali dengan start yang sangat positif, yakni dukungan Australia akan kemerdekaan Indonesia. Namun dalam perjalanannya, dinamika acap kali mengganggu kerja sama kedua negara. Puncak kemerosotan terjadi saat kemerdekaan Timor-Timur pada 1999, Keterlibaan Australia menyinggung Indonesia, hingga kemudian membatalkan Perjanjian 1995.
Pun setelah Perjanjian Lombok 2006 yang dianggap sudah memberi fondasi kerja sama yang kokoh, hubungan Indonesia-Australia masih saja diwarnai gejolak. Di antara persoalan paling mengemuka adalah ketika Australia mengumumkan terbentuknya AUKUS pada 2021. Salah satu program yang ditarget AUKUS adalah pengembangan armada kapal selam bertenaga nuklir, SSN-AUKUS, untuk memperkuat Angkatan Laut Kerajaan Australia. Rencananya kapal selam sudah beroperasi pada awal 2040-an.
Atas langkah tersebut, Kementerian Luar Negeri Indonesia sempat menyampaikan kekhawatirannya akan tujuan dan sasaran AUKUS, mengingat penggunaan dan pengembangan teknologi nuklir Australia dapat berdampak negatif terhadap Indonesia. Namun seiring berjalannya waktu, pemerintah melunakkan pendiriannya. Seperti pernah disampaikan Presiden Jokowi , AUKUS harus dilihat sebagai mitra Indonesia, bukan pesaing.
Yokie Rahmad Isjchwansyah dalam tulisan What Can Indonesia Expect From Its Anticipated Defense Cooperation Agreement With Australia?, yang dirilis jurnal The Diplomat pada 11 April 2024, menilai Indonesia perlu memperjelas posisinya terkait pakta pertahanan AUKUS. Apalagi sebagai negara bertetangga dan berbagi perbatasan maritim, penggunaan energi nuklir sangat riskan berpengaruh ke Indonesia.
Namun penandatangan DCA 2024 membuktikan isu AUKUS dan isu-isu lain yang mewarnai dinamika hubungan Indonesia-Australia tidak menggoyahkan semangat kedua negara untuk memperkuat kerjasama pertahanan. Tentu saja, DCS 2024 yang dianggap sejarah baru perjalanan hubungan negara bertetangga ini masih perlu diuji seiring dengan perjalanan waktu dan tantangan yang akan terjadi di masa mendatang.
Pekerjaan rumah yang perlu dilakukan pasca-penandatanganan DCA 2024 adalah bagaimana Indonesia-Austria mengawal implementasi target yang ingin dicapai, yakni mendukung kerja sama pertahanan semakin kuat dan kokoh dengan memperdalam dialog, memperkuat interoperabilitas , dan meningkatkan pengaturan praktis untuk keuntungan bersama kedua negara.
Buku Putih Pertahanan 2016 menyebut, sejak Perjanjian Lombok 2006, Indonesia-Australia telah memperdalam kerja sama melalui Pengaturan Kerja Sama Pertahanan 2012, dan Kesepahaman Bersama 2014 tentang Kerja Sama Intelijen. Kerja sama juga diperkuat dengan dialog strategis, termasuk pembicaraan gabungan Menteri Pertahanan dan Luar Negeri 2+2, Komite Tingkat Tinggi yang dipimpin Kepala Angkatan Pertahanan, Dialog Strategis Pertahanan Indonesia-Australia, dan pembicaraan Angkatan Laut, Angkatan Darat, dan Angkatan Udara.
Selain itu, kedua negara bekerja sama melawan ancaman keamanan bersama, seperti kontra-terorisme, keamanan maritim, bantuan kemanusiaan dan penanggulangan bencana, pemeliharaan perdamaian, dan intelijen. Keduanya juga melakukan kemitraan pelatihan dan pendidikan militer profesional yang dilakukan lewat pertukaran staf perguruan tinggi, tim pelatihan keliling, dan kursus bahasa Inggris yang membangun pendekatan bersama dan saling pengertian.
Buku Putih Pertahanan 2016 juga menyinggung komitmen Australia membangun fondasi yang kuat untuk mendukung Indonesia memodernisasi pasukan pertahanan. Australia juga ingin memperdalam kemitraan pertahanan dengan Indonesia melalui kerja sama angkatan laut, angkatan darat, dan angkatan udara; memperluas pola pelatihan, latihan, dan operasi yang komprehensif; dialog kebijakan dan perencanaan yang lebih sering; dan pertukaran intelijen.
Dari sisi Indonesia juga mempunyai keinginan sama untuk memperkuat kerja sama pertahanan dengan Australia. The Diplomat mengungkap adanya Cetak Biru Diplomasi Militer Indonesia 2019-2024 yang menempatkan Australia sebagai prioritas pertama dan mengkategorikan sebagai mitra strategis komprehensif.
Kemitraan diwujudkan dalam intensitas latihan militer kedua negara seperti lewat Super Garuda Shield, latihan militer gabungan yang diselenggarakan Indonesia dan secara rutin diikuti oleh Australia. Australia juga telah memberikan 15 kendaraan tempur Bushmaster Protected Mobility Vehicles untuk mendukung keterlibatan Indonesia dalam Operasi Pemeliharaan Perdamaian PBB.
Saat penandatanganan DCA 2024 di Akmil Magelang juga disinggung kegiatan pendidikan dan latihan yang diprakarsai kedua negara berupa pengiriman Taruna TNI untuk belajar diADFA dan Royal Military College, rencanaJointUNMissionantara TNI dengan ADF, serta rencana semakin mengintensfikan latma yang melibatkan militer kedua negara.
Kegiatan pendidikan dan latgab menjadi media strategis untuk membangun pemahaman dan persahabatan, sehingga perlu diteruskan dan ditingkatkan. Bahkan kedua negara sudah mengagendakan latihan militer gabungan terbesar sepanjang sejarah pada November 2024.
Dengan adanya DCA 2024, keinginan Indonesia-Australia untuk memperkuat dan memperluas kerja sama pertahanan sudah tidak memiliki halangan. DCA 2024 menunjukkan keyakinan bulat dan keseriusan para decision maker kedua negara membuka lembaran baru melalui perjanjian yang bersifat mengikat secara hukum. Perjanjian terbaru ini secara teoritis akan menjadi fondasi yang sangat kuat untuk menopang kerjasama pertahanan di masa mendatang.
Berdasar realitas yang ditunjukkan perspektif masing-masing negara berdasar buku putih pertahanan yang dirilis, kedua negara bertetangga memiliki banyak titik temu saling membutuhkan, baik dari sisi geo-politik, geo-militer maupun geo-ekonomi. Karena itulah, kerja sama pertahanan dan kerja sama bidang-bidang lain secara lebih luas bisa dianggap wujud national interest kedua negara, dan tidak ada pilihan lebih baik dari itu.
Terwujudnya kerja sama pertahanan yang kokoh bukan hanya menjamin pertahanan dan keamananan masing-masing negara -seperti dalam menghadapi isu terorisme dan penyelundupan manusia, tapi sekaligus berdampak positif pada stabilitas di kawasan, dalam hal ini Indo-Pasifik. Terjaganya stabilitas serta-merta akan mendukung terwujudnya kemakmuran kedua negara.
Meski demikian, hubungan sudah pasti tidak akan selalu berjalan mulus. Kedekatan Australia dengan AS, dengan segala kepentingan yang dimainkan, termasuk dalam konteks konflik di Indo-Pasifik vis a vis China, akan menempatkan Indonesia yang merupakan negara non-blok dalam pusaran pertarungan. Begitu juga perbedaan budaya yang kontras sangat mungkin menjadi faktor penghambat kerja sama. Isu-isu yang terjadi di Timor Leste dan Papua, suka tidak suka juga masih akan menggeret Australia.
Kemampuan Indonesia-Australia menyelesaikan segala dinamika dalam perjalanan sejarah dengan pendekatan persahabatan sebagai negara bertetangga membuat kerja sama tetap kokoh. Namun, berdasar pengalaman yang telah terjadi, ada satu rambu yang haram dilanggar kedua negara, yakni melakukan intervensi yang mengganggu kedaulatan negara masing-masing. Jangan sampai Indonesia terluka dua kali, hingga DCA 2024 membatalkan perjanjian seperti halnya Perjanjian 1995. ( * )