Kisah Serangan Bertubi-tubi Raden Mas Said ke Penjajah Belanda di Ponorogo
RADEN Mas Said atau yang dijuluki Pangeran Sambernyawa terkenal licin dan cerdas dalam melakukan serangan ke VOC Belanda . Perlawanan ia mulai sekitar 1752, kala itu Raden Mas Said memulai pergerakan dengan menembus hutan.
Perjalanan ini melalui jalan kecil tidak dikenal yang membentang di atas Gunung Lawu. Said kemudian tiba di Jogorogo setelah melanjutkan perjalanan usai serangan keempat yang dilakukan bersama para pemberontak di Ponorogo.
Serangan ini merupakan yang kesekian, setelah tiga serangan di bawah Pangeran Mangkubumi sebelumnya menemui kegagalan. Pada saat itu, Ponorogo berada di bawah kekuasaan Madiun. Pada pertempuran itu, Bupati Ponorogo Raden Adipati Surodiningrat yang berkoalisi dengan VOC Belanda gugur.
Dikutip dari "Antara Lawu dan Wilis : Arkeologi, Sejarah, dan Legenda Madiun Raya Berdasarkan Catatan Lucien Adam Residen Madiun 1934 - 38, Gubernur Jenderal VOC Belanda Jacob Mossel yang menjabat 1750-61, melukiskan bahwa konstelasi konflik tersebut menyebabkan sang bupati wafat karena situasi rumit di antara pendukung Raja Mataram.
Menariknya, antara Pangeran Mangkubumi dan Raden Mas Said akhirnya bisa bertemu di lereng Gunung Lawu. Sebelumnya, Pangeran Mangkubumi terlebih dahulu berupaya melakukan serangan ke Ponorogo, yang menjadi penguasaan VOC Belanda.
Pasca pertemuan itu, kedua pasukan menyatukan kekuatan hingga menuju utara Gunung Lawu melalui Jogorogo, yang kini masuk Ngawi. Serangan-serangan yang sebelumnya gagal, pada serangan keempat akhirnya berhasil ditaklukkan.
Penaklukkan Ponorogo oleh Raden Mas Said atau Pangeran Sambernyawa membuat berhasil menyita harta benda milik sang penguasa di sana. Harta benda milik Surodiningrat lantas dikumpulkan dan ditawarkan ke Pangeran Bali, dengan imbalan permintaan bantuan.
Setelah menguasai Ponorogo, Mas Said menunjuk bupati dan jajaran penguasa baru bagi daerah ini. Namun demikian, sejatinya hak pengangkatan tersebut dimiliki oleh Mangkubumi, yang sesungguhnya dihormati oleh Mas Said sebagai orang yang kontra raja.
Ketika kemudian Mangkubumi membatalkan pengangkatan yang dilakukan oleh Mas Said tersebut, terjadi perselisihan di antara keduanya. Di Ponorogo, terdapat cerita rakyat yang muncul tentang pertentangan kedua pemimpin tersebut.
Menurut narasi cerita tersebut, pertentangan keduanya terjadi setelah Mas Said tidak menawarkan dua perempuan atau penari bedaya, yang ditangkapnya di Ponorogo, yakni Ismoyowati atau Pun Saripi dan Marion?ng atau Pun Samp?t, kepada sang ayah mertua Mangkubumi.