Ketika Prabu Siliwangi Murka Dengar Anak Buahnya Memeluk Islam

Ketika Prabu Siliwangi Murka Dengar Anak Buahnya Memeluk Islam

Nasional | okezone | Sabtu, 7 September 2024 - 08:00
share

PRABU SILIWANGI, penguasa Kerajaan Pajajaran konon memiliki kedekatan dengan Islam. Hal ini karena keluarga besarnya sudah ada yang memeluk agama yang baru masuk di Pulau Jawa kala itu.

Bahkan satu dari beberapa anggota keluarga Prabu Siliwangi merupakan Wali Sanga atau penyebar agama Islam di Pulau Jawa yang terkenal, yakni Sunan Gunung Jati. Sunan Gunung Jati atau yang bernama asli Syarif Hidayatullah ini memang memerintah di Cirebon, usai diangkat kakeknya Pangeran Cakrabuwana.

Pasca pelantikan itu, wilayah Cirebon memutus untuk berdikari alias lepas dari Kerajaan Pajajaran. Konon saat itu Sri Baduga Maharaja atau Prabu Siliwangi baru saja menempati Istana Sang Bhima.

Istana ini dikisahkan pada buku "Hitam Putih Pajajaran : dari Kejayaan hingga Keruntuhan Kerajaan Pajajaran" tulisan Fery Taufiq El Jaquene, dulunya diberi nama Surawisesa. Tapi penyebaran Islam yang masif sempat membuat ia marah.

Apalagi anak buahnya bernama Tumenggung Jagaya justru memutuskan masuk Islam, padahal sebelumnya sempat diperintahkan Pakuan Pajajaran ke Cirebon. Hal ini diawali dengan adanya pasukan dari Pajajaran yang diutus ke Cirebon, total ada 60 anggota pasukan diutus ke Cirebon.

Saat berada di tengah perjalanan Jagabaya tak menyadari bila pasukan Demak sudah bersiaga. Pasukan pimpinan Jagabaya ini akhirnya tak berdaya dengan pasukan Demak dan Cirebon, dengan skala yang begitu besar. Akhirnya pertempuran tidak terjadi, hanh terjadi justru adanya perundingan Cirebon - Demak, dengan Pajajaran.

Jagabaya pun akhirnya terpaksa menyerahkan diri dan memeluk agama Islam. Hal ini membuat Sri Baduga Maharaja marah dan berusaha menyerang Cirebon. Tetapi pasukan ini berhasil dicegah oleh pendeta tertinggi di Keraton Ki Purea Galih. Ia menjelaskan bahwa Cirebon merupakan warisan Cakrabuwana dari mertuanya bernama Ki Danusela, dan daerah sekitarnya telah diwarisi dari kakeknya Ki Gedeng Tapa, ayah Subanglarang, santri Syekh Quro.

Cakrabuwana sendiri dinobatkan oleh Sri Baduga Maharaja, yang pada waktu itu belum menjadi Susuhunan sebagai penguasa Cirebon, dengan menyandang gelar Sri Mangana. Sebab Syarif Hidayatullah dinobatkan oleh Cakrabuwana dan juga masih cucu Sri Baduga, maka alasan pembatalan penyerangan dari Pajajaran ke Cirebon, mampu diterima oleh penguasa Cirebon.

Seiring waktu berlalu konon perselisihan Pajajaran dengan Cirebon, semakin memanas diakibatkan terjadinya perkawinan putra putri dari Demak dan Cirebon. Akibat pernikahan politis antara Cirebon dan Demak ini, Sri Baduga Maharaja begitu mencemaskan persekutuan antara Cirebon dan Demak.

Menyadari adanya kecemasan dari Prabu Siliwangi, Pangeran Cakrabuwana dan Susuhunan Jati Syarif Hidayat tidak ingin menciptakan masalah rumit. Mereka tetap menghormati Sri Baduga karena masing-masing sebagai ayah dan kakek. Oleh sebab itu, walaupun sempat memanas, tetapi permusuhan Pajajaran dengan Cirebon tidak sampai ke arah peperangan, yang melumpuhkan sektor - sektor pemerintahan.

Sri Baduga dikisahkan sebenarnya hanya mempermasalahkan kedekatan Cirebon dengan Demak yang terlalu akrab, alhasil Prabu Siliwangi tidak menyukai hal tersebut. Sedangkan terhadap agama Islam, Sri Baduga tidak ada rasa benci dan ingin menghilangkan agama tersebut.

Sebab ia salah seorang yang memiliki permaisuri Subanglarang, yang memeluk agama Islam. Kemudian anaknya bernama Walangsungsang alias Cakrabuwana, Lara Santang, dan Raja Sangara sejak kecil telah diizinkan orang tuanya mengikuti agama yang dianut ibunya, Islam.

Topik Menarik