Karier Cemerlang Letjen Sugiono, Putra Angkat Letjen Anumerta S. Parman yang jadi Korban G30S/PKI
JAKARTA - Karier cemerlang Letjen Sugiono, putra angkat Letjen Anumerta S. Parman yang jadi korban G30S PKI . Apalagi, peristiwa G30S PKI masih melekat dalam ingatan masyarakat Indonesia.
Peristiwa G30S PKI berakhir tragis, enam jenderal dan satu perwira pertama dibunuh dan jenazahnya dibuang ke sebuah sumur tua di Lubang Buaya, Jakarta Timur. Salah satunya adalah Letjen Sugiono.
Berikut ini karier cemerlang Letjen Sugiono, putra angkat Letjen Anumerta S. Parman yang jadi korban G30S PKI:
Letjen Sugiono lahir pada tanggal 10 September 1948. Pada tahun 1968, ia diterima sebagai taruna di AKABRI Udara dan lulus pada tahun 1971 dengan menyandang gelar pangkat letnan dua infanteri.
Sebagai perwira infanteri, Sugiono pernah menduduki berbagai macam jabatan. Pada 2 Januari 1968, Sugiono dilantik menjadi Komandan Batalyon Infanteri Lintas Udara 501/ Bajra Yudha. Selama ia bertugas di Madiun ia berpangkat Letnan Kolonel.
Kemudian, pada 1992 Sugiono menjabat sebagai Komandan Brigade Infanteri Lintas Udara 17/Kujang I yang memiliki tempat markas di Cijantung. Sugiono yang memiliki pangkat Kolonel ia harus memimpun Brigade yang posisinya dibawah Kostrad selama kurang lebih setahun.
Sayangnya, pada tahun 1993 ia dimutasikan menjadi salah satu ajudan Presiden Soeharto yang berasal dari TNI AD untuk menggantikan posisi Wiranto yang mendapatkan promosi jabatan sebagai Kepala Staff Komando Daerah Militer Jaya. Ia menjadi ajudan presiden kurang lebih selama 2 tahun. Lalu, ia mendapatkan promosi jabatan menjadi Komandan Paspampres dan dilantik pada 14 Juli 1965.
Sementara itu, Gerakan 30 September (G30S) adalah sebuah peristiwa berlatar belakang kudeta yang terjadi selama satu malam pada tanggal 30 September hingga 1 Oktober 1965 yang mengakibatkan gugurnya enam jenderal serta satu orang perwira pertama militer Indonesia dan jenazahnya dimasukkan ke dalam suatu lubang sumur lama di area Lubang Buaya, Jakarta Timur.
Presiden Soekarno menyebut peristiwa ini dengan istilah GESTOK (Gerakan Satu Oktober), sementara Presiden Soeharto menyebutnya dengan istilah GESTAPU (Gerakan September Tiga Puluh), dan pada Orde Baru, Presiden Soeharto mengubah sebutannya menjadi G30S/PKI (Gerakan 30 September PKI). Sejarah penghianatan terbesar yang ada dalam sejarah Indonesia PKI atau Partai komunis Indonesia dianggap bertanggung jawab atas peristiwa ini.