Kisah Pangeran Diponegoro Libatkan Perampok saat Perang Lawan Belanda

Kisah Pangeran Diponegoro Libatkan Perampok saat Perang Lawan Belanda

Nasional | okezone | Senin, 26 Agustus 2024 - 05:51
share

MALANG - Pangeran Diponegoro konon pernah mengerahkan kawanan perampok untuk melakukan perlawanan ke Belanda. Saat itu, para perampok dan bandit bergabung dengan pasukan Pangeran Diponegoro dari kalangan petani, santri dan tokoh ulama.

Perampok yang ditakuti masyarakat itu berhasil ditundukkan Pangeran Diponegoro. Bersama Pangeran Diponegoro, kawanan perampok itu mau berjuang untuk mengusir penjajah Belanda. Sang pangeran memang kerap kali memanfaatkan kekuatan lokal pedesaan tempat sekitar lokasi perang.

Tugas utama mereka adalah mencegah kedatangan bala bantuan Belanda. Mereka diperintahkan untuk menebangi pohon - pohon dan ditaruh melintang di jalan, membakar jembatan - jembatan kayu, dan memblokade jalan dengan menggali lubang - lubang jebakan yang di dalamnya telah menunggu bambu - bambu runcing.

Dikisahkan dalam buku "Takdir Riwayat Pangeran Diponegoro 1785 - 1855" tulisan Peter Carey, pasukan Pangeran Diponegoro lainnya berusaha untuk  melumpuhkan jalur komunikasi Belanda dan memutuskan perbekalan musuh. Di sisi lain, untuk mengamankan jalur komunikasi dan suplai jalur pasukannya, Pangeran Diponegoro menunjuk Mangkudiningrat I, putra pamannya, yang ditunjuk sebagai kapten kapal penyeberangan di Kali Progo.

Para bandit profesional, yang konon dahulu sebelum perang ditakuti oleh warga desa, juga turut dihadirkan menambah kekuatan pasukan di bawah pimpinan Pangeran Diponegoro. Para bandit ini ditugaskan mengamankan jalur - jalur komunikasi dan ikut ambik bagian dalam pasukan, sehingga hubungan Pangeran Diponegoro dengan elemen yang tidak bersih ini langsung menimbulkan kontroversi.

Konon pasukan Pangeran Diponegoro sangat mahir melakukan pengadangan dan penyergapan. Taktik yang sangat mereka pasukan Diponegoro gemari adalah bersembunyi di rerumputan tinggi di sisi jalan yang akan dilewati musuh. 

 

Lalu ketika musuh lewat menembak dalam formasi setengah lingkaran, yakni prajurit yang bersembunyi dalam posisi tiarap menembakkan bedil mereka langsung ke arah musuh, yang disergap dari depan dan kedua sayap.

Tembok batu mengitari desa - desa yang dulunya dibangun mencegah gerombolan perampok yang berniat menjarah, sekarang dimanfaatkan dengan hasil sangat baik, seolah menjadi tempat berbenteng, seperti bekas Keraton Sunan Amangkurat I.

Menyusul keberhasilan aksi - aksi pengadangan itu, penduduk desa - desa yang berdekatan tertarik ikut bergabung dalam perang. Dengan menggunakan peralatan petani mereka mengganggu gerakan mundur pasukan gerak cepat Belanda, yang sering sudah terkepung. 

Maka alasan pendirian benteng - benteng Belanda sebagian merupakan jawaban atas tantangan situasi ini.

Konon beberapa sumber dan catatan sejarah menyebutkan pasukan Pangeran Diponegoro dipersenjatai dengan senjata api, yang diperintahkan dibeli. Beberapa persenjataan dari Belanda, berhasil dirampas, termasuk meriam, juga dimanfaatkan. 

Teknik - teknik artileri Eropa dipelajari dengan seksama. Saat mengepung Yogya, pangeran komandan tentara Diponegoro pernah mencatat bahwa meriam Belanda itu selalu ditembakkan terlalu tinggi karena pasukan artilerinya menggunakan terlalu banyak bubuk mesiu. 

Topik Menarik