Mahfud MD Cerita Ketegangan Para Tokoh Senior dan Anak Muda Jelang Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

Mahfud MD Cerita Ketegangan Para Tokoh Senior dan Anak Muda Jelang Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

Nasional | okezone | Jum'at, 16 Agustus 2024 - 16:28
share

JAKARTA Mahfud MD mengisahkan kembali ketegangan antara para tokoh senior bangsa dan kalangan generasi muda beberapa hari menjelang Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Dalam episode khusus kemerdekaan, mantan Menko Polhukam ini berdiskusi secara langsung dengan Gen Y dan Gen Z tentang kisah hari-hari menjelang proklamasi.

"Kita harus bersyukur karena Indonesia adalah satu-satunya bangsa di dunia ini yang merdeka karena mengusir penjajah. Indonesia merdeka bukan karena hadiah atau izin dari penjajah sebelumnya, tapi karena kita merebut dan mengusir penjajah, beda misal dengan negara lain yang karena dijajah lalu kemerdekaan diberikan sebagai hadiah," kata Mahfud dalam YouTube Mahfud MD Official, Jumat (16/8/2024).

Mahfud memulai podcast lewat monolog, menceritakan runtutan proses yang terjadi secara lengkap sampai kita melakukan proklamasi kemerdekaan Indonesia. Menutup monolog, mantan Menkopolhukam tersebut membacakan lengkap teks proklamasi sekaligus menegaskan kalau Indonesia merdeka atas kekuatan sendiri, bukan hadiah.

"Jadi, saya ingatkan bahwa Indonesia ini selalu membuat tonggak-tonggak perubahan sejarah itu karena generasi muda, kalau sekarang ini kira-kira namanya Gen Z dan Gen Y, Milenial dan seterusnya, karena Bung Karno dan Bung Hatta pun itu berjuang sejak muda," ujar Mahfud, yang mempersilakan Gen Y dan Gen Z yang hadir untuk bertanya.

Mahfud mendapat pertanyaan relevansi proses menuju kemerdekaan untuk hari ini. Terutama, soal kehidupan berbangsa, merawat demokrasi, menjaga penyelenggara negara transparan dan akuntabel. Menjawab, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu mengingatkan filosofi dasar merdeka yaitu menghargai martabat manusia.

"Kan kemerdekaan Indonesia itu didahului dengan pembukaan yang bunyinya bahwa kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu penjajahan di muka dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan," kata Mahfud sambil mengingatkan lagi isi teks Pembukaan UUD 1945.

Lalu, Mahfud mendapat pertanyaan apakah Indonesia hari ini masih bisa disebut ada di era demokratis ketika kekuatan partai politik lemah dan eksekutif yang cenderung intervensionis. Termasuk, jika melihat karakteristik hukum yang elitis kompromistis. Mahfud menekankan, format resmi Indonesia sejak merdeka memang demokratis.

Namun, secara substansi sekarang tidak demokratis, pemerintahnya terlalu banyak intervensi, pengadilannya lemah, produk hukum DPR tidak menampung atau tidak mewakili aspirasi rakyat dan lain-lain. Meski begitu, Mahfud yang merupakan pula mantan Anggota DPR RI mengajak kita melihat itu sebagai bagian dari bernegara.

"Oleh sebab itu, kamu, anak-anak muda terus berjuang, bahwa sekarang misalnya politiknya partai politiknya lemah tidak apa-apa. Daripada tidak ada partai politik lebih baik ada partai politik meskipun lemah, dan kelemahan ini harus diperbaiki dengan saudara-saudara ikut berjuang, bantu partai politik ini agar berfungsi dengan baik," ujar Mahfud.

Menjawab pertanyaan tentang peluang mengembalikan Polri ke TNI, Mahfud mengingatkan pesan Bung Karno agar jangan sekali-kali melupakan sejarah atau Jas Merah. Mahfud mengingatkan, pemisahan Polri dan TNI sendiri merupakan keinginan generasi muda dan amanat Reformasi.

Kemudian, Mahfud mendapat pertanyaan apakah masih layak Indonesia disebut sebagai negara merdeka dengan keadilan dan kemakmuran yang tidak dirasakan rakyat. Mantan Menteri Pertahanan itu turut mengamini kerusakan-kerusakan hari ini, termasuk Indonesia yang dituding warung keadilan karena keadilan yang harus dibeli.

"Ini tengarainya, tentu tidak semuanya, tapi apakah Pak Mahfud punya bukti, punya itu yang di penjara-penjara itu apa, hakim, ya toh, polisi, jaksa, pengacara, itu karena jual-beli keadilan, itu yang tertangkap, nah itu yang tidak boleh terjadi," kata Mahfud.

Terakhir, Mahfud mendapat pertanyaan soal kondisi Indonesia hari ini yang mirip lahirnya fasisme atau nazisme karena otoritarianisme yang dikemas demokrasi. Mahfud menjawab dengan mengingatkan bagaimana Hitler sekalipun membangun kediktatoran lewat demokrasi, serta pesan Bung Hatta soal bahayanya demokrasi.

"Oleh sebab itu, pada tahun 1931 Muhammad Hatta itu mengatakan, demokrasi itu kalau tidak disertai dengan jiwa satria dan kejujuran itu bisa membunuh demokrasi," ujar Mahfud yang menutup episode khusus podcast Terus Terang Mahfud MD kali ini dengan mengajak Gen Z dan Gen Y yang hadir menyanyikan Indonesia Pusaka.

Topik Menarik