Mistri Kabut Selimuti Kota Raja Majapahit yang Didatangkan Mahapatih Gajah Mada

Mistri Kabut Selimuti Kota Raja Majapahit yang Didatangkan Mahapatih Gajah Mada

Nasional | okezone | Jum'at, 16 Agustus 2024 - 05:00
share

JAKARTA - Trowulan (dalam kitab Pararaton: Antawulan) adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, Indonesia. Di kecamatan ini terdapat puluhan situs seluas hampir 100 kilometer persegi berupa bangunan, temuan arca, gerabah, dan pemakaman peninggalan Kerajaan Majapahit.

Kecamatan ini terletak di bagian barat Kabupaten Mojokerto, berbatasan dengan wilayah Kabupaten Jombang. Trowulan terletak di jalan nasional yang menghubungkan Surabaya-Solo.

Diduga kuat, pusat kerajaan berada di wilayah ini yang ditulis oleh Mpu Prapanca dalam kitab Kakawin Nagarakretagama dan dalam sebuah sumber Cina dari abad ke-15. Di Trowulan terdapat legenda tentang kabut yang menutupi kawasan itu hampir setiap hari.

"Kabut itu kadang juga terlihat dari sore hingga keesokan paginya, kontras dengan temperatur Trowulan yang selalu panas. Menurut mitos, konon kabut itu didatangkan Patih Gajah Mada untuk menyembunyikan Kerajaan Majapahit. Dengan begitu musuh terkelabui dan tidak jadi menyerang," kata warga yang pernah menyaksikan kabut itu, Supari Senin 4 Juni 2021 lalu.

Kabut biasanya pelan-pelan menghilang ketika hari semakin terang, tapi kabut di Trowulan berbeda, semakin terang justru malah akan semakin tebal. "Padahal Trowulan daerahnya termasuk kering dan jauh dari pegunungan," ucapnya.

Trowulan dihancurkan pada tahun 1478 saat Girindrawardhana berhasil mengalahkan Kertabumi. Sejak saat itu Ibu Kota Majapahit berpindah ke Daha.

 

Sementara itu, Kanjeng Pangeran Norman Hadinegoro, Pemerhati Budaya Adiluhung menerangkan bahwa sebuah catatan dari China abad ke-15 menggambarkan istana Majapahit sangat bersih dan terawat dengan baik.

Disebutkan bahwa istana dikelilingi tembok bata merah setinggi lebih dari 10 meter serta gapura ganda. Bangunan yang ada dalam kompleks istana memiliki tiang kayu yang besar setinggi 10-13 meter, dengan lantai kayu yang dilapisi tikar halus tempat orang duduk.

"Atap bangunan istana terbuat dari kepingan kayu (sirap), sedangkan atap untuk rumah rakyat kebanyakan terbuat dari ijuk atau jerami," ucapnya.

Sebuah kitab tentang etiket dan tata cara istana Majapahit menggambarkan ibu kota sebagai; "Sebuah tempat di mana kita tidak usah berjalan melalui sawah".

Relief candi dari zaman Majapahit tidak menggambarkan suasana perkotaan, akan tetapi menggambarkan kawasan permukiman yang dikelilingi tembok.

Istilah 'kuwu' dalam Negarakertagama dimaksudkan sebagai unit permukiman yang dikelilingi tembok, di mana penduduk tinggal dan dipimpin oleh seorang bangsawan.

 

"Pola permukiman seperti ini merupakan ciri kota pesisir Jawa abad ke-16 menurut keterangan para penjelajah Eropa," paparnya.

Diperkirakan ibu kota Majapahit tersusun atas kumpulan banyak unit permukiman seperti ini. Menurut Prapanca dalam kitab Negarakertagama; keraton Majapahit dikelilingi tembok bata merah yang tinggi dan tebal. Didekatnya terdapat pos tempat para punggawa berjaga.

Kompleks istana tempat tinggal raja terletak di sisi timur lapangan ini, berupa beberapa paviliun atau pendopo yang dibangun di atas landasan bata berukir, dengan tiang kayu besar yang diukir sangat halus dan atap yang dihiasi ornamen dari tanah liat.


 

Topik Menarik