Indonesia 5,9 Miliar Kali Diserang Hacker, Bukti Buruknya Sistem Kemanan Siber 

Indonesia 5,9 Miliar Kali Diserang Hacker, Bukti Buruknya Sistem Kemanan Siber 

Nasional | okezone | Kamis, 8 Agustus 2024 - 17:42
share

BANDUNG BARAT - Indonesia mendapat 5.909.691.104 kali serangan siber sejak 2019 baik sektor pemerintahan, bisnis, hingga layanan publik. Hal ini membuktikan betapa buruknya sistem keamanan siber nasional yang tak kuasa menangkis serangan hacker.  

Praktisi siber Teguh Aprianto mengatakan bahwa kelemahan sistem digital membuat Indonesia menjadi sasaran empuk serangan siber. 

Berdasarkan data periksadata.com, ada lebih 5,9 miliar kasus kejahatan siber menyerang sektor pemerintahan, bisnis, hingga layanan publik dalam lima tahun terakhir.

"Masih banyak kelemahan dan kerentanan yang belum terlihat di permukaan dan perlu segera ditangani untuk mencegah kerugian yang lebih besar," kata Teguh usai menghadiri Seminar Sekolah Sespimti Dikreg ke-33 bertema 'Keamanan Siber di Indonesia' di Sespim Polri, Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Kamis (8/8/2024).

Salah satu kejadian menonjol adalah serangan terhadap Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) beberapa waktu lalu yang melumpuhkan layanan publik puluhan instansi pemerintah. Serangan ke PDNS telah mengekspose kelemahan infrastruktur keamanan siber di Indonesia terutama dalam hal proteksi data yang dikelola pemerintah.

"Kasus-kasus kebocoran data besar-besaran seperti PDNS menunjukkan bahwa masalah yang tampak hanyalah sebagian kecil dari masalah besar yang ada," kata Teguh.

Menurut dia, kasus kebocoran data dan serangan siber besar-besaran menjadi bukti nyata bahwa Indonesia belum siap menghadapi serangan siber yang semakin canggih. Insiden-insiden ini, kata Teguh, merupakan fenomena puncak gunung es dari masalah yang jauh lebih besar dan mendalam.

Ia mengatakan, kelemahan dalam kesadaran, investasi, regulasi dan penegakan hukum serta kurangnya kerjasama dan koordinasi antar berbagai instansi menjadi penyebab Indonesia sangat rentan terhadap serangan siber.

"Masih banyak kelemahan dan kerentanan yang belum terlihat di permukaan dan perlu segera ditangani untuk mencegah kerugian yang lebih besar," kata Teguh.

Sementara soal serangan acak atau random, jumlahnya lebih besar lagi. Bahkan dalam sehari, bisa mencapai ratusan juga hingga miliaran serangan siber ke Indonesia. 

"Kalau yang serangan acak ya gila-gilaan, tiap harinya ratusan juta miliaran bahkan. Untuk serangan-serangan random setiap harinya selalu ada," kata Teguh. 

 

Untuk mengatasi masalah ini, Teguh menyarankan pemerintah perlu meningkatkan kesadaran dan edukasi tentang keamanan siber kepada kalangan pegawai. Disamping itu, mengalokasikan anggaran untuk investasi dalam teknologi keamanan serta mempercepat proses penyempurnaan dan implementasi Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi.

"Selain itu penegakan hukum harus diperkuat dengan meningkatkan kapasitas aparat penegak hukum dan membangun kerjasama internasional," jelasnya.

Teguh juga menggarisbawahi peran Polri dalam penanganan serangan siber terutama yang terjadi di dalam negeri. Menurut Teguh, dalam lima tahun terakhir, penegakan hukum Polri berkaitan dengan siber terlampau tumpul. 

"Kalau Polri bagian penegakan hukumnya. Kita lihat lima tahun belakangan agak tumpul, belum ada penyelesaian kasusnya yang selesai. Mialnya kasus Bjorka itu bahkan beberapa lembaga digabung untuk kerjasama tapi enggak berhasil juga. Yang ditangkap malah penjual eskrim," pungkas Teguh. 

Ketua panitia, Kombes Jean Calvijn Simanjuntak menjelaskan, kejahatan siber sangat mengkhawatirkan sehingga pihaknya mengambil topik tersebut dalam seminar kali ini.

"Pencegahan, penanggulangan kejahatan serangan siber tidak bisa dilakukan parsial oleh kepolisian, TNI dan lembaga saja. Ini harus secara sinergi dan kolaborasi antara kementrian lembaga, TNI, Polri bahkan dengan masyarakat," ujar dia.
 

Topik Menarik