Biografi Abah Guru Sekumpul, Ulama Besar Kalimantan Selatan yang Haul ke-18
JAKARTA, iNews.id Biografi Abah Guru Sekumpul, ulama besar dan kharismatik asal Kalimantan Selatan yang patut diteladani umat.
Tahun ini, masyarakat Kalimantan Selatan akan memeringati Haul ke-18 wafatnya Abah Guru Sekumpul, Kamis, 26 Januari 2023.
Masyarakat Kalimantan Selatan, khususnya warga Desa Keramat, Kecamatan Martapura Timur, Kabupaten Banjar pun mulai bergotong royong bersih-bersih kampung.
Kepala Desa Keramat, Said Syeh, mengatakan gotong-royong telah dilakukan sejak Jumat (13/1/2022) lalu dan akan berlanjut hingga puncak pelaksanaan haul.
Biografi Abah Guru Sekumpul
Abah Guru Sekumpul memiliki nama asli KH Muhammad Zaini Ghani.Abah Guru Sekumpul merupakan zuriat atau keturunan ke-8 dari Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari. Yakni, KH Muhammad Zaini Ghani bin Abdul Ghani bin Abdul Manaf bin Muhammad Samman bin Saad bin Abdullah Mufti bin Muhammad Khalid bin Khalifah Hasanuddin bin Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari (Datu Kalampayan).
Dikutip dari buku Shabri Shaleh Anwar, 17 Maksiat Hati: Inspirasi Pengajian Abah Guru Sekumpul sebagaimana dilansir dari laman jam\'iyyah ahlith thariqah al Mu\'tabarah An Nahdliyyah (jatman),
Abah Guru Sekumpul merupakan panggilan akrab dari jamaahnya. Beliau lahir pada malam Rabu tanggal 27 Muharram 1361 H (11 Februari 1942 M) di desa Tunggul Irang Seberang, Martapura. Abah Guru Sekumpul ketika lahir diberi nama Qusyairi, namun karena sering sakit kemudian namanya diganti menjadi Muhammad Zaini.
Sewaktu kecil, ia tinggal di Kampung Keraton. Ayahnya, Abdul Ghani, dan ibunya, Masliah merupakan keluarga yang kekurangan dari segi ekonomi. Ayahnya yang bekerja sebagai buruh penggosok batu intan tidak memiliki pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya.
Tak Lelah Menuntut Ilmu Agama
Meski hidup prihatin dan sederhana, Zaini muda mendapat pendidikan yang baik dari ayahnya dan neneknya yang bernama Salabiah.
Di lingkungan keluarga ia mendapat didikan yang ketat dan disiplin serta mendapat pengawasan dari pamannya, Syekh Semman Mulya. Pada usia 5 tahun ia belajar al-Qur`an dengan Guru Hasan Pesayangan dan pada usia 6 tahun menempuh pendidikan di Madrasah Kampung Keraton. Pada usia 7 tahun ia masuk ke Madrasah Diniyyah Pondok Pesantren Darussalam Martapura.
Abah Guru Sekumpul muda menempuh pendidikan di Pesantren Darussalam selama 12 tahun (1949-1961 M). Pada tahun 1949 (usia 7 tahun) ia masuk tingkat Tahdhiry/ Ibtidaiy dan pada tahun 1955 (usia 13 tahun) ia melanjutkan ke tingkat Tsanawiyah di Pesantren yang sama. Ia menyelesaikan pendidikannya pada tahun 1961 (usia 19 tahun), lulus dengan nilai jayyid mumtaz.
Selain belajar secara formal di pondok pesantren Darussalam, beliau juga menuntut ilmu di sejumlah halaqah di kediaman para ulama di sekitar Martapura sebagaimana lazim dilakukan oleh para santri di pesantren Darussalam.
Tidak hanya itu, ia juga belajar dengan sejumlah guru di luar daerah Martapura, di antaranya ia pernah belajar dengan KH M Aini di Kampung Pandai Kandangan dan pernah belajar dengan KH Muhammad di Gadung Rantau.
Sekitar tahun 1965 (usia 23 tahun), Abah Guru Sekumpul berangkat bersama pamannya, KH. Semman Mulya ke Bangil. Di Bangil, dia dibimbing oleh Syekh Muhammad Syarwani Abdan selama beberapa waktu. Setelah memperoleh bimbingan spiritual, Zaini Muda disuruh sang guru untuk berangkat ke Mekkah menemui Sayyid Muhammad Amin Qutbi untuk mendapat bimbingan sufistik darinya.
Sebelum berangkat ke Makkah, ia terlebih dahulu menemui Kyai Falak (Mama Falak) Bogor dan di sini ia memperoleh ijazah dan sanad suluk dan thariqah. Sambil menunaikan ibadah haji, Abah Guru Sekumpul mendapat bimbingan langsung dari Sayyid Muhammad Amin Kutbi dan dihadiahi sejumlah kitab tasawuf.
Dengan demikian, Abah Guru Sekumpul telah belajar secara khusus tentang Tasawuf dan Suluk kepada tiga ulama, yaitu Syekh Syarwani Abdan di Bangil, Mama Falak di Bogor dan Sayyid Muhammad Amin Qutbiy di Makkah.
Selain itu, rantai keilmuannya tersambung dengan sejumlah ulama besar di Makkah. Hal ini terlihat dari beberapa sanad bidang keilmuan dan thariqah yang diambilnya dari beberapa ulama diantaranya, Sayyid Muhammad Amin Qutbiy, Sayyid Abd al-Qadir al-Bar, Sayyid Muhammad bin Alwiy al-Malikiy, Syekh Hasan Masysyath, Syekh Muhammad Yasin al-Fadani, Kyai Falak Bogor dan Syekh Ismail al-Yamani.
Kegemarannya menuntut ilmu dan bersilaturrahmi ke sejumlah ulama membuatnya memiliki banyak guru baik di Kalimantan, Jawa dan Madura maupun di Timur Tengah (Makkah). Ada yang menyebutkan bahwa gurunya berjumlah sekitar 179 hingga mendekati 200 orang.
Abah Guru Sekumpul Wafat
Pada awal tahun 2000-an, kesehatan Guru Sekumpul mulai menurun dan sakit-sakitan. Dengan semakin menurunnya kesehatan sang guru, maka pengajian tidak lagi dapat berlangsung secara rutin. Beberapa kali pengajian diliburkan, bahkan ada yang diliburkan berbulan-bulan. Dalam kondisi menurun itu beliau menyampaikan pengajian dari dalam rumah yang disiarkan lewat TV, baik dengan kondisi duduk atau sambil berbaring. Jamaah yang datang tetap dapat menyaksikan dan menyimak pengajian beliau meski tidak datang ke Mushalla Arraudhah seperti biasa.
Pada tahun 2005 kondisi Abah Guru Sekumpul semakin kritis hingga kemudian diterbangkan ke Singapura untuk dirawat di Rumah Sakit Mount Elizabeth.
Setelah 10 hari dirawat, Guru Sekumpul dikembalikan ke Martapura. Tepat subuh Rabu 5 Rajab 1424 H/10 Agustus 2005 ulama kharismatik ini wafat pada usia 63 tahun. Beliau dimakamkan di Komplek Sekumpul di samping Mushalla Arraudhah berdampingan dengan makam pamannya (Syekh Semman Mulya) dan ibundanya.
Itulah biografi Abah Guru Sekumpul, ulama besar asal Kalimantan Selatan yang patut diteladani.