Memaknai Sumpah Pemuda Dari Prof Muhammad Harun Achmad Ilmuan Berpengaruh Di Dunia Tak Cukup Cerdas Tumbuhkan Integritas
Memperingati Hari Sumpah Pemuda ke-94 yang jatuh hari ini, kita akan mengenal lebih jauh salah satu sosok anak muda prestisius. Bukan hanya harum di negeri sendiri, tapi dia juga wangi di dunia internasional. Anak muda ini sangat pantas dijadikan tauladan oleh anak-anak muda lain.
Siapa anak muda ini? Dia adalah Muhammad Harun Achmad. Dia telah berhasil mengharumkan nama Indonesia. Dia berhasil masuk dalam deretan Top 2 persen World Ranking Scientists atau ilmuan paling berpengaruh di dunia, yang pernah dirilis Standford University Amerika Serikat dan Elsevier BV Belanda.
Guru Besar Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) Universitas Hasanuddin (Unhas) kelahiran Maros, 23 Mei 1971 ini berhasil menyandang gelar profesor pada usia 46 tahun. Dia masuk dalam jajaran Profesor muda dunia dan telah aktif ikut penelitian sejak 1982.
Pesan Penting Anies Jelang Coblosan Pilkada 2024: Jaga Kampung Kita dari Serangan Politik Uang
Apa rahasianya kesuksesannya? Kata Prof Harun, bukan hanya faktor pintar. Apalagi, kata dia, dirinya juga punya keterbatasan, yakni tidak bisa menjawab cepat suatu pertanyaan atau persoalan. Ia terkadang harus mengulangnya 5 sampai 10 kali, yang mungkin bisa dilakukan oleh orang lain dalam satu atau 2 kali saja.
Ada faktor lain yang paling menentukan kesuksesannya, yakni integritas atau kejujuran. Kata kunci yang telah ditanamkan sejak kecil inilah yang mengantar anak muda dari timur Indonesia ini, bisa meraih gelar profesor dengan cepat dan berhasil melahirkan ratusan jurnal dalam usia yang relatif muda.
Yang paling mendasar itu adalah kejujuran. Sepele, tapi dampaknya luar biasa, kata Prof Harun, saat berbincang dengan Rakyat Merdeka , kemarin.
Nilai ini, kata dia, sudah banyak terkikis pada diri generasi muda di era yang semuanya serba ingin cepat dan instan. Bahkan segala cara dihalalkan untuk mencapainya. Padahal, dengan modal integritas pun, semua yang diinginkan bisa dicapai. Meskipun harus melewati jalan yang tidak mudah. Dirinya sudah membuktikannya.
Di momentum Hari Sumpah Pemuda kali ini, Prof Harun mengajak generasi muda kembali menanamkan sikap integritas dan kejujuran.
Berikut wawancara lengkap Rakyat Merdeka dengan Prof Harun:
Bagaimana ceritanya, seorang dokter gigi bisa meraih gelar profesor dengan cepat dan berhasil menembus Top 2 persen Ilmuan Berpengaruh di dunia?
Sebenarnya sekarang sudah tidak muda juga, saya sudah 50-an... He-he-he. Waktu guru besar, saya dapat di umur 46 tahun. Mungkin mudanya itu karena cepat saya dari doktor itu, dua tahun langsung profesor.
Apa rahasianya?
Mungkin karena saya banyak aktif di penelitian, riset. Tentu semua tidak instan ya, kalau kita bicara bagaimana perjalanannya.
Pernah ada tantangan atau kendala yang cukup menghambat karir anda? Atau semuanya didapat mulus-mulus saja?
Saya pernah mendapat banyak masalah dan tantangan. Ketika misalnya, saya kan akademisi, dosen di Unhas. Itu kan juga ada penjenjangan karir. Misalnya, proses untuk menempati jabatan tertentu. Pada saat itu giliran saya, tapi ternyata karena ya ada konsekwensi politis dan seterusnya, kemudian saya dihambat.
Reaksi anda saat itu bagaimana?
Pada waktu itu, saya enggak pernah berpikir negatif sedikit pun, saya hanya berpikir belum waktunya. Padahal pada saat itu, giliran saya misalnya. Pernah gagal lah pada intinya.
Anda pasrah saja?
Tidak. Justru setelah itu kalau tidak salah tahun 2015, akhirnya saya terpacu fokus saja di kompetisi saya sebagai seorang pengajar. Saya fokus di penelitian. Kebetulan lagi jalan, ada hibah kompetitif nasional, riset, pada saat itu masih kurang yang ikut dari Unhas, apalagi dari bidang saya masih kurang yang ikut. Ternyata saya lolos pada 2016 itu.
Mungkin karena spirit yang luar biasa untuk fokus saja di bidang saya. Alhamdulillah saya lolos, berikutnya 2017 seterusnya sampai sekarang alhamdulillah saya lolos terus di hibah kompetitif nasional dan hibah kompetitif internal. Nah itu, mungkin yang membuat saya cepat untuk menjadi guru besar. Tidak instan proses ini. Banyak proses yang menjadikan saya banyak belajar, berpikir ketika ingin mencapai sesuatu yang belum pernah terpikir sebelumnya.
Mungkin karena anda pintar, sehingga bisa melaluinya dengan baik?
Saya pikir bukan hanya karena kepintaran, tapi bagaimana membuat diri kita lebih cerdas.
Maksudnya?
Kalau bicara soal kecerdasan tentu bagaimana kita bisa lebih bijak, smart dalam moral dan etika, serta yang paling penting adalah integrity. Ini yang saya lihat teman-teman dan mahasiswa saya banyak yang selalu kepingin instan.
Hasil dari integritas itu mungkin tidak didapat dalam sesaat, tapi bisa saja suatu saat nantinya ketika kita mencapai sesuatu, yang tidak pernah kita dapatkan.
Kita baru sadar bahwa integrity yang dulu ditanamkan dalam diri kita, kemudian kita bisa mencapai sesuatu yang kita inginkan itu. Karena besar perannya dari integrity , moralitas dan etika ini. Apalagi kalau kita mengaitkan dengan Sumpah Pemuda, saya pikir yang paling terkait itu.
Kenapa anda memandang integritas ini penting?
Karena bagaimana banyak teman-teman yang mendominankan pencitraan, mau cepat, instan, tapi kurang dalam penanaman integritas. Inilah nilai-nilai yang sangat dibutuhkan oleh adik-adik pemuda ya agar lebih sukses dalam berkompetisi. Apalagi sekarang era milenial kan, dimana begitu banyak persaingan. Ada hal-hal yang harus ditanamkan kepada anak muda.
Jangan memburu sesuatu yang karena sebenarnya belum waktunya. Misalnya, banyak yang menghalalkan segala cara, memburu sesuatu yang belum waktunya. Sesuatu yang instan itu butuh proses. Saya sampai pada titik ini tidak instan, tapi membutuhkan suatu proses yang panjang. Banyak yang mengatakan masih muda dan begitu mudahnya menjadi peneliti misalnya, tapi saya mengajukan proposal itu bisa 5 kali gagal. Kemudian lolos dan bisa berada pada posisi bersaing di tingkat yang sebelumnya saya tidak pernah pikirkan.
Sering anak muda mudah menyerah dan merasa lelah ketika mendapatkan tantangan ataupun kendala, ada tips gak Prof untuk mengalahkan sikap cepat menyerah dan putus asa itu?
Kegagalan kan hal manusiawi dan lumrah dalam sebuah proses hidup, kalau menurut saya. Galileo dan Thomas Alfa Edison itu kan di bukunya saya kira sampai 99 persennya itu gagal. Tapi yang menjadi penting sebenarnya bukan kegagalan, tapi kemampuan dia untuk bangun kembali, kemudian jangan pernah berhenti. Ada pepatah yang saya kira sepakat yaitu, berjalan lambat enggak apa-apa yang penting tidak pernah berhenti. Satu lagi jangan pernah putus asa.
Selain integritas, ada faktor penentu lain yang membawa sampai ke titik ini?
Saya tidak pernah memisahkan diri dengan orang tua yang telah membentuk saya. Ibu masih hidup, bapak sudah meninggal. Apa yang saya capai saat ini tidak pernah lepas dari doa orang tua.
Bukan faktor kepintaran?
Bukan. Karena kalau masalah kepintaran, saya punya keterbatasan.
Apa keterbatasan anda?
Kalau orang lain yang punya kecerdasan tingkat tinggi, satu kali dia bisa mencerna sebuah persoalan atau pertanyaan misalnya, saya harus mengulang-ulang 5 sampai 10 kali. Saya tahu sekali itu kemampuan saya. Makanya, ketika saya mencapai sebuah titik keberhasilan, saya selalu menghubungkan bahwa ini adalah doa dari orang tua.
Setelah berada di puncak gelar akademik ini, apalagi yang ingin anda kejar?
Saya tidak berpikir muluk-muluk, mas. Kebetulan profesi saya sebagai akademisi dan dipercaya di institusi saya di Unhas agar riset terus berkembang, jadi saya mengabdikan keilmuan saya di bidang penelitian. Kemudian juga bagaimana memacu mahasiswa menghasilkan sesuatu yang inovatif yang bisa diaplikasikan dalam bentuk riset yang memiliki nilai kemasyarakatan. Dalam artian, ada terapan, ada pengembangan.