Pejabat Belanda dan Kapitan China Jadi Crazy Rich karena Paksa Rakyat Bayar Pajak

Pejabat Belanda dan Kapitan China Jadi Crazy Rich karena Paksa Rakyat Bayar Pajak

Nasional | republika | Sabtu, 14 Mei 2022 - 05:05
share

CERITA ABAH: Artikel ini adalah warisan berupa tuturan dari sejarawan sekaligus wartawan senior (Almarhum) Alwi Shahab kepada kami dan kami tulis ulang. Selamat Menikmati.

KURUSETRA -- Salam Sedulur... Istilah Crazy Rich yang diartikan sebagai orang kaya alias tajir mulai familiar Sedulur dengar. Padahal jauh sebelum kemerdekaan, sejumlah bangsawan Eropa dan para kapiten China yang "numpang hidup" di Batavia memiliki kekayaan jauh lebih banyak. Salah satu sumber kekayaan para crazy rich di era tersebut adalah dari pungutan pajak.

Gubernur Jenderal VOC JP Coen punya kelihaian dalam memungut pajak. Begitu dia mengangkat Souw Beng Kong sebagai Kapitan China, ia pun mengeluarkan peraturan pada 9 Oktober 1619: Tiap orang China yang berumur antara 16 sampai 60 tahun wajib membayar pajak sebesar 1,5 reak per kepala. Tidak main-main. Pajak yang cukup memberatkan itu berlaku 200 tahun, sampai 1900.

Ketika daratan China dikuasai oleh dinasti Mancu, adat istiadat dari negara di bagian utara Korea ini ditularkan kepada negara jajahannya. Maka rakyat China mengikuti jejak penjajah.

Rambut bagian atas dicukur sampai licin, dan bagian belakang dipanjangkan kemudian dikepang atawa dikuncir seperti layaknya wanita. Selain disibukkan urusan melicinkan kepala bagian atas yang cepat tumbuh seperti layaknya kita mencukur jenggot, tiap kepala juga dikenai pajak.

Bukan hanya pajak kepala. Belanda menyadari kesukaan warga China pada judi dan hampir dilakukan di tiap acara, termasuk saat kematian di kalangan keluarga. Belanda juga mengagumi kesenangan mereka akan seks. Maka diberlakukanlah pajak judi dan pajak rumah pelacuran (suhian).


Makam Kapitan China, Souw Beng Kong. Gubernur Jenderal Hindia Belanda, JP Coen memerintahkan Kapitan China Souw Beng Kong memungut pajak kepada warga China di Batavia. Foto: IST.
Makam Kapitan China, Souw Beng Kong. Gubernur Jenderal Hindia Belanda, JP Coen memerintahkan Kapitan China Souw Beng Kong memungut pajak kepada warga China di Batavia. Foto: IST.

Selain pajak kepala dan rumah pelacuran, masih ada pajak kuku panjang yang menandakan orang kaya yang santai. Juga pajak tembakau dan pemotongan babi.

Kalau sekarang pembayar pajak diingatkan melalui surat, ketika itu di kediaman Kapitan China dipasang bendera, mengingatkan agar masyarakatnya segera membayar pajak. Sampai sekarang di Jakarta Kota terdapat kampung Tiang Bendera.

Sedangkan warga China yang berdiam di luar wilayah kota, membayar pajak pada potia yakni kepala atau mandor pengelola perkebunan atau pertanian. Seperti juga sekarang petugas pajak ada yang bermain dengan pembayar pajak demikian pula terjadi di masa lalu.

Masyarakat China di Indonesia, terutama generasi mudanya, pernah melakukan perlawanan terhadap keharusan memakai kuncir. Mereka sudah tidak mau melakukannya lagi sejak 1904, meskipun generasi tua menganggapnya sebagai adat leluhur. Kebiasaan ini baru dihapus tahun 1911, ketika China sudah merdeka.


alt

Belanda juga mengangkat para kapitan dari berbagai etnis lainnya. Maksudnya agar berbagai etnis di Batavia mengikuti adat istiadat leluhur etnisnya masing-masing. Seperti orang Sunda dan Jawa memperkuat adat istiadat leluhur mereka.

Begitu juga dengan etnis-etnis India, Arab, dan Eropa. Tapi dibandingkan etnis China, bangsa-bangsa Asia dianggap tidak seberapa penting oleh Belanda.

Setiap kelompok rasial mempunyai pemimpin yang dipilih oleh kelompoknya, yang diangkat dan diberhentikan oleh gubernur jenderal dan diberi tanggung jawab memelihara ketenteraman dan ketertiban di kampung-kampung. Tapi tak ada gengsi dan kekuasaannya yang menyamai kapiten China.

Ada dua keuntungan VOC dengan pengaturan warga pribumi yang ditempatkan di luar kastil dan tembok kota. Pertama, sebagai pertahanan kota terhadap serangan dari luar, terutama dari Banten dan Mataram. Kedua, dengan memberikan wilayah tempat bermukimn di luar kota, berarti mengembangkan kota dan pengelolaan pertanian-perkebunan di wilayah tersebut.

Dengan begitu VOC tidak perlu mengeluarkan dana lagi bagi penghidupan mereka. Bersama dengan warga China, warga pribumi mengembangkan wilayah pinggiran yang disebut Ommelanden menjadi kawasan yang menghidupi Batavia. Berlainan dengan pemukim Indonesia yang harus menjaga keamanan kota, warga China lebih suka memberi konpensasi dengan membayar pajak kepala yang dikenakan kepada mereka selama 1620-1900.


alt

Orang China di Batavia yang jumlahnya pernah mencapai hampir separuh penduduk kota terlibat dalam hampir semua pekerjaan: mulai tukang bangunan, pemasok bahan bangunan, tukang besi, tukang kayu, ahli melapis barang-barang emas, sampai kepada perikanan, pembuatan garam serta pertanian dan pengelolaan gula dan tebu.

Seperti halnya opsir China, komandan pribumi tidak mendapatkan gaji dari VOC. Mereka hanya terima tunjangan saja. Komandan pribumi juga memegang lisensi untuk memungut pajak. Tetapi jenisnya agak terbatas, yakni pajak pemotongan hewan, pajak berdagang di atas perahu atau kapal, dan pajak pasar ikan.

Berlainan dengan komandan pribumi, para kapitan China seperti Souw Beng Kong mengurus masyarakat China laksana raja-raja Mandarin. Orang China membangun rumah sakit mereka sendiri dan menjalankannya sendiri tidak kalah dengan rumah sakit Belanda kini menjadi Museum Mandiri di depan stasiun kereta api Jakarta Kota. Mereka juga membangun sekolah-sekolah yang tidak kalah dengan sekolah yang dibangun Belanda.

BACA BERITA MENARIK LAINNYA:
>
Banyak Pria Jakarta Sakit Raja Singa Gara-Gara Wisata "Petik Mangga"

> Humor Gus Dur: Mudik ke Jombang Disetiri Kiai Wahab Malah Bikin Jantung Dagdigdug

> Humor Gus Dur: Ketiduran di Makam Ketika Ziarah Tengah Malam, Pas Bangun Malah Dikira Hantu

> Humor Gus Dur: Orang Jepang Sombong Mati Kutu di Depan Sopir Taksi

> Rektor ITK Singgung Manusia Gurun, Teringat Humor Gus Dur Tentang Unta Hewan Gurun yang Pendendam

> Kiai Tampar Anggota Banser: Kiai Gak Dijaga Malah Gereja yang Dijaga!

> Kata Siapa Muhammadiyah tidak Punya Habib, KH Ahmad Dahlan Itu Keturunan Rasulullah

> Pak AR Salah Masuk Masjid, Diundang Ceramah Muhammadiyah Malah Jadi Imam Tarawih di Masjid NU

> Humor Gus Dur: Yang Bilang NU dan Muhammadiyah Berjauhan Hanya Cari Perkara, Yang Dipelajari Sama

> Humor Cak Nun: Soal Rokok Muhammadiyah Terbelah Jadi Dua Mahzab

.

Ikuti informasi penting seputar berita terkini, cerita mitos dan legenda, sejarah dan budaya, hingga cerita humor dari KURUSETRA. Kirim saran dan kritik Anda ke email kami: kurusetra.republika@gmail.com. Jangan lupa follow juga Youtube, Instagram, Twitter, dan Facebook KURUSETRA.

Topik Menarik