Hukum Transplantasi Organ Babi pada Manusia, Ini Menurut Pandangan Islam
HUKUM transplantasi organ babi pada manusia sangat ingin diketahui banyak orang. Bagaimana menurut ajaran agama Islam? Simak penjelasan lengkapnya berikut ini.
Dikutip dari nu.or.id , Selasa (18/1/2022), masalah ini ramai diperdebatkan setelah ahli bedah di New York memanfaatkan ginjal babi untuk ditransplantasi ke tubuh manusia pada awal Oktober 2021. Praktik ini ditempuh dengan pertimbangan keterbatasan ketersediaan organ manusia.
Universitas Al Azhar Kairo, Mesir, merespons praktik transplantasi ginjal babi ke tubuh manusia dengan fatwa pada akhir Oktober 2021 yang mengharamkan pengobatan dengan benda najis kecuali dalam situasi darurat atau hajat setara darurat.
Jauh sebelum itu, masalah ini juga sudah dibahas oleh para kiai pada Muktamar Ke-29 NU di Cipasung, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, pada 4 Desember 1994 Masehi. Masalah ini diangkat untuk merespons penelitian ilmiah sebuah disertasi doktoral di Universitas Airlangga yang menyimpulkan bahwa tulang rawan babi dinilai efektif untuk mengganti gigi manusia.
Adapun hasil pengujian tim klinis RS Dr Sardjito Yogyakarta ketika itu membuktikan bahwa katup jantung babi paling sesuai sebagai pengganti katup jantung manusia. Pertanyaannya kemudian, bagaimana hukum transplantasi organ babi (khinzir) untuk menggantikan organ sejenis/lainnya pada manusia?
Forum Muktamar Ke-29 NU memahami praktik transplantasi berasal dari bahasa Inggris to transplant, yang berarti to move from one place to another, bergerak dari satu tempat ke tempat lain. Adapun pengertian menurut ahli ilmu kedokteran, transplantasi itu ialah pemindahan jaringan atau organ dari tempat satu ke tempat lain. Yang dimaksud jaringan di sini ialah kumpulan sel-sel (bagian terkecil dari individu) yang sama mempunyai fungsi tertentu. Yang dimaksud organ ialah kumpulan jaringan yang mempunyai fungsi berbeda sehingga merupakan satu kesatuan yang mempunyai fungsi tertentu, seperti jantung, hati, dan lain-lain.
Forum Muktamar Ke-29 NU itu memutuskan bahwa hukum transplantasi gigi dengan organ babi dan sejenisnya tidak boleh sebab masih banyak benda lain yang dapat digunakan sebagai pengganti dan karena belum sampai pada tingkat kebutuhan yang mendesak. (Ahkamul Fuqaha, Solusi Problematika Aktual Hukum Islam NU, [Jakarta-Surabaya, LTN PBNU-Kalista: 2011], halaman 483)