Penambangan Timah di Batu Beriga Ditolak Warga, Rina Tarol : PT Timah, PT Jual Beli Timah
PANGKALPINANG, Lintasbabel.iNews.id - Anggota DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) dari Fraksi Golkar, Rina Tarol, angkat bicara terkait polemik tambang timah di perairan laut Desa Beriga Kabupateng Bangka Tengah. Bahkan dia menyebut PT Timah tidak lagi sebagai perusahaan tambang timah, melainkan BUMN yang lebih banyak aktivitasnya jual beli (IUP) timah kepada perusahaan mitra.
Pernyataan ini disampaikannya menyusul aksi masyarakat di daerah tersebut, yang dengan tegas menolak rencana penambangan timah di sana.
"Padahal ini sudah menjadi pusat perhatian di kasus Rp300 Triliun, sudah menjadi perhatian dan sangat dirugikan, tetapi tetap lah tidak sadar para pemimpin kita," kata Rina, Senin (14/10/2024).
Rina juga tidak menampik memang persoalan di perairan Batu Beriga sangat begitu kompleks, sebab tidaklah gampang diputuskan, karena masing-masing memiliki pegangan hukum atau legalitas.
"Tumpah tindihnya sangat luas biasa," ujarnya.
Selain itu dikatakan Rina Tarol, secara legalitas hukumnya, PT Timah diketahui memiliki IUP sebagai legalitas melakukan eksplorasi di Perairan Beriga. IUP itu dikeluarkan pada 11 Mei 2011 oleh Bupati Bangka Tengah kala itu, yang dijabat oleh Erzaldi Rosman. Luas IUP di Batu Beriga mencapai 5.039 hektare.
Rina tak menampik perusahaan yang memiliki IUP maka wajib melakukan penambangan. Namun di sisi lain, Perda Nomor 2 Tahun 2019, tepatnya di Pasal 36 Ayat 3, yang salah satunya Tanjung Beriga yakni dinyatakan wilayah pengembangan perikanan dan budidaya.
"Sebagaimana ayat 1 bahwa budidaya perikanan laut seluas 10 hektare meliputi Pulau Panjang, Pulau Semujur, Pulau Ketawai, Perairan Pulau hingga Perairan Tanjung Beriga. Artinya di sini ada untuk perikanan," kata Rina.
"Timah juga punya IUP yang dikeluarkan oleh Pak Bupati Erzaldi Rosman Djohan, yang keluarkan 11 Mei 2011. Artinya secara hukum itu sah untuk dilaksanakan," kata dia.
Namun di sisi lain, Rina mengaku bingung soal adanya perbedaan antara luas wilayah tambang pada IUP dan RZPW3K Nomor 3 Tahun 2020.
Ia memperkirakan luas Perairan Beriga sendiri hanya sekitar 5 ribu hektare.
"Luasnya beda lagi dengan IUP hanya 4 ribu sekian. Dasar RZPW3K ini apa, sebetulnya kan mereka harus mengacu pada IUP," ucap Rina.
Meski demikian, Rina menyoroti analisis dampak lingkungan alias Amdal penyusunan IUP di Perairan Beriga. Selain tak melihat wujud Amdal itu, ia mensinyalir, PT Timah tidak melibatkan masyarakat dalam penyusunannya.
"Timah ini sudah kah melakukan Amdal lautnya. Versi mereka ada, tapi barangnya mana," ujar Rina.
"Dalam Perpu Nomor 2/2022 bahwa Amdal harus disusun bersama dengan masyarakat. Menurut pernyataan masyarakat tadi mereka tidak pernah dilibatkan dalam penyusunan Amdal. Jadi ini sangat kompleks," kata dia.
Rina pun menyinggung mega korupsi di sektor tata kelola timah yang hingga kini masih menjadi pusat perhatian.
"Jadi timah sekarang bukan tambang timah, melainkan PT jual beli timah. Karena kan mereka tidak menambang, sehingga akhirnya mereka tidak bisa mengamankan IUP-nya, IUP nya hanya untuk dijadikan jual beli saja (kepada mitra perusahaan-red)," kata Rina.
Kembali lagi soal IUP di Batu Beriga, dikatakan Rina, yang berhak mencabut IUP atau IUPK hanya kementerian. Hal itu sebagaimana UU Minerba Nomor 3 Tahun 2020, apabila tidak memenuhi atau melanggar sejumlah ketentuan.
"Atau masyarakat mengajukan gugatan bahwa mereka merasa dirugikan atas lingkungan dan sebagainya, DPRD hanya bisa memfasilitasi saja, namun saya siap mendampingi warga," ujar Rina.
Disinggung soal RZPW3K, Rina mengaku saat itu dalam penyusunannya bahwa Perairan Beriga sudah zero tambang, termasuk pada perairan yang berada di ujung Bangka Selatan.
"Tapi tiba-tiba masuk ke RZPW3K," kata Rina, yang mengatakan dirinya kala itu telah mundur dari legislatif karena mencalonkan diri di Pilkada Bangka Selatan.
Sebelumnya, pada Senin pagi hingga siang hari tanggal 14 Oktober 2024, ratusan warga dari perwakilan mayoritas nelayan mendatangi gedung DPRD Provinsi Bangka Belitung.
Kedatangan masyarakat tersebut, menyerukan penolakan rencana beroperasinya tambang di perairan Desa Beriga, Kabupaten Bangka Tengah.