Kisah Perlawanan Adik Ipar Pangeran Diponegoro Bikin Pejabat Belanda Ketar-ketir

Kisah Perlawanan Adik Ipar Pangeran Diponegoro Bikin Pejabat Belanda Ketar-ketir

Infografis | sindonews | Kamis, 30 Januari 2025 - 00:44
share

ADIK ipar Pangeran Diponegoro memaksa Belanda menambah pasukan di Blora. Komisaris Pemerintah Kolonial (Regeeringscommissaris) untuk Yogyakarta dan Residen Surakarta yang terkenal, Baron Huibert Gerard Nahuys van Burgst, langsung ke Ngawi untuk memantau kondisi genting di Blora.

Sang pejabat Belanda ini datang dengan membawa tambahan perwira. Total 1 perwira Eropa, 2 letnan bumiputra, 62 bumiputra yang bersenjata senapan, 29 pasukan bertombak, 24 pasukan berkuda bersenjata lembing, dan masing-masing satu pemegang trompet, drum, serta peniup seruling.

Belanda juga mempersenjatai 14 kepala desa yang berpihak. Bahkan, ada beberapa pasukan tambahan yang dibentuk di Ngawi yang dipimpin Tuan JG Dezentje sebagaimana dikutip dari buku "Antara Lawu dan Wilis: Arkeologis, Sejarah, dan Legenda Madiun Raya Berdasarkan Catatan Lucien Adam Residen Madiun 1934-38.

Rencana dibuat untuk membantu Blora yang terancam diserang. Perencanaan ini dipimpin Nahuys yang disertai Bupati Wedana Madiun.

Residen Belanda Nahuys memerintahkan Letnan PH Marnitz sebagai komandan pasukan bertombak Sumenep untuk menyerahkan komando Wonorejo (Madiun) kepada Sersan Prekses lalu pergi menuju Rajekwesi (Bojonegoro).

Perjalanan yang diperintahkan Nahuys ini tampaknya berhasil mengalihkan perhatian musuh dari Ngawi. Hal ini merupakan keuntungan bagi Belanda. Pada 9 Desember, komandan garnisun Ngawi De Munck yang sakit-sakitan menulis kepada Nahuys bahwa Ngawi telah ditinggalkan oleh pasukan musuh karena adanya desas-desus penyerangan Rajekwesi, Bojonegoro.

Hal ini membuat benteng aman dan menyisakan 36 orang sakit dan terluka di dalamnya. Sementara, Nahuys mengatur siasat agar Patih Surakarta (Sosrodiningrat II) dapat mengirim 24 tentara bersenapan ke Ngawi.

Pada 11 Desember 1827, Nahuys kembali ke Ngawi setelah mengalami kekalahan memalukan di daerah antara Panolan (Cepu) dan Padangan (Bojonegoro).

Kekalahan ini menurutnya disebabkan oleh sebuah terreur panique (rasa ngeri kepanikan) dari pasukan berkuda Madiun (pengawal pribadi Bupati Wedana) yang berseragam keren berwarna merah.

Namun demikian, Bupati Wedana dan para bupati Monconegoro Yogyakarta tidak ikut serta dalam penaklukan habis-habisan melawan pasukan berkuda Madiun.

Topik Menarik