Polisi Bongkar Praktik Prostitusi Internasional di Bali Dikendalikan Warga Rusia
Jajaran Polres Badung dan Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Bali berhasil mengungkap praktik prostitusi jaringan internasional yang menawarkan pekerja seks komersial (PSK) dari 129 negara melalui sebuah website. Khusus di Bali, penyidik menemukan 15 korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang dipekerjakan sebagai PSK.
Dua tersangka, Anastasiia Koveziuk (27) alias AK dan Maksim Tokarev (32) alias MT, keduanya warga negara Rusia, ditangkap petugas karena mengoperasikan jaringan prostitusi tersebut. Kapolda Bali Irjen Pol Daniel Adityajaya menjelaskan, kedua tersangka menawarkan jasa PSK dari berbagai negara dan 12 kota di Indonesia melalui situs yang mereka kelola.
Dalam aksi mereka, AK berperan sebagai koordinator wilayah Bali, sementara MT bertindak sebagai manajer, sekaligus menerima transfer uang hasil kejahatan prostitusi. Tarif jasa PSK yang mereka tawarkan berkisar antara USD300 hingga USD350 per orang. Kedua tersangka mengaku telah menjalankan praktik ini selama dua tahun terakhir.
""Betul jaringan intenasional. Sebab itu, operasionalnya dia menggunakan dunia maya, sehingga bisa diakses seluruh negara, seluruh orang, seluruh pelanggan, termasuk di Indonesia yang tersebar di 12 kota," kata Kapolda Irjen Pol Daniel Adityajaya, Senin (13/1/2025).
Menurutnya, kasus ini akan dikembangkan Polda Bali dan akan berkoordinasi dengan polda lain. Petugas masih terus mendalami jaringan prostitusi internasional ini untuk mengungkap kemungkinan adanya pelaku lain yang terlibat.
Kapolda Bali menegaskan bahwa pihaknya juga berkomitmen melindungi korban TPPO. Sebanyak 15 korban yang ditemukan di Bali saat ini dalam perlindungan polisi dan akan menerima pendampingan sesuai prosedur hukum.
Kapolres Badung AKBP Teguh Priyo Wasono menambahkan, saat penangkapan tersangka baru menerima satu pelanggan. Dalam penggerebekan tersebut, petugas menyita sejumlah barang bukti, termasuk laptop, telepon seluler, kartu SIM, dan paspor milik para tersangka.
Kedua tersangka dijerat dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), dengan ancaman pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda maksimal Rp1 miliar. Selain itu, mereka juga dijerat Pasal 2 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, dengan ancaman pidana penjara hingga 15 tahun dan denda hingga Rp600 juta.