Keluarga Korban Tragedi Kanjuruhan Kecewa Akibat Hakim Putuskan Restitusi Hanya Rp15 Juta
Keluarga korban Tragedi Kanjuruhan histeris dengan putusan hakim terkait restitusi. Sidang putusan restitusi korban Tragedi Kanjuruhan ini dilaksanakan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, pada Selasa 31 Desember 2024.
Ketua Majelis Hakim Nurkholis memimpin jalannya sidang restitusi yang diajukan oleh keluarga korban tragedi Kanjuruhan. Majelis hakim memutuskan keluarga korban telah menerima santunan dari pemerintah pusat, pemerintah provinsi, kota, dan kabupaten, serta manajemen Arema FC.
Pada pembacaan putusannya hakim menilai sesuai Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) Nomor 15 Tahun 2017.
Pada peraturan itu, disebutkan bahwa korban meninggal dunia berhak mendapatkan santunan Rp50 juta. Sedangkan korban luka-luka diberikan santunan senilai Rp20-25 juta.
Sehingga penetapan hak restitusi untuk 63 orang keluarga korban meninggal dunia diputuskan senilai Rp15 juta dan 8 orang luka-luka senilai Rp10 juta, dengan total restitusi Rp1,02 miliar.
Salah satu keluarga korban Devi Athok menyatakan, kekecewaannya atas putusan hakim terhadap pengajuan restitusi yang diajukan keluarga korban. Baginya, santunan atau donasi yang diberikan itu tidak bisa disamakan dengan restitusi.
"Kami sangat kecewa, saya bilang ini bodoh karena menganggap donasi itu sebagai restitusi," ucap Devi Athok, dikonfirmasi pada Selasa malam (31/12/2024).
Baginya putusan restitusi yang dihargai Rp15 juta untuk satu keluarga korban dinilainya tidak sebanding dengan nyawa yang hilang. Apalagi dalam peristiwa 1 Oktober 2022 lalu Devi kehilangan dua anak perempuannya.
"Sekarang restitusi saja Rp15 juta. Ya kita tukar posisi saja. Seandainya anaknya terbunuh dua sebagai ganti anak saya, dua yang meninggal, saya beri Rp15 juta," kata warga Bululawang, Kabupaten Malang ini.
Dirinya menyindir bagaimana hukum berlaku lunak pada korban tragedi Kanjuruhan, yang dinilai tidak adil. Pada putusan pelanggaran pidana saja dari laporan model A persidangan, terpidana hanya dihukum 2,5 tahun.
"Yang sidang model A saja menyalahkan angin, itu hanya dihukum 2,5 tahun, tapi kita nggak tahu itu dihukum (penjara) di hotel atau dimana," pungkasnya.
Sebagai informasi, 1 Oktober 2024 kemarin diperingati sebagai dua tahunan tragedi Kanjuruhan Malang. Tragedi persepakbolaan paling memilukan sepanjang sejarah Indonesia itu menewaskan 135 nyawa, dua di antaranya merupakan anggota Kepolisian.
Para korban ini sebagian besar meninggal dunia karena berdesak-desakan hingga mengalami kesulitan bernapas, dan luka organ dalam.
Tragedi ini terjadi pasca pertandingan Liga 1 musim 2022 - 2023 antara Arema FC vs Persebaya Surabaya, pada Sabtu malam 1 Oktober 2022 lalu di Stadion Kanjuruhan, Kepanjen, Kabupaten Malang.