Kisah Perang Kesultanan Mataram dan Banten Akibat Gagalnya Perkawinan Politik

Kisah Perang Kesultanan Mataram dan Banten Akibat Gagalnya Perkawinan Politik

Infografis | sindonews | Selasa, 19 November 2024 - 06:04
share

Dua kerajaan Islam, yakni Kesultanan Mataram dan Kesultanan Banten yang awalnya memiliki hubungan akrab akhirnya berperang akibat gagalnya perkawinan politik.

Saat itu Kerajaan Mataram Islam di bawah pemerintahan Sultan Amangkurat I.

Sebenarnya tanda-tanda perpecahan dan berakhirnya persahabatan kedua kerajaan itu terlihat pada tahun 1656.

Kala itu konon pedagang asal Belanda bernama Evert Michielsen, sempat mengadakan pembicaraan dengan Tumenggung Pati. Salah satu yang dibahas dari pembicaraan itu yakni permintaan 2.000 orang gadis oleh Sultan Mataram kala itu.

Para gadis itu berdasarkan percakapan yang diinformasikan pedagang Belanda itu diperlukan untuk dinikahkan dengan putranya.

Akan tetapi ada gadis-gadis Banten yang sedianya diminta sang Sultan menolak. Hal ini membuat kegagalan rencana pernikahan antara kedua kerajaan itu.

Namun H.J. De Graaf pada bukunya "Disintegrasi Mataram : Di Bawah Mangkurat I", menyebut, utusan Kerajaan Mataram yakni Tumenggung Pati sempat tiba di Banten pada Juli 1657.

Sejumlah hadiah-hadiah dibawakan oleh Sultan Mataram untuk Sultan Banten. Hadiah-hadiah berupa sepasang ayam hutan, sepasang burung dara, dan sebuah kantung kecil yang konon berisikan kanari atau buah-buahan Jawa juga turut dihadiahkan.

Tapi Sultan Banten membalas hadiah itu dengan memberikan hadiah ke Sultan Amangkurat I berupa sebuah pisau cukur, gunting, topi Jawa berwarna putih, dan kain putih panjang.

Hadiah itu konon disertai penjelasan yang tidak memuaskan dari penguasa Banten yang sebenarnya masih bersahabat dengan Mataram.

Hadiah ini pula yang konon membuat perang dingin di antara keduanya muncul. Apalagi ditambah dengan kegagalan perkawinan politik dari perempuan-perempuan Banten yang dipersunting putra penguasa Kerajaan Mataram Islam.

Pada 8 Agustus 1657, hubungan kedua kerajaan semakin memanas. Banten mengirimkan tujuh kapal tempur yang kuat, masing-masing dipersenjatai dengan senjata.

Termasuk dua orang utusan dari Kiai Mongjaya, yang membawa sepucuk surat, lengkap dengan hadiah dua gobar, sebuah tasbih dari batu akik, dan beberapa ekor ayam jago.

Utusan Banten juga konon memohon dua lanang atau perahu perang untuk sultan mereka, guna memelihara persahabatan yang baik.

Hadiah itu mungkin sama kurang ajarnya seperti permohonannya, karena tasbih yang dihadiahkan tersebut rupanya mengandung sindiran supaya Sultan menempuh jalan yang lebih lurus.

Oleh karena itu tidak mengherankan bahwa kedua lanang yang diminta tidak diberikan, sebab semua lanang termasuk milik Sultan Mataram.

Topik Menarik