Pernikahan Politik Jadi Strategi Raja Sanjaya Buat Hubungan Sunda dan Galuh Mesra
TAHTA Kerajaan Galuh sepeninggal Raja Sanjaya diwariskan ke Premana Dikusuma, usai sebelumnya mengkudeta Purbasora. Awalnya Sanjaya yang naik tahta jadi raja di Galuh menyerahkan tahta ke Premana Dikusuma, yang masih cucu dari Purbasora.
Premana Dikusuma sendiri awalnya merupakan raja di wilayah kekuasaan Galuh. Ia naik tahta menggantikan Sanjaya, karena dianggap memegang teguh beberapa prinsip oleh Sanjaya.
Baca juga: Ratu Sanjaya, Raja Mataram Kuno yang Berikat Pinggang Samudera
Ketika menjalankan pemerintahan di Galuh itu ia mendapat julukan Begawat Sajalaya.
Satu kebijakan yang tak lazim di masa Sanjaya adalah siasat menjalin kemesraan hubungan dengan Kerajaan Sunda, yang sama-sama pecahan Kerajaan Tarumanegara.
Seperti diketahui dua kerajaan ini konon kurang memiliki hubungan harmonis dan saling serang.
Strategi pernikahan politik dipilih dengan menjodohkan Premana Dikusuma Raja Galuh, dengan Dewi Pangerenyep putri Anggrada, Patih Kerajaan Sunda.
Baca juga: Mpu Sindok Dalang Kudeta Raja Mataram yang Mengakhiri Kejayaan Dinasti Sanjaya
Selain itu, Sanjaya menunjuk putranya yang bernama Tamperan untuk menjadi Patih Galuh sekaligus memimpin pasukan Sunda, yang ada di ibu kota Galuh.
Di sisi lain, Premana Dikusuma diketahui awalnya enggan menerima permintaan Sanjaya untuk menjadi Raja Galuh, karena rasa "sungkan".
Tetapi Premana secara terus terang tidak berani apabila menolak keinginan Sanjaya, sebagaimana dikutip dari buku "Hitam Putih Pajajaran: Dari Kejayaan Hingga Keruntuhan Kerajaan Pajajaran".
Premana menyebut Sanjaya memiliki wibawa, sama seperti Raja Tarumanagara Purnawarman yang memiliki sifat baik hati, tegas, setia terhadap pasukan, dan apabila sudah menyerang, maka dia tidak kenal ampun terhadap musuh.
Sedangkan penolakan yang dilakukan Sempakwaja dan Demunawan adalah salah satu hal berbeda. Sebab, kedua tokoh ini tergolong angkatan tua daripada Sanjaya, sudah sepantasnya harus dihormati.
Berposisi sebagai Raja Galuh, menjadikan Premana semakin tidak nyaman. Di satu sisi, dalam memimpin kerajaan ia harus tunduk di bawah kekuasaan Kerajaan Sunda.
Sedangkan di sisi lain, Kerajaan Sunda di bawah tangan Sanjaya merupakan orang yang telah membunuh kakeknya.
Semakin hari jiwa Premana semakin keruh. Ia seperti orang yang memiliki tekanan batin, tetapi tidak ada orang yang tepat menampung ceritanya.
Hingga pada akhirnya, Premana memutuskan meninggalkan Kerajaan Galuh dan meminta restu istrinya, Pangrayep untuk bertapa di dekat perbatasan Kerajaan Sunda, Sungai Citarum.
Sebelum kepergiannya, ia telah memerintahkan Tamperan untuk memegang Kerajaan Galuh.