Kisah Kemarahan Rakyat Majapahit saat Etnis Tionghoa Diangkat Jadi Penguasa

Kisah Kemarahan Rakyat Majapahit saat Etnis Tionghoa Diangkat Jadi Penguasa

Infografis | sindonews | Senin, 21 Oktober 2024 - 07:31
share

KERAJAAN Majapahit memiliki hubungan erat dengan etnis Tionghoa konon sudah sejak lama. Bahkan dokumen dari kelenteng Sama Po Kong menyebut Kerajaan Majapahit konon pernah diperintah oleh seorang keturunan Tionghoa.

Majapahit bahkan pernah mengangkat penguasa daerah kekuasaan bernama Njoo Lay Wa, berdarah Tionghoa yang menggantikan Raja Kertabumi yang ditahan dan dibawa ke Demak.

Tapi pengangkatan Njoo Lay Wa sebagai penguasa Majapahit itu konon sempat ditentang oleh rakyat Majapahit. Bahkan pemberontakan pun terjadi dan terkesan layaknya ajang balas dendam orang-orang Jawa atau Majapahit terhadap orang-orang Tionghoa.

Dikutip dari sejarawan Prof Slamet Muljana pada bukunya "Runtuhnya Kerajaan Hindu Jawa dan Timbulnya Negara-negara Islam di Nusantara", disebutkan bahwa penguasa Njoo konon terbunuh di pusat Majapahit pada tahun 1485.

Setelah itu, Panembahan Jimbun mengangkat iparnya yang pada berita Tionghoa disebut Pa Bu Ta La. Identifikasi tokoh Pa Bu Ta La ini merupakan Prabu Girindrawardhana.

Nama Girindrawardhana sendiri tercantum pada prasasti Jiyu dari tahun Saka 1408 atau tahun Masehi 1486, dengan nama Dyah Ranawijaya.

Raja Majapahit juga konon menikah dengan seorang keturunan Tionghoa yang kemudian menghasilkan seorang anak bernama Raden Kusen. Sang anak ini konin memiliki ketekunan dan keuletan kerja, tidak takut pada kesusahan, dan tidak kenal lelah saat bekerja.

Raden Kusen pulalah yang akhirnya juga turut membantu meruntuhkan kerajaan sang ayahnya. Ia bersama Jin Bun yang saat itu berusia 23 tahun melakukan penyerbuan ke Kerajaan Majapahit.

Sementara Kin San alias Raden Kusen berhasil menyelundup ke dalam keraton Majapahit, sebagai spion dalam usia hampir sama dengan Jin Bun.

Kedua tokoh itu lantas berhasil merongrong kekuatan Majapahit dari dalam. Kemudian membangun pelabuhan Semarang dan membuat meriam-meriam besar yang digunakan untuk menyerang Kota Malaka.

Dokumen dari Klenteng Sam Po Kong sendiri merupakan sumber sejarah baru, yang dapat dibandingkan dengan Babad Tanah Jawi dan Serat Kanda yang dianggap seperti dongengan dengan banyak mengandung fantasi.

Dokumen kronik dari Klenteng Sam Po Kong di Semarang sendiri menggunakan tarikh tahun kelenteng itu sendiri.

Klenteng Sam Po Kong didirikan pada tahun 9 masa pemerintahan kaisar Yung Lo, sama dengan tarikh Hijriyah 814 atau tahun Masehi 1411. Segala macam kejadian yang termuat pada kronik Tionghoa tersebut selalu disertai dengan tarikh tahun kelenteng.

Topik Menarik