Presiden Iran: Kami Tak Pernah Berencana dan Berusaha Membunuh Trump!
TEHERAN, iNews.id - Presiden Iran Masoud Pezeshkian menegaskan militernya tak pernah punya rencana untuk membunuh Donald Trump. Pria yang akan dilantik sebagai presiden ke-47 AS pada 20 Januari itu serta Intelijen AS sebelumnya menuding Iran merencanakan pembunuhan.
Isu ini mencuat setelah percobaan pembunuhan yang gagal terhadap Turmp di Pennsylvania dan Florida, sebelum pelaksanaan Pilpres AS 2024. Kedua pelaku percobaan pembunuhan tersebut tak memiliki hubungan dengan Iran.
Pezeshkian yakin isu tersebut sengaja diembuskan oleh Israel guna menggemakan sentimen anti-Iran ke seluruh dunia.
"Ini adalah salah satu rencana yang dirancang Israel serta negara-negara lain untuk mempromosikan Iranofobia. Iran tidak pernah berusaha atau berencana membunuh siapa pun. Setidaknya sejauh yang saya ketahui," kata Pezeshkian, dalam wawancara dengan NBC, dikutip Rabu (15/1/2025).
Dia kembali menegaskan, militernya juga tak terbesit pikiran untuk membunuh Trump kapan pun.
Trump sebelumnya menuduh Iran sedang merencanakan langkah-langkah khusus terhadapnya.
"Seluruh militer AS sedang mengawasi dan menunggu," ujar Trump.
Saat ditanya respons soal kemungkinan serangan AS dan Israel terhadap program nuklir Iran, Pezeshkian menegaskan negaranya siap menyikapi perkembangan apa pun.
"Tentu saja, kami akan bereaksi terhadap tindakan apa pun. Kami tidak takut perang, tetapi kami juga tidak menginginkannya," katanya.
Dia juga menyampaikan harapan, situasi tidak akan memburuk sejauh itu karena konflik terbuka hanya akan merugikan semua pihak.
"Saya berharap Trump akan membawa perdamaian di kawasan dan dunia, bukan sebaliknya, berkontribusi pada pertumpahan darah dan perang," tuturnya.
Tim kampanye Trump pada September 2024 mendapat pengarahan dari Kantor Direktur Intelijen Nasional mengenai kemungkinan upaya pembunuhan oleh Iran.
Alasannya Iran khawatir jika Trump menjadi presiden karena kebijakan kerasnya. Saat menjabat presiden pada periode pertama, Trump membatalkan keikutsertaan AS dalam kesepakatan nuklir Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA) pada 2018, disusul dengan menjatuhkan sanksi yang memukul perekonomian Iran.
Menurut informasi intelijen AS, Iran ingin agar kandidat dari Partai Demokrat, Kamala Harris, yang memenangkan pilpres.