Sosok 4 Mahasiswa di Balik Gugatan Presidential Threshold 20 Persen yang Dikabulkan MK

Sosok 4 Mahasiswa di Balik Gugatan Presidential Threshold 20 Persen yang Dikabulkan MK

Berita Utama | inews | Jum'at, 3 Januari 2025 - 11:17
share

JAKARTA, iNews.id - Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus ketentuan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold 20 persen melalui putusan perkara nomor 62/PUU-XXII/2024, Kamis (2/1/2025). Gugatan itu diajukan empat mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Keempatnya yakni Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq dan Tsalis Khoirul Fatna.

Adapun norma yang diuji oleh keempat mahasiswa itu adalah Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu). Norma itu menyatakan pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya.

Namun karena gugatan itu dikabulkan, MK menyatakan Pasal 222 UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945.

"Menyatakan norma Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan.

Sosok 4 Mahasiswa Penggugat Ambang Batas Pencalonan Presiden

1. Enika Maya Oktavia

Salah satu mahasiswa penggugat presidential threshold yakni Enika Maya Oktavia. Dia dikenal sebagai mahasiswa berprestasi.

 

Dikutip dari laman Instagram @pskhuinsuka, Enika meraih anugerah Mahasiswa Teladan Mutu pada penganugerahan Mutu Mahasiswa Teladan Mutu UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2024.

"Selamat dan Sukses kepada Enika Maya Oktavia dari Korp Marine atas penganugrahan Mutu Mahasiswa Teladan Mutu UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Tahun 2024," bunyi keterangan unggahan @pskhuinsuka, dilihat Jumat (3/1/2025).

Selain itu, Enika juga berhasil meraih juara tiga dalam lomba debat yang diselenggarakan Bawaslu pada 2022 lalu. Dia bersama rekannya, Rahmatika Monati dan Faraz Almira Arelia juga meraih prestasi Best Speaker.

2. Rizki Maulana Syafei

Rizki Maulana Syafei juga menjadi salah satu mahasiswa yang menggugat ketentuan itu. Dia tercatat sebagai mahasiswa hukum tata negara UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Dikutip dari laman LinkedIn, Rizki telah menerbitkan sejumlah hasil penelitian terkait kepemiluan. Salah satunya berjudul Penjatuhan Hukuman bagi Pelaku Golput sebagai Upaya Mendorong Partisipasi Publik dalam Pemilu yang Harmonis.

Dia juga meraih Penghargaan Kalijaga Prestasi dalam Anugerah Kalijaga Prestasi Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga 2024.

3. Faisal Nasirul Haq

Faisal Nasirul Haq bergabung bersama Enika dan Rizki untuk menggugat presidential threshold ke MK. Dia merupakan mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Dikutip dari laman UIN Sunan Kalijaga, Faisal tercatat pernah meraih juara tiga dalam Lomba Esai Hukum Nasional yang diselenggarakan Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat pada 2023 lalu.

4. Tsalis Khoirul Fatna

Satu lagi mahasiswa UIN Sunan Kalijaga yang menggungat ketentuan ambang batas pencalonan presiden yakni Tsalis Koirul Fatna.

Dikutip dari laman MK, Tsalis menilai keberadaan Pasal 222 UU Pemilu telah melanggar batasan open legal policy terkait moralitas. Dia menyatakan ketentuan itu menggerus moralias demokrasi dengan adanya agregasi partai politik (parpol) yang mengakibatkan tidak berjalannya fungsi parpol.

Dia menyinggung prinsip one man one vote one value. Dia menyebut terdapat penyimpangan pada prinsip one value karena nilai suara yang tidak selalu memiliki bobot yang sama.

"Idealnya, nilai suara seharusnya mengikuti periode pemilihan yang bersangkutan. Namun, dalam kasus presidential threshold, nilai suara digunakan untuk dua periode pemilihan, yang dapat mengarah pada distorsi representasi dalam sistem demokrasi. Oleh karena itu, hal ini menunjukkan adanya ketidakseimbangan atau penyimpangan pada prinsip asas periodik, dimana nilai suara seharusnya mengikuti setiap periode pemilihan secara proporsional," ujar Tsalis dalam persidangan di MK pada 16 Juli 2024.

Topik Menarik