Dari Perut Bumi Papua ke Smelter Gresik, Merangkai Hilirisasi Tambang sebagai Fondasi Pertumbuhan Ekonomi
MIMIKA, iNews.id - “Selamat datang di Bundaran HI,” kata Mario.
Dari dalam bus yang rodanya bergemeretak melindas jalan kasar berbatu, pria berambut ikal itu menunjuk kolam luas penuh lumpur berwarna abu-abu pekat.
“Tentu saja yang sini tidak ada mal,” ujarnya, lantas terkekeh.
Mario tentu saja berseloroh. Karyawan PT Freeport Indonesia (PTFI) ini tak sedang di jantung Jakarta. Pada siang pertengahan Agustus 2024 lalu, pria asal Nusa Tenggara Timur itu menuju Grasberg Mine di Pegunungan Sudirman, Distrik Tembagapura, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua Tengah.
Kendaraan terhuyung kala menanjak dan berkelok tajam. Maklum, kontur medan naik-turun. Belum lagi tebal halimun membatasi jarak pandang. Satu sisi jalan berupa tebing terjal, sisi lain jurang curam. Butuh keahlian ekstra bagi pengemudi untuk melintas jalanan ini.
Sebelum sampai Grasberg--areal pertambangan terbuka (open pit) legendaris yang kini tak lagi dieksploitasi itu--, perjalanan melewati satu kolam (pond) besar. Lokasi persisnya di Milepost (MP) 74 Tembagapura di ketinggian sekitar 2.800 mdpl. Inilah penampungan lumpur konsentrat mineral tambang hasil pemrosesan batu bijih (ore) yang dikeruk dari perut bumi Grasberg.
Bagi karyawan Freeport, kolam itu punya julukan keren: Bundaran HI. Sebutan yang agaknya merujuk pada Bundaran Hotel Indonesia, titik pertemuan Jalan MH Thamrin dan Jalan Sudirman Jakarta. Benar kata Mario, tak ada hiruk-pikuk pusat perbelanjaan di sekitarnya. Sejauh mata memandang, besi-besi pabrik kokoh menjulang.
MP 74 bisa dibilang salah satu urat nadi Freeport Indonesia. Di tempat ini, berbagai aktivitas pengolahan hasil tambang dikerjakan, mulai menempatkan ore ke stockpile hingga penghancuran batu-batu besar menjadi lebih kecil di SAG mill.
Pabrik SAG atau semi-autogenous menggunakan bola-bola baja untuk memecah batuan menjadi partikel halus. Proses ini agar tembaga dan emas dapat terpisah dari semua kandungan bijih lainnya yang tidak berharga (gangue).
Hadiri Rapat KNEKS, Pj Gubernur Sugito: Pertumbuhan Ekonomi dan Keuangan Syariah Tumbuh Positif
Ada pula proses pengapungan atau flotasi. Ini proses kimiawi untuk menghasilkan konsentrat tembaga hingga emas. Partikel halus dimasukkan ke kolam yang digerojok air dan bahan lain untuk menemukan kandungan mineral.
“Dari proses flotasi ketemu konsentrat mineral berharga, yang kemudian dipompa ke portsite,” kata Presiden Direktur PTFI Tony Wenas kepada iNews.id.
Bila dihitung, jarak dari gunung hingga ke portsite itu kurang lebih 115 kilometer. Portsite Freeport berada di kawasan Pelabuhan Amamapare, Mimika.
Areal ini tak kalah sibuk. Bubur konsentrat (slurry) akan dikeringkan, kemudian diangkut menggunakan conveyor belt sebelum kemudian masuk kapal untuk dibawa ke tempat pemurnian (smelter) di Manyar, Gresik, Jawa Timur.
Raksasa Produsen Katoda Tembaga
PT Freeport Indonesia, bagian dari BUMN holding pertambangan Indonesia MIND ID, mula-mula menambang Ertsberg pada 1972 usai menerima Kontrak Karya I (1967). Eksplorasi dan eksploitasi ini menghasilkan konsentrat tembaga, emas, perak dan mineral turunan lainnya. Ertsberg selesai dikeruk pada 1988.
Namun, tak berarti Freeport rampung beroperasi. Raksasa tambang kelas dunia ini telah menemukan harta karun lainnya berupa Gunung Grasberg. Penambangan terbuka dengan skala lebih besar dilakukan. Tahun demi tahun berjalan, era Grasberg pun berakhir pada 2019.
Lagi-lagi Freeport tak berpangku tangan. Cadangan tak kalah besar ditemukan dalam perut bumi. PTFI memulai investasi proyek pengembangan bawah tanah Grasberg Block Cave (GBC) sebagai kelanjutan dari open pit Grasberg.
Mengacu data perseroan, tak kurang duit 9 miliar dolar AS digelontorkan, plus tambahan 20 miliar dolar AS akan diinvestasikan sampai dengan 2041. Estimasi kandungan cadangan mineral mencapai 963 juta metrik ton.
Senior Vice President Underground Mine PTFI Hengky Rumbino mengatakan, saat ini produksi tambang bawah tanah PTFI sekitar 125.000-150.000 ton per hari. Selain GBC, tambang bawah tanah lainnya mencakup blok Deep Mile Level Zone (DMLZ) dan Big Gossan.
Kemudian, blok Kucing Liar yang juga akan digarap tahun ini dan memiliki masa produksi hingga 2053. Dulu, semua hasil tambang Freeport diekspor begitu saja ke luar negeri.
Namun kini kegiatan itu tinggal cerita. Kebijakan hilirisasi untuk mendapatkan nilai tambah dari industri tambang yang digelorakan Pemerintah Indonesia telah mengubah aktivitas bisnis perseroan secara drastis.
Sebagai wujud kepatuhan isi Kontrak Karya II, Freeport Indonesia membangun pabrik pemurnian dan pengolahan (smelter) hasil tambang. Dimulai dari PT Smelting Gresik pada 1996 dan teranyar Smelter Manyar di Kawasan Ekonomi Khusus JIIPE Gresik.
Pada 23 September 2024, Presiden Joko Widodo meresmikan produksi katoda tembaga perdana dari smelter tersebut.
“Dengan mengolah sumber daya alam sendiri dan tidak ekspor raw material, akan membuka lapangan pekerjaan yang sangat besar. Ini pelaksanaan dari gagasan hilirisasi yang merupakan fondasi ekonomi baru Indonesia yang tidak bertumpu pada konsumsi domestik, tapi kita mau bertumpu pada produksi," kata Jokowi.
Turut hadir dalam peresmian ini antara lain Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia, Menteri BUMN Erick Thohir, Menteri Investasi/Kepala BKPM Rosan P Roeslani, Direktur Utama MIND ID Hendi Prio Santoso, Chairman Freeport-McMoran Richard C Adkerson, President dan Chief Executive Officer (CEO) Freeport-McMoran Kathleen L Quirk serta Tony Wenas.
Stabilitas Sektor Jasa Keuangan di Jawa Timur Makin Kuat, OJK Optimis Pertumbuhan Berkelanjutan
Tak dimungkiri, kehadiran Smelter PT Freeport Indonesia menggoreskan sejarah baru. Merangkai hulu hilir industri tambang bukan lagi sekadar jargon dan omon-omon belaka, tapi terwujud nyata.
Dengan investasi senilai Rp56 triliun, smelter single line design terbesar di dunia tersebut akan mengolah 1,7 ton konsentrat tembaga per tahun yang dapat menghasilkan 650.000 ton katoda tembaga.
Dari smelter ini juga terproduksi 50 ton emas dan 210 ton perak. Smelter yang mulai beroperasi pada 27 Juni itu diproyeksikan dapat beroperasi penuh pada Desember 2024.
“Dengan smelter PTFI pengolahan mineral dapat dilakukan secara penuh dari hulu hingga hilir di dalam negeri. Ini tentunya akan memberikan nilai tambah bagi negara kita tercinta,” kata Tony dalam kesempatan yang sama.
Pendek kata, aktivitas hulu hilir yang dijalankan PTFI merupakan rangkaian panjang. Dimulai dari perut bumi di highland Papua, bermuara di kawasan industri Gresik. Sebuah proses yang rumit, kompleks dan berisiko tinggi, namun memiliki efek dahsyat bagi pembangunan negeri.
Merangkai Hilirisasi, Menumbuhkan Ekonomi
Hilirisasi menjadi istilah yang terus diamplifikasi pemerintah. Bukan hanya semasa Presiden Jokowi, tetapi juga berlanjut dalam program Asta Cita Presiden Prabowo Subianto. Secara harfiah, hilirisasi merupakan proses pengolahan bahan mentah menjadi produk akhir yang memiliki nilai jual lebih tinggi.
Di bidang pertambangan, menurut laman resmi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), hilirisasi diartikan tidak sekadar mengekspor mineral dalam bentuk mentah, tetapi juga memprosesnya menjadi barang-barang bernilai tambah seperti logam olahan dan produk mineral lainnya.
Prabowo menegaskan, hilirisasi bersifat mutlak karena merupakan kunci kebangkitan Indonesia. Sebab, hilirisasi merupakan langkah awal Indonesia melakukan industrialisasi.
Kepala Negara pun menginstruksikan kepada kementerian terkait untuk merumuskan program hilirisasi 26 komoditas utama. Wujud nyata hilirisasi tak lepas dari komitmen MIND ID dalam mengawal program ini.
Grup MIND ID dalam kurun waktu lima tahun terakhir, telah mengucurkan investasi hingga 6 miliar dolar AS atau sekitar Rp90,6 triliun (asumsi kurs Rp15.100 per dolar AS) dalam pengembangan hilirisasi mineral Indonesia.
Direktur Utama MIND ID Hendi Prio Santoso menegaskan, MIND ID konsisten mengalokasikan investasi besar dalam menyukseskan program hilirisasi dan industrialisasi demi meningkatkan nilai tambah dari mineral kelolaan sekaligus multiplier effect ekonomi yang lebih optimal.
Menurut lulusan Bachelor of Business Administration University of Houston dan Bachelor of Economy University of Texas ini, investasi merupakan salah satu kunci paling krusial dalam menyukseskan hilirisasi dan industrialisasi Indonesia. Inisiatif tersebut akan mengukuhkan posisi sebagai motor penggerak masa depan.
Bagi MIND ID, hilirisasi bukan sekadar janji, tapi sudah pada bukti. Dua smelter milik anggota MIND ID telah diresmikan pada September lalu. Selain Smelter PTFI, juga Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) Fase 1 di Mempawah, Kalimantan Barat.
“MIND ID berkomitmen untuk melanjutkan investasi pada SGAR Fase 2 yang nantinya akan memperkuat kapasitas produksi alumina serta dilengkapi pabrik smelter untuk memproduksi aluminium,” tutur Hendi.
Khusus PTFI, dari semua kinerja bisnis perseroan memproyeksi dapat menyetor 5,6 miliar dolar AS atau setara hampir Rp90 triliun ke kas negara pada 2024. Jumlah tersebut meningkat dibanding 2023 sebesar 2,7 miliar dolar AS atau ekuivalen dengan Rp41 triliun.
Ketua Indonesia Mining & Energy Forum (IMEF) Singgih Widagdo menilai hilirasi sebagai langkah strategis untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Dengan pemurnian dan pengolahan tambang di dalam negeri menjadi bahan jadi, ada nilai tambah.
“Itu (bahan jadi) bukan saja untuk memenuhi kebutuhan industri di dalam negeri, namun juga menambah serapan tenaga kerja,” ujarnya dihubungi iNews.id.
Singgih mengapresiasi komitmen MIND ID terkait hilirisasi industri tambang. Perlu diingat, kata dia, hilirisasi bukan tugas holding pertambangan pelat merah itu semata, tapi juga pemerintah.
“Bahkan mesti dibangun oleh Kementerian ESDM, Kementerian Perindustrian dan lain-lain, termasuk Kementerian Keuangan dalam memastikan kemudahan sisi fiskal/non-fiskal bagi investor,” ucapnya.