Pasien Kanker Payudara Kebanyakan Telat Terdeteksi gegara Alasan Ini
JAKARTA, iNews.id - Kanker payudara masih menjadi jenis kanker terbanyak nomor dua di kalangan perempuan Indonesia. Bahkan, data mencatat kamker payudara jadi salah satu penyebab utama kematian terkait kanker.
Sayangnya, hampir 70 persen pasien kanker payudara datang ke fasilitas kesehatan sudah pada stadium lanjut. Ini menandakan deteksi dini yang masih sangat rendah di masyarakat.
Menurut Global Cancer Observatory (Globocan) 2022, setiap tahunnya lebih dari 66.000 wanita Indonesia menerima diagnosis kanker payudara dengan tingkat kematian yang sangat tinggi, yaitu 30 persen dari total kasus.
Asosiasi Advokasi Kanker Perempuan Indonesia (A2KPI) menyoroti statistik yang memprihatinkan ini. Lebih dari 48 persen pasien didiagnosis kanker payduara pada stadium 3 dan 20 persen pada stadium 4, dan 70 persen pasien meninggal atau mengalami masalah finansial hanya dalam waktu 12 bulan sejak terdiagnosa.
Ketua Yayasan Kanker Indonesia (YKI), Prof. Dr. dr. Aru Sudoyo, Sp.PD-KHOM, FINASIM, FACP, mengatakan angka kanker payudara di Indonesia pada dasarnya tidak bisa diturunkan hanya dengan mengandalkan peralatan serba canggih. Pasalnya, kesadaran masyarakat skrining dan deteksi dini masih rendah.
"Hambatannya adalah hambatan psikologis. Bagaimana sulitnya mengajak, walau sudah oleh bidan, mereka tidak mau diperiksa. Alasannya sangat manusiawi, 'kalau positif bagaimana?'," ujar Prof Aru dalam konferensi pers A2KPI, baru-baru ini.
Hal senada juga disampaikan Dokter Spesialis Onkologi Radiasi sekaligus Koordinator Pelayanan Kanker Terpadu RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo (PKaT RSCM), Prof. Dr. dr. Soehartati Argadikoesoema Gondhowiardjo, Sp.Rad (K),Onk.Rad bahwa kanker payudara dapat dikontrol bila ditemukan dan diobati dengan benar dalam keadaan dini, juga dengan hasil kosmetik yang lebih baik.
“Deteksi dini dan terapi yang tepat sangat penting. Jangan percaya pada terapi yang tidak berbasis bukti,” ungkapnya.
Respons Kemenkes Kasus Kanker Payudara Masih Tinggi
Di sisi lain, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, M.Epid, mengatakan, melihat tingginya angka kanker payudara di Indonesia menjadi perhatian serius bagi pemerintah. Untuk itu, pemerintah membuat Rencana Aksi Nasional (RAN) Kanker Payudara 2024-2034.
RAN Kanker Payudara adalah strategi nasional untuk menurunkan beban penyakit kanker payudara dan mencapai target penurunan angka kematian akibat kanker payudara sebesar 2.5 per tahun sebagaimana ditetapkan oleh WHO melalui Global Breast Cancer Initiative.
“RAN ini mengadopsi rekomendasi yang diberikan A2KPI menjadi bagian yang tidak terpisahkan. Mari kita deteksi dini kanker payudara dengan melakukan pemeriksaan Sadari, Sadanis, dan Pemeriksaan USG serta Mamografi," ucap Siti Nadia.
Sementara itu, Ketua Yayasan Kanker Payudara Indonesia dan salah satu penggagas A2KPI, Linda Agum Gumelar, menjelaskan RAN Kanker Payudara sangat penting sebagai peta jalan agar Indonesia dapat mencapai sasaran penurunan angka kematian akibat kanker payudara.
“Dan juga memastikan tercapainya indikator yang telah ditetapkan GBCI yaitu 60 kasus terdeteksi secara dini, diagnosis ditegakkan dalam 60 hari, dan 80 pasien menerima pengobatan multimodalitas sehingga bisa berhasil,” jelasnya.
Di waktu yang bersamaan, Wakil Ketua MPR-RI, Lestari Moerdijat, menegaskan RAN Kanker Payudara ini harus diletakkan dalam kerangka menyelamatkan seluruh warga negara khususnya para Ibu.
Semua proses mulai dari edukasi atau sosialisasi kanker, deteksi dini, diagnosa, pengobatan dan perawatan lanjutan merupakan tanggung jawab negara bersama seluruh komponen masyarakat.
“Dengan political will yang kuat dan pendekatan bottom-up, kita mampu menurunkan kanker payudara stadium lanjut dengan target 60 pasien terdiagnosis dini," kata Lestari Moerdjirat.