Pemerintah bakal Pindahkan Pintu Masuk 7 Barang Impor ke Indonesia Timur, Pengusaha Ritel Was-was

Pemerintah bakal Pindahkan Pintu Masuk 7 Barang Impor ke Indonesia Timur, Pengusaha Ritel Was-was

Ekonomi | inews | Jum'at, 6 September 2024 - 12:15
share

JAKARTA, iNews.id - Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) menilai rencana pemerintah yang akan memindahkan pintu masuk 7 barang impor ke Indonesia bagian timur akan berdampak pada industri. Beberapa ancaman tersebut di antaranya memengaruhi daya beli masyarakat hingga kebangkrutan toko ritel.

Ketua Umum Hippindo, Budihardjo Iduansjah menuturkan, kebijakan tersebut justru akan memperberat para pelaku industri dan ritel nasional, karena akan ada komponen biaya tambahan untuk mengirim bahan baku impor dari Indonesia timur, ke pusat produksi atau ke ritel.

"Infrastruktur di Indonesia Timur masih belum memadai jika dibandingkan dengan kawasan Indonesia Barat, terutama terkait transportasi dan logistik. Selain itu, biaya operasional yang tinggi, termasuk transportasi dan distribusi, akan berdampak pada kenaikan harga barang di pasar," ujar Budihardjo dalam keterangannya, Jumat (6/9/2024).

Dia menambahkan, kenaikan harga tersebut akan berdampak langsung pada daya beli masyarakat, sehingga pendapatan pelaku usaha tergerus hingga mengancam toko-toko ritel harus tutup atau gulung tikar.

Hippindo juga menekankan bahwa solusi yang lebih efektif untuk menangani impor ilegal adalah dengan memperkuat pengawasan dan penegakan hukum di seluruh pelabuhan Indonesia, serta meningkatkan kolaborasi dengan pihak terkait untuk menertibkan pelaku impor ilegal.

"Selain memindahkan impor, kami melihat perlunya memperbanyak pasokan dari pabrik di dalam negeri. Jika perlu, kerja sama dengan pihak luar bisa dilakukan, namun dengan ketentuan bahwa barang yang diproduksi di Indonesia wajib dijual untuk kebutuhan dalam negeri, bukan hanya untuk ekspor," ucapnya.

Menurutnya, yang harus diutamakan adalah pemenuhan stok barang, baik pangan maupun non-pangan, dengan fokus pada produk yang belum tersedia atau masih minim di Indonesia.

"Kebijakan ini harus mempertimbangkan aspek infrastruktur, biaya logistik, dan dampaknya terhadap industri serta konsumen, sehingga tujuan utama meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat dapat benar-benar tercapai," kata dia.

Topik Menarik