Jaga Pemilu Ungkap Kesalahan Input Sirekap Jadi Pelanggaran Tertinggi di Pemilu 2024
JAKARTA, iNews.id - Aplikasi Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) menjadi sorotan dalam pelaksanaan Pemilu 2024. Jaga Pemilu, relawan pemantau pemilu, menemukan kesalahan input Sirekap menjadi pelanggaran tertinggi dengan 25 persen kasus sejak H-1 hingga H+3 setelah hari pencoblosan pada 14 Februari 2024.
Sekretaris Jaga Pemilu, Luky Djani, mengungkapkan kekecewaannya atas kesalahan yang berulang ini.
"Sangat disayangkan bahwa sudah enam kali berturut-turut kita melakukan pemilu, berbagai kecurangan atau kesalahan, termasuk kesalahan administratif seperti dua hal tertinggi tersebut, belum bisa diminimalisir," kata Luky dalam konferensi pers di Jakarta (17/2/2024).
Temuan Jaga Pemilu didapatkan dari pantauan di hampir 7.000 TPS, baik oleh Penjaga Pemilu maupun masyarakat. Pelanggaran lain yang ditemukan termasuk kesalahan administrasi tata cara pemungutan suara (22 persen), netralitas penyelenggara, politik uang, dan pelanggaran terkait Daftar Pemilih Tetap (DPT).
Hadar Gumay, pendiri JagaSuara2024, menekankan pentingnya akurasi data Sirekap.
Tragedi Mengerikan di Jalan Menurun Jombang, Pemuda Tewas Jatuh Dari Bak Truk Muatan Tepung
"Data Sirekap harus benar-benar jujur mencerminkan perolehan hasil dari TPS. Jadi kalau bahan awalnya kotor, maka rekap manualnya pun akan tidak bersih," kata Hadar.
Organisasi Hadar menemukan 2,66 persen kesalahan suara sah tidak sama dengan jumlah suara paslon, 0,88 persen suara sah tidak sesuai dengan foto C.Hasil, dan 1,96 persen satu atau lebih suara Paslon tidak sesuai dengan foto C.Hasil dalam 5.000 sampel data Sirekap.
Hadar juga menyoroti intervensi DPR dan pihak lain terhadap KPU, yang mengakibatkan perubahan peraturan dan data. "Penyelenggara pemilu kita saat ini nyata-nyata melaksanakan pemilu tidak sesuai dengan Undang-Undang. Ini cacat besar dalam demokrasi kita," tutur Hadar.
Yanuar Nugroho, yang juga pengajar STF Driyarkara, mengingatkan bahwa berbagai kecurangan tidak boleh dinormalisasi, dimaafkan, atau diinstitusionalisasikan.
"Politik gentong babi itu bukan hanya bansos, tapi juga kenaikan gaji bagi aparat negara, penyelenggara pemilu, bahkan sampai ke penunjukan komisaris," kata Yanuar.