Begini Konstruksi Kasus Suap Putusan Lepas Korupsi CPO yang Seret Ketua PN Jaksel
IDXChannel - Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Muhammad Arif Nuryanta (MAN) sebagai tersangka.
MAN diduga terlibat kasus dugaan suap putusan perkara Pemberian Fasilitas Ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya pada Industri Kelapa Sawit pada periode Januari 2021-Maret 2022.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Kejaksaan Agung, Abdul Qohar mengatakan, saat sidang perkara tersebut bergulir, MAN masih menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat di mana sidang tersebut digelar.
Dalam putusannya pandangan majelis hakim, perbuatan para terdakwa bukanlah merupakan suatu tindak pidana (ontslag van alle recht vervolging).
"Terkait dengan putusan Ontslag tersebut, Penyidik menemukan fakta dan alat bukti bahwa WG, MS dan AR melakukan perbuatan pemberian suap dan/atau gratifikasi kepada MAN sebesar Rp60.000.000.000 dalam rangka pengurusan putusan perkara dimaksud agar majelis hakim memberikan putusan ontslag van alle recht vervolging," kata Qohar dikutip Minggu (13/4/2025).
Uang tersebut ditujukan agar tiga terdakwa korporasi, yakni PT Wilmar Group, Permata Hijau Group, Musim Mas Group bebas dari segala tuntutan.
MAN ditetapkan tersangka bersama tiga orang lainnya, yakni Pengacara Korporasi, Marcella Santos; Panitera Muda PN Jakut, Wahyu Gunawan; dan tersangka lainnya berinisial AR.
Konstruksi Kasus
Kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor ini berawal dari kelangkaan minyak sayur di dalam negeri pada 2022. Saat itu, harga minyak melambung sampai Rp22 ribu per liter dari harga eceran tertinggi Rp14 ribu.
Kelangkaan minyak tersebut akibat harga CPO di luar negeri sedang tinggi, sehingga pada April 2022 pemerintah menerbitkan larangan ekspor CPO.
Perusahaan minyak baru bisa mengekspor jika sudah menjual minyak ke pasar domestik atau domestic market obligatin (DMO) sebanyak 20 persen dari jumlah ekspor.
Kejagung kemudian menelusuri dugaan kecurangan pengeluaran izin ekspor dalam bentuk keluarnya izin ekspor CPO meskipun DMO belum 20 persen.
Dalam kaitan ini, sejumlah petinggi perusahaan minyak dan pejabat Kementerian perdagangan divonis bersalah.
Penetapan tersangka ini bermula dari pemberian putusan ontslag atau lepas dalam perkara dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) atau minyak kelapa sawit mentah yang melibatkan PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group.
Sidang putusan ontslag kasus ini digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada PN Jakarta Pusat, Rabu, 19 Maret 2025.
Putusan dijatuhkan oleh Hakim Ketua Djuyamto bersama dengan hakim anggota Ali Muhtarom dan Agam Syarief Baharudin.
Sementara itu, dalam perkara ini, PT Wilmar Group, dihukum denda sebesar Rp1.000.000.000 apabila dalam 1 bulan tidak membayar, maka harta/aset kekayaan masing-masing korporasi dapat dirampas untuk dilelang.
Selanjutnya apabila harta benda Terpidana Korporasi juga tidak mencukupi, maka harta benda Tenang Parulian Sembiring selaku direktur yang mewakili lima korporasi dapat disita dan dilelang.
Apabila harta Terpidana Korporasi dan Tenang Parulian selaku direktur tidak mencukupi maka terhadap Tenang Parulian dikenakan subsidiair pidana kurungan selama 12 bulan.
Cerita Pelatih PSIS Semarang yang Anggap Timnya Beruntung saat Sukses Imbangi Persebaya Surabaya 1-1
Terdakwa juga dituntut membayar uang Pengganti sebesar Rp11.880.351.802.619 yang dibebankan secara proporsional kepada kelima Terdakwa Korporasi, dengan memperhitungkan harta benda milik terdakwa korporasi yang telah disita.
Jika tidak mencukupi maka harta benda Tenang Parulian selaku Direktur dapat disita dan dilelang, apabila tidak mencukupi terhadap Tenang Parulian dikenakan subsidiair pidana penjara 19 tahun.
Sementara itu, terdakwa Permata Hijau Group dihukum membayar denda sebesar Rp1.000.000.000 apabila dalam 1 bulan tidak membayar, maka harta/aset kekayaan masing-masing korporasi dapat dirampas untuk dilelang.
Selanjutnya apabila harta benda Terpidana Korporasi juga tidak mencukupi, maka Harta Kekayaan milik personel Pengendali kelima korporasi, David Virgo dapat disita untuk dilelang, apabila tidak mencukupi terhadap David Virgo dikenakan subsidiair selama 9 bulan.
JPU juga menuntut terdakwa membayar uang pengganti sebesar Rp937.558.181.691,26 yang dibebankan secara proporsional kepada lima terdakwa. Apabila dalam satu bulan tidak membayar, maka harta benda korporasi dan David Virgo dapat disita untuk dilelang, apabila tidak mencukupi terhadap David Virgo dikenakan subsidiair penjara selama 12 bulan.
Sedangkan, terdakwa Musim Mas Group dituntut membayar denda sebesar Rp1.000.000.000 kepada personel Pengendali Direktur Utama PT Musim Mas yaitu Gunawan Siregar; Personel Pengendali PT Intibenua Perkasatama, PT Mikie Oleo Nabati Industri, Direktur Utama PT Agro Makmur Raya, Rudi Krisnajaya.
Kemudian Presiden Direktur PT Musim Mas Fuji, Siu Shia; Direktur Utama PT Megasurya Mas, Alok Kumar Jain; Direktur Utama PT Wira Inno Mas, Erlina.
Apabila tidak mencukupi, maka kepada lima personel pengendali tersebut masing-masing dipidana penjara 11 bulan.
Jaksa juga menuntut mereka dengan pidana tambahan berupa membayar uang Pengganti atas perekonomian negara sebesar Rp4.890.938.943.794,1 yang dibebankan kepada para Terdakwa Korporasi secara proporsional.
Apabila harta benda terdakwa korporasi dan personel pengendali tidak mencukupi maka terhadap personel pengendali dipidana dengan pidana penjara masing-masing selama 15 tahun dan penutupan perusahaan selama 1 tahun.
Namun, Majelis Hakim berpendapat bahwa perbuatan para terdakwa terkait perkara Pemberian Fasilitas Ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya pada Industri Kelapa Sawit dalam kurun waktu antara bulan Januari 2022 sampai dengan bulan Maret 2022 sangat erat hubungannya dengan perselisihan perdata dan tuntutan ganti kerugian yang sudah memasuki kewenangan Peradilan Umum.
Sebagaimana telah di sengketakan oleh para Terdakwa dengan Menteri Perdagangan RI dan telah diputus oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 233/PDT.G/2024/PN Jkt Pst tertanggal 21 Januari 2025.
Karena itu, Majelis Hakim menyatakan bahwa para terdakwa telah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya sebagaimana didakwakan dalam unsur ketiga Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, akan tetapi perbuatan itu bukanlah merupakan suatu tindak pidana (ontslag van alle recht vervolging).
(Nur Ichsan Yuniarto)