Was-Was Tarif Baru AS, Industri RI Dihantui PHK Jika Tak Ada Langkah Antisipasi
IDXChannel - Potensi pemutusan hubungan kerja (PHK) menghantui sejumlah industri di Tanah Air, menyusul kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang bakal menerapkan tarif impor baru.
Pengumuman yang disebut dengan "Hari Pembebasan" itu kabarnya akan dilakukan Rabu (2/4/2025) waktu setempat.
Direktur Eksekutif Segara Research Institute Piter Abdullah mengatakan, pemutusan hubungan kerja secara besar-besaran di Tanah Air berpotensi terjadi jika pemerintah tidak mengambil langkah antisipasi sesegera mungkin.
Piter menjelaskan, pengenaan tarif impor baru Amerika Serikat bisa menurunkan daya perdagangan global. Hal ini ikut mempengaruhi atau menekan kinerja ekspor Indonesia ke negara mitra.
"Kalau ekspor kita turun, sementara di sisi lain juga ada penurunan daya beli, konsumsi kita turun, investasi kita turun, kalau dihantam juga dengan ekspor yang turun, ya kita (industri) semakin terpuruk," ujar Piter saat dihubungi IDXChannel, Rabu (2/4/2025).
Kemungkinan PHK cukup tinggi karena banyak industri sudah terkontraksi saat ini. Bahkan, Piter menyebut telah terjadi deindustrialisasi dini seperti di sektor tekstil yang banyak tutup dan memberhentikan para pekerjanya.
Deindustrialisasi dini di sektor tekstil mencuat beberapa waktu lalu atau jauh sebelum Donald Trump mengumumkan adanya tarif impor baru. Salah satunya, produsen tekstil terbesar di Asia Tenggara (Asean), PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex).
"Tekstil misalnya itu kita sudah berapa banyak yang tutup, berapa banyak yang sudah melakukan PHK, itu sebelum Trump menerapkan kebijakan tarifnya," kata dia.
Lebih jauh, Piter mengatakan multiplier effect yang buruk dari kebijakan Trump dapat dilihat dari perdagangan China sebagai mitra utama Indonesia.
China adalah negara paling terdampak atas kebijakan Trump. Tertekannya perdagangan Negeri Tirai Bambu itu akan memberi sinyal negatif bagi Indonesia. Permintaan bahan baku China ke Indonesia akan ikut menurun.
"Ekspor China ke Amerika yang berkurang itu akan menyebabkan produksi China turun, permintaan China terhadap barang-barang bahan baku, misalnya ternyata dari Indonesia, akan ikut terdampak," tuturnya.
(NIA DEVIYANA)