Media Iran Serukan Pembunuhan Donald Trump: Beberapa Peluru Akan Ditembakkan ke Kepalanya yang Kosong
Sebuah media pemerintah Iran telah menyerukan pembunuhan terhadap Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump di tengah kekhawatiran akan pecahnya perang antara kedua negara.
Surat kabar Kayhan, yang secara luas dianggap sebagai suara dari faksi-faksi garis keras di lembaga ulama Iran, membuat seruan pembunuhan tersebut. Editor media itu ditunjuk langsung oleh Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei.
Namun, seruan pembunuhan tersebut memicu kemarahan di Iran, dengan tokoh-tokoh politik memperingatkan bahwa hal itu dapat memberi Trump dalih untuk menyerang negara para mullah tersebut.
Dalam kolom "dialog" pada hari Sabtu, surat kabar itu menulis: "Ada apa dengan Donald Trump ini? Dia pikir dia siapa sampai mengancam beberapa negara setiap hari? Mengancam serangan militer, sanksi, menaikkan tarif..."
"Setiap saat, sebagai pembalasan atas darah martir Soleimani, beberapa peluru akan ditembakkan ke kepala Trump yang kosong dan dia akan meminum cawan kutukan," lanjut surat kabar tersebut.
Itu merujuk pada Mayor Jenderal Qassem Soleimani, mantan komandan Pasukan Quds Iran. Dia tewas dalam serangan pesawat nirawak pada Januari 2020 di Irak, yang diperintahkan oleh Trump selama masa jabatan pertamanya sebagai presiden AS.
Iran telah berulang kali mengatakan akan membalas dendam atas kematian Soleimani dan telah mengadakan sidang pengadilan untuk Trump, Mike Pompeo (mantan menteri luar negeri AS), dan Kenneth F McKenzie (mantan kepala komando pusat AS).
Ketiganya kini menghadapi kemungkinan hukuman mati—karena mengatur kematian Soleimani—jika mereka mengunjungi Iran.
Surat kabar Kayhan merayakan pembunuhan hipotetis Trump, dengan mengatakan, "Hal itu akan membuat hati semua orang saleh bahagia, semua orang yang mencintai para martir, orang-orang Gaza yang tertindas, dan perlawanan pasukan."
Surat kabar itu mengulangi seruannya pada hari Minggu (6/4/2025) dan mengatakan pembunuhan Trump akan menjadi "peristiwa yang baik".
"Namun sebelum tembakan dilepaskan, beberapa antek dalam negeri dan penjilat Amerika menjadi sangat takut dan mulai melontarkan hinaan dan kutukan kepada pemimpin redaksi Kayhan," tulis media tersebut.
Ancaman itu memicu kemarahan beberapa warga Iran. Seorang pendukung rezim berkata: "Jika badan intelijen AS bermaksud mengarang rencana pembunuhan terhadap Trump untuk membenarkan serangan di tanah Iran, bukti apa yang lebih baik yang dapat mereka berikan daripada artikel di Kayhan ini?"
Jenderal Hossein Salami, panglima tertinggi Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) Iran, mengatakan pada hari Sabtu: “Kami sama sekali tidak khawatir. Kami sama sekali tidak khawatir tentang perang. Kami tidak akan memulai perang, tetapi kami siap berperang."
“Kekuatan besar telah terkumpul. Jika musuh ingin melihat realitas kekuatan kami, kami siap," ujarnya.
AS belum menanggapi ancaman-ancaman tersebut, yang muncul di tengah meningkatnya ketegangan regional yang melibatkan Iran, Israel, dan berbagai kelompok proksi di Timur Tengah.
AS dilaporkan telah mengirim sistem pertahanan rudal THAAD kedua ke Israel.
Data pelacakan penerbangan menunjukkan bahwa C-5M Super Galaxy, pesawat angkut militer terbesar Angkatan Udara AS, mendarat di Pangkalan Udara Nevatim di Israel selatan pada hari Sabtu dan bertahan selama sekitar delapan jam sebelum berangkat.
Minggu lalu, Trump memperingatkan Iran tentang kemungkinan serangan udara dan sanksi lebih lanjut jika tidak menyetujui kesepakatan dengan AS untuk membatasi ambisi nuklirnya.
Trump juga memindahkan pesawat pengebom siluman B-2 ke pangkalan militer AS-Inggris, Diego Garcia, di Kepulauan Chagos. Iran mengancam akan menargetkan pangkalan itu jika diserang.
Posisi AS terhadap Iran dan Timur Tengah telah berubah secara radikal di bawah Trump.
Badan intelijen AS sebelumnya memperingatkan tim Biden dan Trump bahwa Israel kemungkinan akan menargetkan situs-situs penting dalam program nuklir Iran tahun ini.
Iran tengah mencari cara untuk menghidupkan kembali kesepakatan nuklir 2015 yang ditinggalkan Trump pada 2018, sementara AS mendorong perlucutan senjata sepenuhnya.
Penasihat senior Khamenei, Ali Larijani, memperingatkan minggu ini bahwa Iran akan mengembangkan senjata nuklir jika Trump melancarkan serangan militer.
Larijani menanggapi peningkatan kekuatan militer di Diego Garcia dengan memperingatkan AS untuk "mengubah perilakunya".