Mantan Bos Intelijen Militer Israel Senang Kekacauan Melanda Suriah

Mantan Bos Intelijen Militer Israel Senang Kekacauan Melanda Suriah

Global | sindonews | Jum'at, 14 Maret 2025 - 07:34
share

Mantan kepala Direktorat Intelijen Militer Israel Tamir Hayman senang dengan kekacauan yang melanda Suriah.

Dia menyuarakan dukungannya terhadap perebutan kekuasaan di Suriah, seraya menambahkan bahwa kekacauan tersebut menguntungkan Israel.

"Kekacauan di Suriah menguntungkan. Biarkan mereka saling bertarung. Namun, Israel harus tetap diam mengenai masalah ini dan tidak membuat pernyataan publik apa pun. Israel harus bertindak dengan tenang," kata Hayman dalam sebuah wawancara dengan Army Radio, yang dikutip Middle East Eye, Jumat (14/3/2025).

Hayman, yang kini menjabat sebagai direktur Institut Studi Keamanan Nasional, menyambut baik konflik antara berbagai faksi di Suriah.

"Kami mendoakan kemenangan bagi semua pasukan, tetapi kami harus melakukan satu hal, melakukannya secara diam-diam, dan tidak membicarakannya,” ujarnya.

Dia mengatakan, meskipun dalam jangka pendek tampaknya ada perebutan kekuasaan di Suriah, pemerintah baru berusaha memperluas kendalinya.

"Semua orang saling berperang. Kesepakatan dengan Kurdi pada hari pertama, pembantaian terhadap Alawite pada hari kedua, dan ancaman terhadap Druze pada hari ketiga. Semua kekacauan ini ditambah dengan serangan Israel di selatan. Semua kekacauan ini agak baik untuk Israel," jelasnya.

Mantan komandan militer itu merujuk pada kekerasan yang dimulai pada Kamis lalu ketika orang-orang bersenjata yang setia kepada presiden terguling Bashar al-Assad melancarkan serangan terhadap pasukan keamanan di wilayah pesisir, rumah bagi anggota komunitas Alawite, tempat Assad dan sebagian besar loyalisnya berasal.

Bentrokan berubah menjadi serangan balas dendam terhadap warga sipil, menewaskan ratusan orang dan ribuan lainnya mengungsi.

Pembunuhan tersebut telah memicu suasana sektarianisme dan intimidasi, dan menimbulkan tantangan besar bagi kredibilitas pemerintah Suriah yang baru lahir.

Warga sipil yang termasuk dalam komunitas Alawite menjadi sasaran khusus. Ketegangan di daerah tersebut telah meningkat sejak Assad digulingkan, dengan komunitas Alawite mengatakan bahwa mereka telah menjadi korban serangan balasan sesekali.

Sementara Kementerian Pertahanan pemerintahan baru Suriah mengatakan telah menyelesaikan operasinya terhadap "sisa-sisa rezim Assad", penduduk kota-kota pesisir mengatakan kekerasan belum berakhir, meskipun telah berkurang.

Destabilisasi dan Serangan Lebih Lanjut

Sementara itu, Israel melakukan serangan udara di ibu kota Suriah, Damaskus, pada hari Kamis, ketika menteri pertahanannya mengancam Presiden sementara Suriah Ahmed al-Sharaa, yang menambah kekacauan di Suriah.

Militer Israel mengatakan bahwa mereka menargetkan apa yang digambarkannya sebagai pusat komando milik Jihad Islam Palestina (PIJ), yang katanya digunakan untuk mengarahkan "kegiatan teroris" terhadap Israel.

Serangan itu terjadi di daerah permukiman di pinggiran Damaskus, demikian dilaporkan media pemerintah Suriah.

Sasaran serangan itu adalah seorang warga Palestina, kata dua sumber keamanan Suriah kepada Reuters.

Belum jelas apakah ada yang terluka dalam serangan itu.

Di tempat lain pada hari Kamis, pasukan Israel maju ke pedesaan di wilayah al-Quneitra Suriah dengan tank dan kendaraan militer, meledakkan bekas lokasi militer, menurut Syrian Observatory for Human Rights (SOHR).

Bulan lalu, Israel melancarkan serangkaian serangan udara terhadap apa yang disebutnya sebagai pangkalan militer di Suriah, menyusul pidato Perdana Menteri Benjamin Netanyahu yang menuntut "demiliterisasi menyeluruh" di wilayah selatan Suriah. Setidaknya dua orang tewas dalam serangan itu.

Selama pidatonya, Netanyahu secara khusus merujuk pada komunitas Druze Suriah, yang sebagian besar tinggal di wilayah Sweida.

"Kami tidak akan menoleransi ancaman apa pun terhadap komunitas Druze di Suriah selatan," katanya.

Pada hari Kamis, Kementerian Luar Negeri Israel mengonfirmasi bahwa mereka telah mengirimkan bantuan kemanusiaan ke komunitas Druze di Suriah selama beberapa minggu terakhir.

Para analis berpendapat bahwa pendekatan Israel kepada komunitas Druze merupakan bagian dari upaya untuk memecah belah Suriah.

Israel telah melakukan serangan udara besar-besaran terhadap infrastruktur militer Suriah sejak Desember, sehingga pemerintahan baru—yang telah babak belur akibat perang saudara selama 14 tahun—tidak memiliki kapasitas untuk menanggapi secara militer.

Topik Menarik