Pengaruh China di Amerika Latin Meningkat, Hati-Hati Jebakan Utang!
Dalam beberapa tahun terakhir, China telah membuat terobosan signifikan ke Amerika Latin, memposisikan dirinya tidak hanya sebagai mitra dagang utama, tetapi juga pemangku kepentingan yang sangat diperlukan dalam kekayaan sumber daya alam di kawasan tersebut.
Mengutip dari geopolitico.gr, Selasa (24/12/2024), salah satu faktor pendorong utama keterlibatan ini adalah upaya China yang tak henti-hentinya dalam mengamankan ketahanan pangan bagi populasinya yang sedang berkembang. Namun, hubungan ini jauh dari kata baik.
Melalui kerangka kelembagaan dan pengaruh ekonomi, Partai Komunis China (CCP) menegaskan pengaruhnya atas sumber daya alam Amerika Latin, menimbulkan beberapa kekhawatiran serius tentang kedaulatan negara-negara berkembang dan kemampuan mereka mengelola kekayaan secara berkelanjutan.
Strategi Ketahanan Pangan China
Strategi ketahanan pangan China merupakan landasan kebijakan luar negerinya. Dengan lebih dari 1,4 miliar warga yang harus diberi makan, memastikan akses ke impor pertanian bukan hanya masalah perencanaan ekonomi, tetapi juga keharusan keamanan nasional.
Amerika Latin, dengan lahan subur dan ekspor pertaniannya yang luas, telah muncul sebagai mitra penting dalam upaya ini. Brasil, misalnya, telah menjadi pemasok kedelai terbesar ke China, sementara negara-negara seperti Argentina dan Uruguay merupakan eksportir utama biji-bijian dan impor penting lainnya.
Ketergantungan pertanian ini bukan suatu kebetulan. China telah berinvestasi secara sistematis di sektor pertanian Amerika Latin melalui perusahaan milik negara dan kemitraan strategis. Inisiatif Sabuk dan Jalan (BRI), yang kini meluas ke beberapa negara Amerika Latin, telah menjadi kerangka kelembagaan penting untuk investasi ini.
Perusahaan-perusahaan China telah mengakuisisi saham di lahan pertanian, infrastruktur logistik, dan fasilitas pemrosesan makanan, sehingga menciptakan rantai pasokan terintegrasi vertikal yang melayani kebutuhan Beijing.
Selain itu, keterlibatan China dengan Amerika Latin tidak terbatas pada perdagangan bilateral. China telah membangun kerangka kerja multilateral dan lembaga keuangan yang memperdalam pengaruhnya.
Forum China-CELAC (Komunitas Negara-negara Amerika Latin dan Karibia) telah menyediakan platform bagi Beijing untuk menyelaraskan kepentingannya dengan kepentingan kawasan tersebut.
Demikian pula, bank-bank pembangunan yang dipimpin China, seperti Bank Investasi Infrastruktur Asia (AIIB) dan Bank Pembangunan China, telah memberikan pinjaman miliaran dolar ke negara-negara Amerika Latin, sering kali dengan ketentuan yang memprioritaskan perusahaan dan proyek China.
Pengaturan kelembagaan ini memberi pengaruh signifikan bagi China. Dalam banyak kasus, negara-negara yang kaya sumber daya tetapi kekurangan uang mendapati diri mereka terkunci dalam perjanjian yang tidak setara, yang sulit mereka hindari.
Misalnya, pinjaman China sering kali disertai persyaratan yang mengamankan perjanjian pasokan komoditas jangka panjang atau proyek infrastruktur yang menguntungkan kontraktor China. Hal ini mengingatkan semua pihak pada “diplomasi perangkap utang” yang terlihat di bagian lain negara berkembang, di mana pengaruh finansial Beijing diterjemahkan menjadi kendali strategis atas aset-aset penting.
Pengaruh China terhadap Negara-Negara Berkembang
Cengkeraman China yang semakin besar terhadap sumber daya Amerika Latin menimbulkan tantangan signifikan bagi negara-negara berkembang yang lebih luas.
Pertama, hal itu melemahkan kedaulatan negara-negara Amerika Latin, mengurangi kemampuan mereka mengelola sumber daya secara mandiri dan menetapkan kebijakan yang memprioritaskan pembangunan lokal. Dampak lingkungan dari proyek pertanian dan pertambangan skala besar, yang sering kali dilakukan dengan sedikit memperhatikan keberlanjutan, semakin memperparah masalah.
Kedua, model ekstraksi sumber daya ini menjadi preseden berbahaya bagi wilayah berkembang lainnya. Afrika, Asia Tenggara, dan Timur Tengah juga merupakan target utama diplomasi sumber daya China. Saat China mengonsolidasikan pengaruhnya di Amerika Latin, negara tersebut menyempurnakan strategi yang dapat ditiru di tempat lain, yang berpotensi mengunci seluruh kawasan dalam hubungan ekonomi yang eksploitatif.
Terakhir, sikap agresif China di Amerika Latin mengganggu kerja sama tradisional Selatan-Selatan. Negara-negara berkembang telah lama berupaya membangun solidaritas dan kemitraan yang adil berdasarkan rasa saling menghormati dan tujuan bersama. Namun, model keterlibatan China memprioritaskan kepentingan nasionalnya, yang sering kali mengorbankan persatuan regional dan tujuan pembangunan jangka panjang.
Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan respons terkoordinasi dari negara-negara berkembang. Negara-negara Amerika Latin harus memprioritaskan integrasi regional untuk bernegosiasi dengan China dari posisi yang kuat.
Memperkuat lembaga multilateral seperti CELAC dapat membantu memastikan bahwa investasi China selaras dengan prioritas lokal, bukan kecenderungan hegemonik Beijing.
Selain itu, komunitas internasional, termasuk mitra tradisional di Global Utara, harus mendukung Amerika Latin dalam membangun ekonomi berkelanjutan dan beragam. Ini termasuk investasi dalam energi terbarukan, transfer teknologi, dan inisiatif pengembangan kapasitas yang mengurangi ketergantungan pada ekspor sumber daya.
Keterlibatan China dengan Amerika Latin bagaikan pedang bermata dua. Meski menawarkan peluang bagi pertumbuhan ekonomi dan pembangunan infrastruktur, hal itu juga berisiko memperkokoh pola ketergantungan dan eksploitasi sumber daya.
Bagi negara berkembang, tantangannya terletak pada bagaimana menavigasi hubungan dengan China tanpa mengorbankan kedaulatan dan keberlanjutan. Saat untuk bertindak adalah saat ini juga, sebelum jangkauan China menjadi terlalu luas untuk dilawan.