3 Kebijakan Rezim Bashar al-Assad yang Rugikan Rakyat Suriah, Termasuk Gunakan Senjata Kimia

3 Kebijakan Rezim Bashar al-Assad yang Rugikan Rakyat Suriah, Termasuk Gunakan Senjata Kimia

Global | sindonews | Senin, 9 Desember 2024 - 14:24
share

Rezim pemerintahan Presiden Bashar al-Assad di Suriah telah tumbang dan sang pemimpin terguling melarikan diri ke Rusia pada hari Minggu.

Runtuhnya rezim Assad bakal menjadi akhir dari perang saudara Suriah yang berlangsung sejak 2011, yang telah menyebabkan kehancuran besar-besaran di negara tersebut.

Bashar al-Assad telah berkuasa sejak tahun 2000, menggantikan ayahnya; Hafez al-Assad, yang meninggal pada tahun tersebut.

Setelah berkuasa, terutama sejak perang saudara pecah, rezim Assad telah mengambil sejumlah kebijakan yang dianggap merugikan rakyat Suriah.

3 Kebijakan Bashar al-Assad yang Rugikan Rakyat Suriah

1. Represi Politik dan Penindasan HAM

Salah satu kebijakan paling kontroversial dari rezim Bashar al-Assad adalah represi politik yang dilakukan terhadap oposisi dan rakyat yang menuntut reformasi.

Sejak awal pemerintahannya, Assad melanjutkan kebijakan ayahnya, Hafez al-Assad, dalam menekan kebebasan berpendapat dan aktivitas politik yang dianggap mengancam stabilitas rezim.

Ketika protes besar-besaran dimulai pada 2011 sebagai bagian dari gelombang Arab Spring, pemerintah Bashar al-Assad menanggapi dengan kekerasan brutal, termasuk penembakan terhadap pengunjuk rasa, penyiksaan terhadap tahanan, dan penangkapan massal.

Kelompok-kelompok hak asasi manusia (HAM) internasional seperti Human Rights Watch (HRW) dan Amnesty International melaporkan pelanggaran HAM yang meluas selama konflik, termasuk serangan terhadap warga sipil dengan senjata kimia, penggunaan penjara yang sangat brutal, dan pembatasan kebebasan berbicara dan media.

Menurut laporan Amnesty International tahun 2016 dan HRW tahun 2019, rezim ini juga menggunakan kebijakan "tangkap dan hilangkan" aktivis, yang mengarah pada hilangnya ribuan orang tanpa jejak.

2. Penggunaan Senjata Kimia terhadap Warga Sipil

Laporan Organisasi untuk Larangan Senjata Kimia (OPCW) pernah menyebutkan rezim Bashar al-Assad bertanggung jawab atas penggunaan senjata kimia dalam sejumlah serangan terhadap warga sipil, yang melanggar hukum internasional.

Salah satu insiden paling terkenal adalah serangan gas sarin pada tahun 2013 di Ghouta, dekat Damaskus, yang menewaskan ratusan orang, sebagian besar adalah wanita dan anak-anak. Serangan kimia ini menyebabkan kecaman internasional yang luas dan menambah penderitaan rakyat Suriah yang sudah terjerumus dalam perang saudara.

Rezim Assad tetap mengeklaim tidak terlibat meski laporan OPCW membuktikannya.

Penggunaan senjata kimia tidak hanya merusak kehidupan ribuan orang tetapi juga menciptakan ketakutan yang mendalam di kalangan penduduk sipil, yang merasa terancam setiap saat oleh senjata yang tak terduga ini.

3. Pemaksaan Perpindahan dan Pengungsian Warga Sipil

Rezim Bashar al-Assad juga dikenal dengan kebijakan pemaksaan perpindahan dan pengungsian warga sipil sebagai taktik untuk memadamkan gerakan oposisi.

Salah satu cara yang digunakan adalah dengan mengepung wilayah yang dikuasai oleh kelompok oposisi, menahan akses bantuan kemanusiaan, dan memaksa penduduk sipil untuk meninggalkan rumah mereka.

Kebijakan ini seringkali disertai dengan pengeboman atau serangan udara yang merusak infrastruktur dan memaksa warga sipil meninggalkan rumah mereka. Rezim berdalih pengeboman udara ditujukan pada apa yang mereka sebut sebagai "kelompok teroris".

Selain itu, rezim Assad juga dianggap terlibat dalam kebijakan "pembersihan etnis", yang sering kali menargetkan kelompok etnis tertentu, terutama di wilayah yang didominasi oleh kelompok Sunni. Hal ini telah menyebabkan jutaan orang mengungsi baik di dalam Suriah maupun ke negara-negara tetangga, menciptakan krisis pengungsi terbesar di dunia.

Topik Menarik