Perjalanan Mohammed al-Julani Tumbangkan Assad hingga Jadi Buronan Amerika, Diburu Rezim dan Dikhianati ISIS

Perjalanan Mohammed al-Julani Tumbangkan Assad hingga Jadi Buronan Amerika, Diburu Rezim dan Dikhianati ISIS

Global | sindonews | Senin, 9 Desember 2024 - 23:55
share

Abu Mohammed al-Julani memiliki perjalanan panjang sebagai pemimpin Hayat Tahrir al-Sham (HTS) diSuriah. Di mana ia sempat menjadi buronan Amerika Serikat dan Rezim Assad, serta dikhianati ISIS.

Pada awal Desember 2024, Abu Mohammed al-Julani yang memimpin kekuatan oposisi bersenjata paling kuat di Suriah berhasil merebut kota terbesar kedua Suriah, Aleppo, setelah runtuhnya pasukan pemerintah yang setia kepada Presiden Bashar al-Assad.

Dilansir dari Aljazeera, dalam upaya menggoyahkan reputasinya yang sedang berkembang, sebuah foto beredar daring mengklaim bahwa al-Julani telah tewas dalam serangan Rusia.

Berita tersebut dengan cepat dibantah karena foto tersebut diketahui merupakan hasil manipulasi. Saat ini pasukan HTS berupaya mengonsolidasikan kendali atas Aleppo dan merebut lebih banyak wilayah di Suriah.

Perjalanan Muhammad al-Julani

Dalam perjalanannya, Muhammad al-Julani yang memiliki nama asli Ahmed Hussein al-Sharaa tercatat pernah bergabung dengan al-Qaeda di Irak sebagai bagian dari perlawanan terhadap invasi Amerika Serikat pada tahun 2003.

Dirinya lalu ditangkap oleh pasukan AS di Irak pada tahun 2006 dan ditahan selama lima tahun, al-Julani kemudian ditugaskan untuk mendirikan cabang al-Qaeda di Suriah.

Kala itu al-Julani sempat berkoordinasi dengan Abu Bakr al-Baghdadi, kepala “Negara Islam di Irak” al-Qaeda, yang kemudian menjadi ISIL (ISIS).

Namun di tahun 2013, al-Baghdadi tiba-tiba mengumumkan bahwa kelompoknya memutuskan hubungan dengan al-Qaeda dan akan memperluas wilayah ke Suriah, yang secara efektif menggabungkan Front al-Nusra ke dalam kelompok baru yang disebut ISIL.

Al-Julani menolak perubahan ini dan mempertahankan kesetiaannya kepada al-Qaeda. Pada tahun-tahun berikutnya, al-Julani tampak menjauhkan diri dari proyek al-Qaeda untuk fokus membangun kelompoknya di dalam wilayah Suriah.

Menurut para analis, perpecahan tersebut tampaknya merupakan upaya untuk menekankan ambisi kelompoknya yang bersifat nasional.

Hingga di tahun 2017, Aleppo berhasil jatuh ke tangan kelompok bersenjata rezim. Dari situlah pasukan al-Julani bergabung dengan kelompok-kelompok di Idlib dan membentuk HTS.

Tujuan HTS yang dinyatakan adalah untuk membebaskan Suriah dari pemerintahan otokratis Assad, “mengusir milisi Iran” dari negara tersebut dan mendirikan negara sesuai dengan interpretasi mereka sendiri tentang “hukum Islam”.

HTS saat ini dicap sebagai organisasi “teroris” oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa, Turki, AS, dan Uni Eropa. Al-Julani mengatakan penunjukan ini tidak adil karena kelompoknya telah meninggalkan kesetiaan masa lalunya demi kesetiaan nasional.

Sebagai pendiri HTS, al-Julani telah berusaha selama hampir satu dekade untuk memisahkan diri dari angkatan bersenjata lainnya dan fokus mereka pada operasi transnasional, dan beralih untuk fokus pada pembentukan “republik Islam” di Suriah.

Sejak 2016, ia telah memposisikan dirinya dan kelompoknya sebagai penjaga yang kredibel bagi Suriah yang terbebas dari al-Assad, yang secara brutal menekan pemberontakan rakyat selama Arab Spring tahun 2011.

Terlepas dari ambisi domestik al-Julani yang dinyatakan, sebagai kepala kelompok bersenjata oposisi terbesar di Suriah, dampaknya terhadap negara akan sangat besar secara nasional dan internasional. Karena itulah sosoknya dianggap berbahaya.

Topik Menarik