Mengapa Rezim Assad Runtuh Sekejap dan Mencengangkan di Suriah? Ini 3 Penyebabnya
Pemerintahan keluarga Bashar al-Assad telah berkuasa lebih dari 50 tahun di Suriah. Namun, serangan sepekan oleh pasukan pemberontak atau oposisi membuat rezim tersebut runtuh begitu cepat dan mencengangkan.
Awalnya, pasukan pemberontak dari berbagai faksi bangkit di utara negara itu, dan merebut Aleppo.
Dalam hitungan hari, mereka merebut kota-kota besar lain sampai akhirnya merebut Ibu Kota Suriah; Damaskus, pada hari Minggu yang praktis menggulingkan rezim Assad.
Pasukan oposisi memasuki ibu kota dengan sedikit atau bahkan nyaris tanpa perlawanan pada hari Minggu saat tentara rezim Suriah menyerah dan Presiden Bashar al-Assad, penguasa Suriah selama 24 tahun, melarikan diri ke Rusia.
Runtuhnya rezim Assad yang tiba-tiba menandai perkembangan yang mengejutkan dalam konflik Suriah yang telah berlangsung selama 14 tahun, yang dimulai dengan tindakan keras brutal rezim terhadap protes antipemerintah pada tahun 2011, di puncak Arab Spring.
Kecepatan kemenangan pemberontak telah menyoroti keberhasilan pemimpin kelompok Hayat Tahrir al-Shams (HTS) Abu Mohammed al-Jolani dalam menopang pemberontakan yang tampaknya terpojok di benteng terakhirnya di Suriah barat laut.
Hal itu juga mengungkap kelemahan rezim Assad dan betapa bergantungnya mereka pada dukungan dari Iran dan Rusiayang pada saat genting tidak kunjung datang.
3 Penyebab Rezim Assad Runtuh Sekejap
1. Angkatan Darat Suriah Dikosongkan
Angkatan Darat rezim Assad telah menyusut menjadi tidak lebih dari sekadar cangkang kosong setelah 14 perang yang menewaskan lebih dari setengah juta orang, menggusur setengah dari populasi Suriah sebelum perang yang berjumlah 23 juta orang, dan menghancurkan ekonomi dan infrastruktur negara tersebut.Pada tahun-tahun awal perang, para pakar mengatakan kombinasi dari korban jiwa, pembelotan, dan penghindaran wajib militer menyebabkan militer kehilangan sekitar setengah dari 300.000 pasukannya.
Korup dan kehilangan semangat, Angkatan Darat terkejut ketika pemberontak tiba-tiba keluar dari benteng pertahanan mereka di provinsi Idlib pada 27 November, dan hanya memberikan sedikit perlawanan.
Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia (SOHR) yang berbasis di Inggris, sebuah lembaga pemantau perang Suriah, melaporkan Angkatan Darat berulang kali mengevakuasi posisi mereka di seluruh negeri ketika para pemberontak terus bergerak maju, merebut kota demi kota.
"Sejak 2011, Angkatan Darat Suriah menghadapi pengurangan personel, peralatan, dan moral," kata David Rigoulet-Roze, seorang pakar Suriah di Institut Prancis untuk Urusan Internasional dan Strategis, seperti dikutip France24 , Senin (9/12/2024).
Para tentara Angkatan Darat yang digaji rendah dilaporkan menjarah sumber daya untuk bertahan hidup, dan banyak pemuda menghindari wajib militer, katanya kepada AFP .
Pada hari Rabu, Assad memerintahkan kenaikan gaji tentara karier sebesar 50 persen dalam upaya putus asa untuk memperkuat Angkatan Darat-nya yang sedang hancur.
Namun dengan ekonomi Suriah yang hancur, gaji tentara hampir tidak ada nilainya dan langkah itu tidak banyak berdampak.
2. Sekutu Melemah dan Teralihkan
Selama bertahun-tahun, Assad sangat bergantung pada dukungan militer, politik, dan diplomatik dari sekutu utama; Rusia dan Iran, yang tanpanya rezimnya hampir pasti akan runtuh jauh lebih awal dalam perang.Dengan bantuan mereka, rezim tersebut merebut kembali wilayah yang hilang setelah konflikpecah pada tahun 2011, dan intervensi Rusia tahun 2015 dengan kekuatan udara mengubah gelombang perang yang menguntungkan Assad.
Namun, serangan pemberontak bulan lalu terjadi saat Rusia masih terperosok dalam perangnya di Ukraina, dan serangan udaranya kali ini gagal menahan pemberontak yang dipimpin kaum "jihadis" yang menguasai sebagian besar wilayah negara itu.
"Rusia ingin lebih banyak membantu rezim Suriahtetapi sumber daya militer mereka di Suriah sangat berkurang akibat perang yang sedang berlangsung di Ukraina," kata pakar Timur Tengah dari France24 , Wassim Nasr.
Sekutu utama Assad lainnya, Iran, telah lama menyediakan penasihat militer bagi angkatan bersenjata Suriah dan mendukung kelompok bersenjata pro-pemerintah di lapangan.
Namun, Iran dan kelompok sekutunya mengalami kemunduran besar dalam pertempuran dengan Israel tahun ini dan ini memberi pemberontak Suriah kesempatan untuk menyerang Assad yang terisolasi.
Pemberontak Suriah memiliki utang darah yang panjang dengan Iran dan serangan itu terjadi sekarang karena Iran dan sekutunya terlalu lemah untuk terus memperkuat rezim Suriah, jelas Nasr.
3. Hizbullah Tidak Beraksi
Pasukan proksi Iran di Lebanon; Hizbullah, secara terbuka mendukung rezim Damaskus di lapangan sejak 2013, dengan mengirim ribuan milisi melintasi perbatasan untuk memperkuat tentara Suriah.Namun, pemberontak melancarkan serangan mereka akhir bulan lalu pada hari yang sama ketika gencatan senjata mulai berlaku antara Israel dan Hizbullah, setelah lebih dari setahun permusuhan di Lebanon.
Hizbullah telah memindahkan banyak milisinya dari Suriah ke Lebanon selatan untuk berhadapan dengan Israel, sehingga melemahkan kehadirannya di negara tetangga tersebut.
Pertempuran tersebut menghancurkan kepemimpinan Hizbullah, dengan pemimpin lama kelompok tersebut Hassan Nasrallah, calon penggantinya, dan serangkaian komandan senior tewas dalam serangan udara Israel.
Pada hari Minggu, saat pemberontak Suriah menyerbu Damaskus nyaris tanpa perlawanan, seorang sumber yang dekat dengan Hizbullah mengatakan kelompok itu menarik pasukannya yang tersisa dari pinggiran ibu kota dan daerah Homs di dekat perbatasan.
Menanggapi jatuhnya rezim Assad, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengeklaim berjasa."Itu sebagai akibat langsung dari pukulan yang telah kami berikan kepada Iran dan Hizbullah, pendukung utama Assad," katanya.
Presiden Amerika Serikat Joe Biden juga mengeklaim bahwa AS dan sekutunya telah melemahkan pendukung SuriahRusia, Iran, dan Hizbullah.
Dia mengatakan bahwa untuk pertama kalinya, sekutu Assad tidak dapat lagi mempertahankan cengkeramannya pada kekuasaan, seraya menambahkan: "Pendekatan kami telah mengubah keseimbangan kekuatan di Timur Tengah."