5 Negara Sahabat Korea Utara

5 Negara Sahabat Korea Utara

Global | okezone | Jum'at, 25 Oktober 2024 - 19:29
share

JAKARTA - Korea Utara telah membangun berbagai aliansi strategis dengan negara-negara yang sejalan dalam visi politik dan ekonomi. Aliansi ini tidak hanya memberikan dukungan diplomatik, tetapi juga kerjasama militer dan teknologi yang sangat penting bagi Pyongyang.

Kebijakan luar negeri Korea Utara berfokus pada penguatan identitas dan ketahanan nasional sambil menolak norma internasional yang dipimpin oleh negara-negara Barat. Untuk mencapai tujuannya, negara ini aktif mencari mitra strategis dengan pandangan serupa yang bersedia menantang hegemoni global.

1. Rusia

Menurut East Asia Forum, hubungan antara Rusia dan Korea Utara semakin erat sejak mereka menandatangani perjanjian Kemitraan Strategis Komprehensif pada Juni 2024. Perjanjian ini mengatur bahwa kedua negara akan meningkatkan kerja sama di berbagai bidang, seperti ekonomi, militer, dan komunikasi, serta saling mendukung jika salah satu dari mereka diserang. Aliansi ini menciptakan sebuah front yang lebih kuat di Asia Timur dan memperingatkan negara-negara Barat bahwa kedua negara siap menghadapi tantangan bersama.

Newsweek melaporkan, bahwa pada 24 Oktober 2024, parlemen Rusia meratifikasi pakta militer dengan Korea Utara, yang semakin mempererat hubungan kedua negara di tengah ketegangan dengan Barat. Perjanjian ini menunjukkan peningkatan kerja sama militer antara Moskow dan Pyongyang dan menimbulkan kekhawatiran di negara-negara Barat.

Amerika Serikat (AS) mengonfirmasi bahwa Korea Utara telah mengirim 3.000 tentara ke Rusia untuk latihan militer, yang memicu peringatan bahwa pasukan Korea Utara bisa menjadi sasaran jika terlibat dalam perang di Ukraina. Langkah ini memperkuat kekhawatiran bahwa Korea Utara mungkin juga memasok persenjataan, seperti rudal balistik dan peluru artileri, kepada Rusia. Sebagai timbal balik, Rusia mungkin akan memberikan teknologi militer canggih kepada Korea Utara, yang bisa meningkatkan kemampuan rudal dan satelit Pyongyang.

2. China

Melalui Reuters , Presiden China Xi Jinping menyatakan, "Saya sangat menekankan pentingnya pengembangan hubungan China-DPRK," dalam pesannya kepada pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un, menggunakan nama resmi Korea Utara, Republik Rakyat Demokratik Korea (DPRK). Xi menambahkan bahwa China siap "menulis bab baru" dalam hubungan mereka melalui komunikasi dan kerja sama yang lebih kuat.

China adalah mitra dagang terbesar Korea Utara, dan hubungan mereka berakar sejak dukungan Beijing terhadap Pyongyang selama Perang Korea 1950-1953, yang akhirnya membentuk Korea Utara dan Korea Selatan. Namun, China bereaksi hati-hati pada bulan Juni 2024 saat Kim mempererat hubungannya dengan Presiden Rusia Vladimir Putin. Tahun ini, Korea Utara dan Rusia menandatangani perjanjian strategis yang mencakup elemen pertahanan bersama.

3. Iran

Iran dan Korea Utara menjalin kemitraan strategis untuk mengatasi sanksi dan upaya pembatasan diplomatik serta militer dari Amerika Serikat (AS), yang dilansir dari The Soufan Center. Mereka bersama-sama melawan pengaruh AS dengan dukungan dari Rusia dan China. Kolaborasi ini menimbulkan kekhawatiran Barat, terutama mengenai kerjasama teknologi rudal selama beberapa dekade.

Sebagai bagian dari kemitraan ini, Korea Utara mendukung pernyataan Iran tentang krisis Timur Tengah yang terjadi setelah serangan Hamas pada 7 Oktober 2023. Senjata yang sebelumnya dikirim ke Iran dilaporkan telah digunakan oleh Hamas. Hubungan ini dipertegas lagi dengan kunjungan pejabat Korea Utara ke Iran pada April untuk membahas perdagangan dan kemungkinan teknologi militer, termasuk teknologi rudal balistik.

Hubungan ini semakin solid dengan meningkatnya dukungan Iran terhadap perang Rusia di Ukraina dan saling tukar senjata di antara mereka. Iran telah menyuplai drone bersenjata ke Rusia, sementara sebagian senjata Korea Utara diduga dikirim ke Rusia melalui Iran untuk digunakan di Ukraina.

4. Suriah

Korea Utara telah menjadi salah satu sekutu terdekat Suriah. Sebuah laporan PBB mengungkapkan bahwa antara 2012 hingga 2017, Korea Utara telah memasok teknologi rudal balistik dan lebih dari 40 pengiriman bahan terkait senjata kimia ke Suriah. Sejak tahun 2013, banyak laporan mengenai Korea Utara yang memberikan dukungan teknis, retoris, dan militer kepada Presiden Suriah, Bashar al-Assad, dalam upayanya mempertahankan kekuasaan.

Korea Utara secara terbuka memuji kepemimpinan Assad dan menyatakan solidaritas terhadap tindakan militer yang diambilnya melawan oposisi. Dukungan ini muncul karena kesamaan ideologi Baathis yang dipegang Assad, serta penolakan terhadap upaya AS untuk menggulingkan pemerintahnya. Sejak perang sipil Suriah dimulai, Korea Utara telah mengirim penasihat militer dan mungkin juga pasukan tempur untuk membantu Assad menghadapi kelompok oposisi.

Korea Utara memiliki pengalaman dalam memberikan dukungan militer kepada rezim yang menghadapi pemberontakan, yang menjadi salah satu alasan Suriah meminta bantuan militer dari Pyongyang. Korea Utara juga memiliki hubungan erat dengan sekutu militer utama Assad, yaitu Iran dan Hizbullah. Korea Utara telah menyuplai rudal dan roket kepada Hizbullah sejak 1980-an, serta bekerja sama dengan angkatan bersenjata Iran.

5. Kuba

Menyadur The Korea Times , pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un, menekankan pentingnya hubungan bilateral dengan Kuba dalam sebuah pesan yang dianggap sebagai upaya untuk memperkuat ikatan lama antara kedua negara. Dalam pertemuan dengan Presiden Kuba, Miguel Diaz-Canel, duta besar Korea Utara yang baru, Han Su-chol, menyampaikan salam hangat dari Kim.

Pada 14 Februari 2024, Korea Selatan dan Kuba secara resmi menjalin hubungan diplomatik, yang dianggap sebagai pukulan diplomatik bagi Korea Utara, yang selama ini memiliki hubungan dekat dengan Kuba. Han menegaskan komitmen kuat Kim untuk melanjutkan pengembangan hubungan historis antara Korea Utara dan Kuba, yang dianggap sebagai kebanggaan bagi warga Korea Utara.

Han baru menjabat sebagai duta besar setelah pendahulunya, Ma Chol-su, meninggalkan jabatannya pada bulan Maret. Hal ini dianggap sebagai tanda ketidakpuasan Korea Utara terhadap hubungan baru antara Korea Selatan dan Kuba. Presiden Diaz-Canel menyatakan bahwa tahun depan menandai peringatan 65 tahun hubungan diplomatik antara Korea Utara dan Kuba, dan mengusulkan agar kedua negara bekerja sama untuk merayakan pencapaian tersebut.

Sejak hubungan diplomatik Korea Selatan dan Kuba terjalin, media negara Korea Utara mengurangi pemberitaan mengenai Kuba. Ri Il-gyu, mantan penasihat politik di Kedutaan Korea Utara di Kuba, menyatakan bahwa Korea Utara tidak akan pernah meninggalkan hubungannya dengan Kuba.

Topik Menarik